Saya tak menyangka, tulisan tentang mobil dinas berplat RI-42 bakal ramai ditanggapi. Bahkan sampai Ibu Armida Alisjahbana yang saya duga, 'pemilik' mobil dinas RI-42, menyempatkan waktu menanggapi dan membantahnya.
Mohon maaf ibu, tak ada sedikit pun untuk memojokan. Tulisan kemarin, hanya sebuah curahan yang berasal dari persepsi subjektif saya sebagai rakyat biasa. Itu pun juga ada kaitannya dengan pengalaman pribadi, ketika macet ikut-ikutan menerobos, tapi kemudian kena tilang oleh polisi.
Saya melanggar aturan dan menerima tanpa banyak debat, karena saya anggap melewati jalur busway adalah sebuah pelanggaran. Pelanggaran pastinya ada sanski yakni kena tilang.
Mungkin saya yang kurang tahu. Mungkin ada aturan, bila pejabat seperti yang saya lihat kemarin boleh saja masuk jalur busway. Saya mungkin yang tak tahu, ada aturan seperti itu.
Kalau pun tak ada, mungkin bisa dimaklumi, bila yang lewat adalah penjabat yang sedang diburu tugas negara. Mohon maaf bila saya memang keliru.
Mengenai plat nomor RI-42, saya sampai pada kesimpulan itu mobil dinas ibu, karena setelah membuka google dan mencari siapa sebenarnya menteri yang mobil dinasnya berplat RI-42, yang saya lihat di jalan Tambak itu. Situs wikipedia, menuliskan RI-42 itu adalah mobil dinasnya Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang kebetulan dijabat ibu saat ini.
Situs lainnya pun demikian. Saya tak tahu, bila sekarang plat nomor RI-42, bukan lagi nomor mobil dinas Kepala Bappenas, tapi nomor mobil dinas Menteri Negara BUMN. Beribu maaf pada Ibu, saya tak berniat memojokan. Apalagi mendzolimi ibu, tokoh Sunda yang juga saya banggakan bisa menjadi menteri. Ini hanya sentilan saja, sebagai rasa cinta saya pada negeri ini. Pun pada pejabat yang sedang memangku amanah.
Bukankah sahabat yang baik itu adalah yang senantiasa mengingatkan. Bukan yang asal bapak atau ibu senang. Jika ibu tak nyaman, karena nomor plat RI-2 bukan mobil dinas ibu, dengan setulus hati saya memohon maaf.
Saya senang ibu membantah, artinya ibu peka dengan suara rakyat kecil, salah satunya seperti saya. Saya tergerak menulis itu, karena sebelumnya, masih di bulan ramadhan ini, saya sempat menyaksikan langsung, rombongan Pak Boediono yang terjebak macet, saat sore hari, menuju ke kediaman dinasnya di Menteng.
Yang membuat salut, Pak Boed dengan pengawal lengkapnya, tak berusaha untuk lepas dari jebakan macet masuk jalur busway. Tapi menikmati kemacetan, dimana saya dan pengguna jalan lainnya saat itu ikut terjebak macet.
Maka, ketika ada kejadian serupa tapi dengan gaya berbeda saya tergerak menuliskan lagi. Apalagi kalau mengingat jauh ke belakang, ketika Jakarta gubernurnya masih Bang Yos, sempat ada peristiwa serupa. Saat itu Bang Yos sempat mengkritik nyelonongnya mobil dinas RI-2 ke jalur busway. Kala itu yang menjadi RI-2 adalah Pak Hamzah Haz, dan yang menjadi presidennya adalah Ibu Megawati.