Hari selepas tanggal 9 April 2014, mungkin hari-hari mendung bagi Pak Hary Tanoesoedibjo, konglomerat yang sedang mencicipi dunia politik praktis. Bagaimana tidak, partai Hanura yang diharapkan bisa jadi 'perahunya' menuju Istana Wakil Presiden di Jalan Kebon Sirih, sedang oleng. Padahal jarak antara Istana Wapres yang kini masih dihuni Pak Boediono dengan markas besarnya MNC Grup, imperium gurita bisnisnya, tak begitu jauh. Markas MNC Grup pun ada di bilangan Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
Adalah hasil hitung cepat yang dilansir beberapa lembaga survei, yang memastikan 'perahu politiknya' Pak Tanoe, Partai Hanura oleng. Menurut hasil hitung cepat, raihan suara Hanura, hanya 5 persenan. Sementara, syarat bisa melaju ke Istana Presiden dan Istana Wapres, musti meraih 25 persen suara atau punya 20 persen kursi DPR. Begitu bunyi dari UU Pilpres.
Partai Hanura sendiri, bukanlah partai persinggahan pertama Pak Tanoe. Sebelum hijrah ke Hanura, Pak Tanoe pertama kali menasbihkan diri sebagai politisi lewat Partai Nasional Demokrat atau NasDem. Di NasDem, begitu masuk Pak Tanoe langsung di daulat menjadi Ketua Dewan Pakar. Saat itu, Ketua Umum NasDem, masih dipegang Mas Rio Capella. Sementara Sekjennya adalah Mas Ahmad Rofiq.
Andil Pak Tanoe sendiri dalam membesarkan NasDem sebenarnya sangat besar. Lewat beberapa stasiun televisi yang dimilikinya NasDem dikenalkan tiada henti. Iklan pun digeber. Restorasi Indonesia pun masuk ke ruang-ruang tamu penduduk, menyapa lewat layar kaca.
Pak Tanoe dan Pak Paloh pun, mesra hangat. Sering tampil dan melalang bersama ke daerah-daerah. Terutama saat menghadiri dan menyaksikan peresmian cabang NasDem. Tiap datang, kalungan bunga diberikan pada Pak Tanoe dan juga ke leher Pak Paloh. Mesra bak dua pasang pengantin yang masih dalam suasana bulan madu. Bahkan saat daftar ke KPU, Pak Tanoe ikut mengantar, sembari ditemani para gadis nan cantik aduhai. Mereka adalah para peserta Miss Indonesia, acara kontes kecantingan yang ditayang di layar kacanya Pak Tanoe.
Tapi seiring waktu berlalu, riak dinamika partai mulai terasa. Pemicunya adalah rencana NasDem, menggelar Kongres Luar Biasa. Nama Pak Surya Paloh muncul, disebut-sebut sebagai calon ketua umum. Pak Paloh saat itu di NasDem, duduk sebagai Ketua Dewan Penasehat. Pak Paloh, sama seperti Pak Tanoe, pemilik sejumlah media. Salah satu yang dimilikinya adalah Metro TV. Media lainnya yang dipunyai Pak Paloh, adalah Koran Media Indonesia, serta sejumlah koran di daerah.
Rencana kongres dan disebutnya Pak Paloh sebagai calon ketua umum NasDem, kemudian memantik reaksi. Salah satu reaksi datang dari Pak Tanoe. Bos MNC Grup itu, menginginkan NasDem, tetap dipegang anak muda. Keretakan pun tak terhindarkan. Tapi kongres tetap jalan, dan dilaksanakan pada 25-26 Januari 2013, di Jakarta. Dan, di acara kongres NasDem yang pertama itu, Pak Paloh secara aklamasi jadi ketua umumnya. Sebagai Sekjennya dipilih Mas Rio Capella, ketua umum sebelumnya.
Beberapa hari sebelum kongres NasDem digelar, tepatnya 21 Januari 2013, Pak Tanoe mendadak menggelar jumpa pers di Gedung Adam Malik, Jalan Dipanegoro, Jakarta Pusat. Di acara jumpa pers itulah, Pak Tanoe resmi tak lagi memakai jaket NasDem alias hengkang dari partai yang ia ikut besarkan lewat 'serangan udara'. Tampak Mas Ahmad Rofiq ikut menemani Pak Tanoe. Mas Ahmad Rofiq, mantan politisi Partai Matahari Bangsa (PMB) juga kemudian menyatakan ikut jejak Pak Tanoe, keluar dari NasDem. Kongsi Pak Tanoe dan Pak Paloh akhirnya pecah juga.
Tidak menunggu lama setelah itu, pada 17 Februari 2013, Pak Tanoe resmi bergabung dengan Partai Hanura pimpinan Pak Wiranto. Ia pun berganti jaket partai. Di Hanura, Pak Tanoe langsung tancap gas. Sama seperti pola di NasDem, Hanura pun digeber Pak Tanoe dikenalkan ke publik lewat udara.
Pada 2 Juli 2013, publik pun disuguhi sebuah cerita deklarasi pasangan capres dan cawapres. Capres dan cawapres yang dideklarasikan itu, adalah Pak Wiranto dan Pak Tanoe. Ya, di tanggal itu, Pak Wiranto dan Pak Tanoe, resmi mendeklarasikan diri, sebagai pasangan capres dan cawapres dari Partai Hanura. Acara deklarasi di langsung di Hotel Grand Mercure, sebuah hotel berbintang di Jakarta Pusat.
Usai deklarasi Pak Wiranto dan Pak Tanoe rajin membombardir pemirsa televisi dengan iklan-iklannya. Segala daya dipakai, mulai dari iklan, kuis, reality show hingga main sinetron. Semua demi duet Win-HT bisa mengindonesia. Bisa dilihat, dan dikenali rakyat.
Tidak hanya lewat udara Pak Wiranto dan Pak Tanoe mengenalkan diri. Serangan darat juga gencar dilakukan. Baliho-baliho besar pun dipasang. Spanduk dibentang. Bahkan, badan-badan bis yang seliweran di jalanan ibukota tak ketinggalan disasar. Semua demi Win-HT. Demi tiket menuju Istana.
Hijrah sudah dilakukan. Ikhtiar pun, telah dilaksanakan. Gocekan politik juga tak terhitung, lewat iklan, spanduk, baliho, sinetron, reality show hingga kuis. Tapi, hasil hitung cepat memupus itu semua. Bola politik pun masih jauh dari gawang. Faktanya, Hanura hanya 5 persenan suara saja. Sementara bekas rumah politiknya Pak Tanoe, Partai NasDem, meski partai anyar, justru menanjak. Partai yang dipimpin Pak Paloh itu, menurut hasil hitung cepat, mendapat 7-6 persenan suara.
Menyesalkah Pak Tanoe telah pindah? Mungkin iya, mungkin tidak. Apa Pak Tanoe merasa salah pindah, lantas ia menyesal kemudian? Mungkin seperti itu. Tapi mungkin juga tidak, sebab Pak Tanoe belum bicara, misalnya gelar jumpa pers, seperti Pak Paloh, usai mengetahui hasil hitung cepat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H