Sebagai Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar), Pak Aburizal Bakrie atau biasa disapa Pak Ical itu, bisa dikatakan dia itu bosnya beringin. Beringin sendiri, adalah lambang dari Partai Golkar. Jadi yang lainnya, misal Mas Idrus Marham, Pak Agung Laksono, Pak Sharif Cicip Sutardjo, Mas Priyo Budi Santoso, Bang Tantowi Yahya, Mbak Nurul Arifinn Mas Bambang Soesatyo dan lainnya itu adalah anak buahnya Pak Ical. Pak Ical sendiri jadi bos beringin, setelah ia berhasil menang di kongres Golkar yang digelar di Pekanbaru, beberapa tahun silam.
Kini, selain sebagai bos beringin, Pak Ical juga adalah capresnya Partai Golkar. Ya, Pak Ical memang tengah merintis jalan, mau menggantikan Pak SBY sebagai Presiden Republik Indonesia. Demi untuk menggapai asa itu, Pak Ical sudah menabur iklan dimana-mana, terutama di stasiun televisi yang dimilikinya. Ada dua stasiun yang dipunyai Pak Ical, yakni TV One dan Anteve. Di luar itu, Pak Ical punya Vivanews.co.id sebuah portal berita.
Saat ini, Pak Ical sedang panas dingin. Sebab dalam bursa survei capres, namanya tak juga bertengger di posisi puncak. Posisi puncak masih ditempati Mas Joko Widodo, alias Mas Jokowi, yang sekarang sudah berstatus capresnya PDI-P, partai yang diketuai oleh Ibu Megawati Soekarnoputri. Pak Ical, malah masih kalah oleh Pak Prabowo Subianto, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra yang juga capres partai tersebut. Pak Prabowo dalam setiap hasil survei, selalu ada di posisi runner up di bawah Mas Jokowi, dalam urusan tingkat elektabilitas atau tingkat kemungkinan terpilih. Nah, Pak Ical masih setia di urutan tiga, di bawahnya Pak Prabowo.
Tentu posisi tersebut, tak mengenakan bagi Pak Ical, meski politik memang bukanlah matematika, karena bisa saja mertua dari Neng Nia Ramadhani itu, bisa membalikan keadaan. Tahu kan Neng Nia Ramadhani? Ia adalah salah satu artis papan atas di negeri ini. Oleh putranya Pak Ical, Mas Ardi Bakrie, Neng Nia ini dipersunting jadi istri. Dulu, sebelum resmi jadi pendamping Mas Ardi, wajah Neng Nia itu rajin nongol di televisi, baik di sinetron-sinetron maupun di acara gosip. Tapi, setelah jadi istrinya Mas Ardi, Neng Nia itu jarang lagi main sinetron.
Suatu sore, saya lupa tanggalnya, tapi awal April 2014, sebuah kiriman pesan mampir ke email saya. Setelah saya buka, ternyata rilis sebuah hasil survei. Pengirimnya Mas Arif Hidayat. Dia ternyata Direktur Eksekutif, Pusat Kajian Pancasila, Hukum, Dan Demokrasi Universitas Negeri Semarang (Puskaphdem-Unnes). Hasil survei yang dikirimkan, berjudul : "Diantara Persepsi Publik dan Persepsi Elit: Jokowi Effect vs Zalianty Effect."
Dalam rilis surveinya itu, Mas Arif menerangkan, pencapresan Mas Jokowi oleh PDI-P, sangat tepat. Sebab persepsi publik tentang capres PDI-P itu arahnya ke sosok Mas Jokowi, bukan sosok lain di partai banteng itu, termasuk Ibu Megawati di dalamnya.
Survei lembaganya, kata Mas Arif, coba menguji tingkat keterpilihan tokoh-tokoh penting di PDI-P. Diantara yang diuji itu adalah Ibu Megawati, Mas Tjahjo Kumolo, Mas Pramono Anung, Mbak Puan Maharani, dan tentunya Mas Jokowi. Hasilnya, tingkat elektabilitas Mas Jokowi jauh diatas elit PDI-P lainnya, termasuk Ibu Mega. Angka elektabilitas lelaki kerempeng itu, mencapai 54,03 persen. Angka elektabilitas Mas Jokowi ini, dua kali lipatnya angka elektabilitas yang didapat Ibu Mega. Ibu Mega sendiri, menurut Mas Arif, tingkat elektabilitasnya hanya 2,37 persen. Berikutnya, menyusul Mbak Puan Maharani dengan elektabilitas 3,94 persen. Sementara Mas Pramono Anung, angka elektabilitasnya cukup kecil hanya 1, 1 persen. Diurutan buncit, Mas Tjahjo Kumolo dengan elektabilitas 0, 27 persen. Sedangkan undecided voters tercatat 19,26 persen.
