Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

‪Mereka, Menteri yang 'Jatuh' Karena Korupsi

28 Maret 2014   05:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:22 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Jumat, 11 Oktober 2013, gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Jalan Rasuna Said, tampak ramai. Setiap hari Jumat, bila  ada pemeriksaan, depan lobi gedung KPK, pasti akan ramai dikerubuti para pemburu berita.  Seperti sudah menjadi semacam tradisi, pada hari Jumat, komisi anti rasuah itu, bakal menahan tersangka korupsi. Maka kemudian dikenal-lah istilah ‘Jumat keramat’.
Seperti yang terjadi Jumat, 11 Oktober 2013, para kuli tinta, dari semua media sedari pagi sudah merubung depan lobi gedung KPK. Hari itu, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Mallarangeng, diperiksa dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan gedung olahraga di bukit Hambalang, Bogor. Andi sendiri, beberapa bulan lalu sudah ditetap sebagai tersangka.
Media pun ramai-ramai menunggu, apakah Jumat itu, bakal jadi Jumat keramat bagi Andi. Ternyata, Jumat itu, bukanlah Jumat keramat bagi Andi Mallarangeng. Karena Andi, tak jadi ditahan, meski diperiksa sejak pagi hingga petang.
Padahal saat diwawancarai oleh sebuah stasiun televisi, sesaat sebelum meluncur ke gedung KPK untuk diperiksa, Andi mengaku sudah siap, bila kemudian komisi anti korupsi bakal menahannya di Jumat keramat.  Bahkan, ia sudah menyiapkan koper, bila sewaktu-waktu, ia ditahan KPK. Tapi, komisi anti rasuah itu urung menahannya, Andi pun kembali pulang beserta koper-kopernya. Kini, Andi sudah di tahan KPK. Bahkan, kasusnya sudah bergulir di pengadilan Tipikor.
Nasib Andi, memang tragis.  Padahal lelaki kelahiran Makassar, Sulawesi Selatan, 14 Maret 1963 itu, sedang berada dipuncak karir politiknya. Selain, menjadi pembantu Presiden SBY,  peraih gelar Doctor of Philisophy di bidang ilmu politik dari Northern Illinois University itu juga salah satu petinggi di Partai Demokrat, partai pemenang pemilu 2009.
Di Partai Demokrat, sebelum ia mengundurkan diri dari jabatan menteri, Andi adalah Sekretaris Dewan Pembina. Tapi pusaran kasus Hambalang, menjadi titik balik karir politiknya. Pada awal Desember 2012, KPK menetapkan dirinya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek Hambalang.
Saat itu juga, Andi langsung mengundurkan diri sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga, diikuti pengunduran dirinya sebagai Sekretaris Dewan Pembina Partai Demokrat.  Meski Andi bersikukuh merasa tak bersalah, namun kasus Hambalang, membuat karir politiknya yang meroket sejak ia menjadi juru bicara Presiden, perlahan meredup, karena kasus dugaan korupsi yang melilitnya. Kini Andi pun tengah menunggu-nunggu palu vonis dari hakim.
Meredup jatuh karena kasus dugaan korupsi, tidak hanya dialami oleh Andi Mallarangeng. Pejabat tinggi lainnya yang jatuh karirnya karena korupsi, adalah Hari Sabarno. Jenderal purnawirawan TNI itu, terpaksa masuk bui, karena terjerat oleh kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran atau biasa dikenal dengan kasus Damkar, semasa ia menjadi Menteri Dalam Negeri di era Presiden Megawati.
Oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, mantan Menteri Dalam Negeri itu, dijatuhi hukuman pidana 2 tahun dan 6 bulan penjara. Atas putusan hakim, Hari pun mengajukan banding ke Mahkamah Agung. Tapi, oleh majelis hakim MA, yang terdiri dari Djoko Sarwoko, Abdul Latief, Leopold Hutagalung, Krisna Harahap, dan Sri Murwahyuni, hukuman Hari diperberat, menjadi  5 tahun penjara plus denda Rp 200 juta, dan subsider 6 bulan.
Pejabat tinggi negara lainnya yang tertimpa tangga kasus korupsi, adalah Paskah Suzetta. Mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) itu, terpaksa berurusan dengan KPK, karena disangka terlibat dalam kasus  suap 480 lembar cek pelawat bernilai Rp 24 miliar. Puluhan Anggota DPR periode 1999-2004, terlilit kasus tersebut. Salah satunya, Paskah, yang ketika itu menjadi politisi Senayan.
Kasus cek pelawat itu sendiri, terkait dengan  pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Saat itu, yang terpilih menjadi Deputi Gubernur Senior BI, adalah Miranda Goeltom. Miranda sendiri, telah ditahan oleh KPK. Paskah, oleh pengadilan Tipikor, di vonis satu tahun enam bulan penjara dan denda sebesar Rp 50 juta, pada Juni 2011 lalu.
Hakim Tipikor, menilai Paskah, ikut menerima  12 lembar cek pelawat bernilai Rp 600 juta. Pada 13 April 2012, Paskah menghirup udara bebas. Tapi, kini karir politik dari politisi Partai Golkar itu, meredup. Paskah seperti hilang dari peredaran.
Jatuh karena korupsi juga menimpa Bachtiar Chamsyah. Karir politik Bachtiar sendiri mencorong setelah ia diangkat sebagai Menteri Sosial di era Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I. Di PPP, rumah politiknya, lelaki kelahiran  Kota Sigli, Pidie, Aceh, 31 Desember 1945 itu, pernah menempati posisi penting sebagai  Ketua Majelis Pertimbangan Pusat Partai.
Tapi, usai tak lagi menjadi menteri, kasus korupsi menghampirinya. Pada pertengahan Januari 2010, KPK menetapkan Bachtiar sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mesin jahit dan impor sapi di Departemen Sosial yang kini bernama  Kementerian Sosial.
Oleh Pengadilan Tipikor, pada 22 Maret 2012,  Bachtiar divonis satu tahun delapan bulan penjara dan denda Rp 50 juta.  Majelis hakim Tipikor, menilai Bachtiar, terbukti bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dengan sejumlah pejabat Kementerian Sosial pada kurun 2003-2008. Dan, pada  25 Mei 2012, Bachtiar bebas dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang, tempat selama ini ia menjalani hukuman. Karir politik Bachtiar di PPP pun ikut meredup setelah itu.
Mantan menteri lainnya, yang terpaksa masuk bui setelah pensiun, karena kasus korupsi adalah Ahmad Sujudi. Mantan Menteri Kesehatan itu, terpaksa harus duduk di kursi pesakitan karena diduga ikut terlibat dalam kasus penunjukan langsung PT Kimia Farma Trade and Distribution. Perusahaan tersebut ditunjuk menjadi rekanan dalam proyek pengadaan sejumlah alat kesehatan yang kemudian bermasalah dan merugikan keuangan negara sekitar Rp 104 miliar. Pada tahun 2010, Pengadilan Tipikor, memvonis Ahmad Sujudi, dua tahun dan tiga bulan penjara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun