Seorang anak kecil berdiri ngungun. Wajahnya muram. Warna celananya merah kusam, digerus dan digilas waktu. Baju putihnya pun muram dan kumal. Hanya satu yang sepertinya tak buram, meski hanya celak semangat kecil dari sorot matanya. Nyala temaram dari binar cita-citanya.
Dia menatap nanar, seusai hujan tadi malam. Kakinya berbalur lumpur. Tangan mengapit buku berbungkus plastik. Dia berdiri di depan sekolah yang roboh, yang diperbaiki sebulan lalu. Entah kenapa sekolah cepat roboh. Mungkin karena duitnya dikorupsi.
Ia pun berbalik badan. Hari ini tak ada pelajaran. Bergegas pulang ke rumah, puluhan kilometer jauhnya. Mungkin pada ibunya ia bercerita.
" Mak, sekolah kami roboh lagi,"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H