Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pak Ahok, Kenapa Sekolah Kami Mau Dibubarkan?

13 September 2015   23:21 Diperbarui: 14 September 2015   08:17 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Chalikul Hafiz, demikian ia mengenalkan namanya. Saya mengenalnya kala berkunjung ke Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), pekan kemarin. Pekan itu, memang tengah ramai-ramainya berita usul pembubaran IPDN yang dilontarkan Basuki Tjahaja Purnama atau biasa karib di sapa Ahok. Usulan yang kemudian memantik reaksi keras dari para alumni sekolah pamong praja tersebut.

Karena dirasa kurang lengkap, saya diminta kantor pergi ke kampus IPDN, di Jatinangor Sumedang, Jawa Barat. Dengan datang langsung ke kampus sekolah penghasil birokrat itu, setidaknya ada gambaran lebih lengkap tentang sekolah tersebut. Sebab Menteri Dalam Negeri sendiri, Tjahjo Kumolo, berulang kali menegaskan, IPDN telah berubah. Ia sebagai Mendagri yang membina sekolah plat merah tersebut, telah memberi warning pada rektor dan direktur IPDN, untuk tak main-main dalam membenahi sekolah itu. Bila terjadi lagi misal tindakan kekerasan, tak ada ampun, rektor atau direktur bakal dipecatnya. Tak hanya itu, praja pembuat onar, bakal diproses penegak hukum. Karena itulah, Menteri Tjahjo mencanangkan IPDN jadi pusat penggerak revolusi mentel. Presiden Jokowi pun sudah mendukungnya.

Setelah mewawancarai Rektor IPDN Ermaya Suradinata di ruang kerjanya, saya diajak berkenalan dengan beberapa praja IPDN. Salah satunya Chalikul Hafiz. Ternyata Chalikul, bukanlah praja anak pejabat. Ia justru praja yang luar biasa, karena datang dari kalangan rakyat jelata.

Saya tak percaya begitu Chalikul mengungkapkan siapa ayah dan ibunya. Ayahnya hanya tukang pijat. Begitu pun sang ibu. Dan, yang membuat saya tercengang, ayah dan ibu Chalikul, semuanya penyandang tunanetra.

" Bapak saya namanya Ghozali Rahmat asal dari Sulawesi. Ibu saya orang sunda. Bapak saya tunanetra dari lahir. Ibu juga tunanetra dari lahir," katanya dengan suara lirih.

Ayahnya yang hanya tukang pijat, tentu tak selalu mendapat penghasilan setiap saat. Kata dia, tarif pijat ayahnya hanya 50 ribu. Ibunya juga untuk membantu penghasilan, sama-sama jadi tukang pijat. " Kalau pasiennya lagi banyak mungkin bapak kadang dapat 150 ribu," kata Chalikul.

Uang sebesar itu tentunya tak seberapa. Karena itu dia tahu diri, ketika lulus sekolah menengah, ia tak mau melanjutkan kuliah ke universitas negeri, misal ke Universitas Padjadjaran atau Institut Teknologi Bandung, yang kampusnya tak jauh dari tempat dia tinggal. Maka pilihannya adalah IPDN. Karena dalam pikirannya, bila ia masuk ke sana, uang kuliah tak perlu dipikirkan lagi. Bahkan ia dapat uang saku yang bisa ia kirimkan untuk bantu orang tuanya. Sementara ada dua adiknya yang juga perlu biaya sekolah.

" Saya masuk ke sini (IPDN) hanya ingin meringankan beban orang tua," kata Chalikul.

Awalnya dia pesimis dapat menembus IPDN. Karena setahu dia, masuk ke sana berat. Selain memang banyak yang ia dengar sekolah tersebut isinya adalah anak-anak pejabat, baik di pusat mau pun daerah. Tapi niat ia tancapkan. Ia pun mendaftar ketika dibuka pendaftaran. Di antar ayahnya yang tunanetra, ia jalani tes demi tes.

" Saya juga baru tahu pas pendaftaran, ternyata di awasi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)," kata dia.

Dan, ketika dia dinyatakan lulus, nyaris tak percaya. Bahkan sampai-sampai kepala desa tempatnya dia tinggal, datang untuk menanyakan kabar dia lulus IPDN. Chalikul sendiri tinggal di Desa Cibeusi, tak jauh dari kampus IPDN Jatinangor. " Pak RW juga sampai harus ke rumah menanyakan apakah benar saya lulus IPDN" ujarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun