Setelah terpilih dalam kongres Partai Golkar, sebagai ketua umum, Pak Aburizal Bakrie atau biasa disapa Pak Ical, langsung tancap gas. Posisi Presiden pun di incarnya. Konglomerat pemilik jejaring bisnis Bakrie Grup itu, berambisi menjadi pengganti Pak SBY yang pada Pilpres 2014, tak bisa lagi maju gelanggang karena terbentur ketentuan konstitusi, tak boleh maju karena sudah menjabat presiden dua periode lamanya.
Tentu tak adanya petahana di medan laga, membuat Pak Ical yakin, peluangnya cukup besar bisa berkantor di Istana Negara. Apalagi perahu politik sebesar Golkar kini tengah ia kemudikan. Dalam Rapimnas beringin, Pak Ical pun ditasbihkan menjadi capres. Meski ada riak di internal partai, langkah Pak Ical menuju Istana langsung dikebut. Pak Ical pun rajin bergerilya, berkunjung ke berbagai pelosok nusantara.
Tapi, ternyata menuju Istana itu, bukan perjalanan yang lempang-lempang saja. Meski sudah mengendarai partai besar, jalan Pak Ical menjadi RI-1, cukup terjal. Alih-alih bisa merajai bursa capres, justru elektabilitas Pak Ical, tak juga menanjak. Tingkat keterpilihannya masuk kategori biasa-biasa saja, meski ia mampu masuk tiga besar. Padahal dari segi modal, Pak Ical ini punya segalanya. Dia adalah nakhoda Golkar, sebuah partai besar yang sarat dengan pengalaman. Selain itu dia juga adalah saudagar kelas atas alias salah satu konglomerat di Indonesia. Bahkan pada 2007, Pak Ical ini pernah tercatat sebagai orang yang paling tajir seantero negeri versi majalah Forbes, majalah yang rutin melansir daftar orang terkaya di Indonesia dan dunia. Tidak hanya oleh Forbes, Pak Ical pernah dinobatkan orang terkaya se-Indonesia. Majalah lainnya, Globe Asia, Â pernah menempatkan Pak Ical sebagai orang paling berlimpah harta se-Indonesia. Â Menurut Globe Asia, saat menobatkan Pak Ical sebagai orang paling tajir se-nusantara, kekayaanya mencapai 9,2 miliar dollar Amerika Serikat atau sekitar 84,6 triliun rupiah.
Tidak hanya itu, Pak Ical juga raja media. Dia menguasai dua stasiun swasta yakni TV One dan Anteve. Mertuanya Neng Ria Ramadhani, artis terkenal di Tanah Air ini juga punya satu portal berita, Vivanews.co.id. Jadi, sebenarnya perangkat politik yang dimiliki Pak Ical, cukup lengkap. Itu bisa dijadikan alat memenangkan 'perang politik' dengan capres lainnya. Tapi langkah Pak Ical menuju Istana ternyata masih seret. Dalam beberapa hasil survei yang dikeluarkan lembaga sigi politik, Pak Ical masih kalah oleh Mas Joko Widodo atau Mas Jokowi, Gubernur Jakarta. Padahal waktu itu, Mas Jokowi belum resmi jadi capresnya PDI-P. Daya jual Pak Ical juga masih kalah oleh Pak Prabowo Subianto, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra yang juga sudah dicapreskan oleh partai tersebut.
Tidak kunjung kinclongnya elektabilitak Pak Ical, kemudian memantik reaksi di internal beringin. Adalah Bang Akbar Tandjung yang getol menyuarakan perlunya evaluasi terhadap pencalonan Pak Ical sebagai capres Golkar. Tokoh Golkar lainnya yang juga menggugat itu adalah Mas Priyo Budi Santoso, Wakil Ketua DPR yang juga politisi beringin. Tapi Pak Ical jalan terus, seperti kafilah yang terus berlalu, biar ramai anjing terus menggongong.
Salah satu hasil sigi yang berhasil memotret tak juga mengkilapnya elektabilitas Pak Ical, adalah surveinya Charta Politika, sebuah lembaga riset politik. Rabu, 26 Maret 2014, Charta merilis hasil survei nasionalnya. Dalam hasil survei yang dilaksanakan 1-8 Maret 2014 itu, elektabilitas Pak Ical, masih kalah oleh elektabilitas Mas Jokowi dan Pak Prabowo. Pak Ical, tak jauh-jauh dari posisi tiga. Â Yang menarik Charta dalam surveinya juga menguji tingkat dukungan kepada capres, berdasarkan profesi atau pekerjaan. Salah satunya dukungan dari para pedagang dan pengusaha.
Apakah, Pak Ical yang saudagar besar itu juga di dukung pedagang dan para pengusaha? Nampaknya, tak seperti itu. Meski berstatus saudagar, tapi dukungan pedagang dan pengusaha kepada Pak Ical, terbilang minim alias suara pedagang dan pengusaha bukan untuk konglomerat seperti Pak Ical. Survei Charta mencatatkan itu.
Misalnya, dukungan dari pedagang kecil kepada Pak Ical, sebagai capres, hanya 9,4 persen. Kebanyakan pedagang kecil ini, lebih memilih Mas Jokowi. Pilihan pedagang kecil kepada Mas Jokowi, mencapai 36,7 persen. Pak Ical juga kalah oleh Pak Prabowo. Mantan Komandan Kopassus ini, mendapat dukungan dari para pedagang kecil sebanyak 14,4 persen.
Pun dukungan pedagang besar kepada Pak Ical, tak terlalu besar. Dalam survei Charta, terkait dengan pilihan kepada capres berdasarkan pilihan, dukungan pedagang besar pada Pak Ical, hanya 13,2 persen. Jauh dengan tingkat dukungan pedagang besar kepada Mas Jokowi. Capres banteng yang kerempeng ini, mendapat dukungan dari para pedagang besar, sebesar 42,1 persen. Sementara pedagang besar yang mendukung Pak Prabowo, sebanyak 7,9 persen.
Lalu, kepada siapa suara pengusaha besar diberikan?  Hasil survei Charta, mencatatkan suara pengusaha bukanlah untuk Pak Ical yang konglomerat. Dukungan pengusaha lebih banyak diberikan kepada Mas Jokowi. Mantan Wali Kota Solo ini mendulang dukungan dari pengusaha sebesar 37,8 persen. Dukungan pengusaha kepada Pak Ical sendiri, hanya 10,8 persen. Sedangkan dukungan pengusaha ke Pak Prabowo, tercatat 10, 8 persen. Bahkan dalam urusan menarik dukungan dari pengusaha, Pak Ical masih kalah oleh Pak JK, yang mendapat dukungan 16,2 persen. Jadi, kalau melihat hasil siginya Charta Politika, suara pedagang dan pengusaha, sepertinya bukan buat konglomerat. Faktanya, dukungan kepada Pak Ical yang notabene adalah seorang konglomerat besar tak terlalu signifikan. Pedagang dan pengusaha, lebih menyukai lelaki kerempeng dari Solo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H