Parlemen, berniat hendak merevisi Undang-undang KPK. Bahkan isyarat itu sudah terlihat dengan dikirimnya beberapa anggota Komisi III, melalang ke luar negeri untuk studi banding. Hongkong, Australia dan Perancis, dua negara yang dituju untuk studi banding revisi.
Namun belum juga proses revisi resmi dilakukan, kritikan mulai mencuat ke permukaan. Terutama dari aktivis yang bergiat di LSM anti korupsi. Mereka bahkan menenggarai revisi hanya dalih politik. Motif utamanya melemahkan komisi anti korupsi.
Benarkah revisi itu sebuah misi balas sakit hati? " Bisa jadi seperti itu," kata Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima), Ray Rangkuti, saat saya berbincang dengannya, kemarin.
Karena Ray melihat ada aroma politik yang kuat terendus dari niat DPR merevisi regulasi KPK. Faktanya, suasana menjelang revisi selalu di mulai dengan kisah ketegangan antara DPR dengan KPK. Ketegangan kata Ray yang dipicu langkah berani KPK menangkapi beberapa politisi Senayan.
" Ketegangan itu berawal dari banyaknya anggota DPR yang dijadikan tersangka suap oleh KPK," katanya.
Kasus cek pelawat misalnya, puluhan legislator bisa dijerat KPK. Serta beberapa kasus lain yang masih potensial menjadikan anggota DPR sebagai tersangka. Ray menyebut antara lain kasus yang terkait Wa Ode Nurhayati, kasus di Badan Anggaran, dan kasus Nazaruddin dan lainnya.
Ray menduga revisi bakal membidik kewenangan penyadapan yang dimiliki KPK. Karena suara tentang perlunya mempreteli kewengan menyadap kerap terdengar dari Senayan. Misalnya lontaran dari Fahri Hamzah, politisi PKS. Bahkan Fahri, sempat mengeluarkan pernyataan yang emosional, bahwa KPK sebaiknya di bubarkan.
" Kewenangan KPK soal sadap itulah yang kiranya akan dibidik Senayan," kata Ray.
Jika itu benar, kewenangan penyadapan KPK di pangkas, maka terpenuhi sudah tudingan publik selama ini, bahwa Senayan memang tak suka dengan komisi anti korupsi itu. Nuansa pelemahan KPK dalam niat revisi makin dapat pembenarannya.
" Kalau itu yang jadi target mereka, memang ada nuansa pelemahan KPK," kata dia.
Aktivis dari Indonesian Corruption Watch (ICW), Abdullah Dahlan juga hampir senada dengan Ray. Kata Abdullah, bila sekarang para penggiat anti korupsi, dan publik itu sendiri menenggarai ada aroma tak sedap dalam rencana revisi UU KPK, wajar saja.