Mas Anies Baswedan ini, orangnya kalem. Tutur katanya pun tak meledak-ledak, cenderung santun dan tertata. Pilihan kata-katanya pun tepat, maklum ia adalah seorang Rektor, atawa pimpinan sebuah universitas yang cukup tenar di Tanah Air, yakni Universitas Paramadina. Universitas ini, salah satu pendirinya adalah cendekiawan muslim garda depan Indonesia, Pak Nurcholis Madjid atau biasa dikenal dengan panggilan Cak Nur.
Nah, mendiang Cak Nur ini, menjelang Pemilihan Presiden 2004, pernah coba ikut mencicipi kerasnya politik praktis, dengan ikut bersaing dalam konvensi penjaringan capres yang diadakan oleh Partai Golkar. Tapi mungkin, karena kurang 'sangu' politik, langkah Cak Nur di konvensi gagal. Ia tak mendapat dukungan dari para pengurus Golkar. Cak Nur pun terlempar dari bursa. Kemudian yang terpilih adalah Pak Wiranto, jenderal bintang empat, mantan panglima militer.
Namun sayang, Pak Wiranto pun gagal total di Pilpres 2004. Berpasangan dengan adik kandung Gus Dur, Kyai Solahuddin Wahid atau Gus Solah, Pak Wiranto gagal maju ke putaran dua. Justru yang maju adalah mantan anak buahnya di militer Pak Susilo Bambang Yudhoyono atau Pak SBY yang kala itu berduet dengan Pak Jusuf Kalla atau biasa disapa Pak JK. Sejarah mencatatkan Pak SBY dan Pak JK, menjadi pemenang Pilpres, setelah di putaran dua, menghempaskan duet Ibu Megawati-Kyai Hasyim Muzadi.
Sejarah seakan berulang. Mas Anies juga mengikuti langkah Cak Nur ikut konvensi. Tapi, Mas Anies bukan ikut konvensi Golkar, namun konvensi penjaringan capres Partai Demokrat. Golkar sendiri memang menghadapi Pilpres 2009, tak lagi menggelar konvensi untuk mendapatkan capresnya, namun langsung menasbihkan Pak Aburizal Bakrie atau Pak Ical sebagai calon RI-1 dari beringin.
Akankah nasib Mas Anies bernasib sama dengan pendahulunya Cak Nur? Mungkin sepertinya, Mas Anies akan bernasib sama, gagal menjadi capres. Padahal untuk menggapai itu, Mas Anies sudah membentuk tim relawannya. Tapi, hingga menjelang pemilu legislatif di gelar, elektabilitas Mas Anies tak juga menggeliat. Pamornya sebagai seorang capres, belum kelihatan. Sehingga, dukungan publik pun belum kentara. Setidaknya itu yang berhasil dipotret beberapa lembaga survei di Tanah Air.
Pada Rabu, 26 Maret 2014, di sebuah restoran di Jakarta Selatan, Charta Politika, sebuah lembaga riset politik merilis hasil survei nasionalnya. Dalam survei lembaga yang kini dikomandani Mas Yunarto Wijaya itu, elektabilitas capres-capres jadi menu utamanya. Tentunya, survei Charta juga mencatat elektabilitas yang berhasil didapat Mas Anies. Hasilnya, masih jauh panggang dari api, alias tingkat popularitas, kesukaan dan elektabilitas Mas Anies masih terlalu kecil. Nyalanya bahkan samar-samar saja. Survei Charta sendiri, dilakukan pada 1-8 Maret 2014, dengan 1200 responden sebagai sampelnya.
Salah satu yang disigi Charta, adalah tentang popularitas dan tingkat kesukaan kepada calon presiden. Dari 27 nama yang diajukan ke responden, tingkat kesukaan kepada Mas Anies, hanya 17,2 persen. Sementara tingkat popularitas Mas Anies, hanya sebesar 26, 9 persen. Mas Anies, masih kalah populer dengan Pak Dahlan Iskan. Tingkat popularitas Pak Dahlan Iskan sendiri mencapai 61,5 persen.
Charta juga dalam siginya, menguji tingkat elektabilitas capres, dengan dua cara. Pertama dengan pertanyaan terbuka, dan kedua dengan pertanyaan tertutup. Untuk elektabilitas capres dengan pertanyaan terbuka,  Mas Anies ada diurutan 11, dari 22 nama capres. Tingkat elektabilitas Mas Anies, sangat kecil, hanya 0,3 persen, jauh di bawah elektabilitasnya Mas Jokowi yang bertengger diurutan pertama. Mas Jokowi, tingkat elektabilitasnya mencapai 32,6 persen.
Sementara untuk tingkat elektabilitas dengan pertanyaan tertutup, dari 27 nama yang disigi, Mas Anies berada pada posisi 11. Posisi pertama ditempati masih oleh Mas Jokowi, dengan tingkat elektabilitas sebesar 37,4 persen. Sementara tingkat elektabilitas Mas Anies, hanya 0,8 persen.  Mas Anies juga, tak terlalu diperhitungkan sebagai cawapres. Saat diajukan pertanyaan kepada responden tentang tokoh yang paling layak jadi cawapres, Mas Anies ada di urutan 9 dari 22 nama tokoh. Tingkat elektabilitas Mas Anies hanya 2,8 persen, masih kalah oleh Pak Dahlan Iskan, yang tingkat elektabilitasnya mencapai 10,1 persen. Untuk kategori ini, Pak Jusuf Kalla jawaranya. Ia dianggap paling tepat sebagai cawapres, dengan dukungan sebanyak 20,1 persen.
Tapi untungnya, untuk kategori capres yang paling tak disukai, Mas Anies tak masuk hitungan. Ia berada diurutan 21, dari 27 nama tokoh capres yang tak disukai responden. Di kategori ini, capres yang paling tidak disukai adalah Bang Haji Rhoma Irama, satria bergitar yang juga Raja Dangdut. Tingkat ketidaksukaan kepada Bang Haji sebagai capres, mencapai 15,8 persen. Sementara Mas Anies, tak disukai oleh 0,5 persen. Maka, kalau melihat ini, sepertinya pamor Mas Anies, sebagai capres atau cawapres, belum begitu mencorong.  Jalan menuju Istana pun, sepertinya masih sangat berjarak jauh. Tapi Mas Anies, masih sangat muda. Masih ada kesempatan dan jalan menuju Istana. Mungki nanti di 2015, pamornya bisa mencorong. Tapi untuk 2014, sepertinya Mas Rektor ini, akan senasib dengan Cak Nur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H