Sementara untuk tingkat elektabilitas elit di tubuh beringin, hasilnya cukup mengejut, kata Mas Arif. Mas Priyo Budi Santoso, menyalip Bosnya di beringin, yakni Pak Aburizal Bakrie, meski selisihnya cukup tipis. Tidak hanya di salip Mas Priyo, elektabilitas Pak Ical juga kalah besar dengan yang didapat Pak Jusuf Kalla atau Pak JK, mantan Ketua Umum Partai Golkar.
Tingkat elektabilitas Mas Priyo Budi Santoso mencapai 18,44 persen. Sementara Pak JK, tingkat elektabilitasnya sebesar 17,33 persen. Baru kemudian disusul Pak Ical atau Pak ARB, dengan elektabilitas sebesar 16,42 persen. Di bawah Pak Ical, ada Bang Akbar Tandjung yang mendapat tingkat elektabilitas sebesar 11,74 persen. Sedangkan ak Agung Laksono, angka elektabilitasnya hanya 3,94 persen. Di posisi buncit, bertengger nama Kang Ade Komarudin dengan elektabilitas sebesar 1,1 persen. Angka undecided voters tercatat 31 persen.
Mas Arif sendiri, punya analisa kenapa Mas Priyo menyalip Pak Ical. Menurut Mas Arif, naiknya elektabilitas Mas Priyo tak lepas dari manuver politik yang dilakukan Wakil Ketua DPR itu. Mas Priyo misalnya pernah menemui Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini di DPR pada 21 Februari lalu. Kemudian dilanjutkan pertemuan dengan Dino Patti Djalal, peserta konvensi capres Partai Demokrat pada 3 Maret.
Dua manuver Mas Priyo itu, kata Mas Arif, mendapat porsi besar dan menjadi berita utama disejumlah media massa. Pak Ical sendiri kenapa jeblok elektabilitas, menurut analisa Mas Arif, banyak sebabnya. Misalnya meski gencar menyerang lewat udara, tapi ternyata iklan-iklan yang di tabur di layar kaca, hasilnya belum membekas. Serangan darat pun, lewat serangkaian pertemuan dengan konstituen, hasilnya juga belum maksimal.
Ditambah, kemudian muncul kasus video serta foto bersama dengan duo artis, Marcela dan Olivia Zalianty. Video itu cukup berdampak, karena dipersepsikan negatif oleh publik. Belum lagi kasus Lapindo yang terus mengganduli langkah Pak Ical menuju Istana. Situasi kian keruh, ketika pemerintah mendesak agar PT Lapindo, segera menyelesaikan masalah lumpur di Sidoarjo.
Bak dua kali tertimpa tangga, begitu kira-kira yang dialami Pak Ical, menurut Mas Arif. Belum juga tuntas kasus video, langsung disusul desakan pemerintah agar Lapindo segera diselesaikan. Tidak pelak desakan pemerintah tentang penyelesaian lumpur di Sidoarjo itu, membangkitkan memori publik, terutama ingatan para korban luapan lumpur tersebut. Video pelesiran ke Maladewa bersama duo Zalianty sendiri, di tengah publik ditafsirkan macam-macam. Tapi persepsinya lebih banyak negatif.
"Contoh kasus pernikahan kedua ulama kondang Bandung saja, masyarakat bereaksi negatif. Apalagi, di video tersebut adalah politisi, dan citra politisi yang tengah terpuruk gara-gara korupsi harta dan wanita”kata Mas Arif dalam analisanya.
Deraan masalah yang menimpa Pak Ical, jadi keuntungan bagi elit Golkar lainnya. Dan yang ketiban pulung dari kasusnya Pak Ical, adalah Mas Priyo, Pak JK dan Bang Akbar Tandjung. Angka elektabilitas ketiga elit beringin itu pun merangkak naik. Mas Arif pun menyarankan, sebaiknya pada Rapimnas Golkar, yang akan digelar pada Mei nanti, sebaiknya dilakukan evaluasi terhadap pencapresan Pak Ical. Bila tidak, tidak tertutup kemungkinan, Golkar gagal menyorong kadernya untuk maju dalam Pilpres nanti.
Menurut Mas Arif, survei Puskaphdem-Unnes sendiri dilakukan dari tanggal 19 Februari sampai dengan 28 Maret 2014 di 34 provinsi. Jenis penelitiannya adalah survey panel dengan jumlah responden sebanyak 1090 orang. Tingkat kepercayaan sebesar 95 persen dengan margin of error ± 2.98 %. Pengambilan data melalui teknik wawancara dengan bantuan kuisioner.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H