Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menunggu Lahirnya Risma van Senayan

14 Maret 2014   03:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:58 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Siapa tak kenal dengan Tri Rismaharini, perempuan tangguh, yang kini menjabat Wali Kota Surabaya. Nama Risma, demikian panggilan akrab perempuan bersahaja yang biasa ceplas ceplos itu, sedang tenar-tenarnya. Dia tenar, bukan karena ia seorang artis atau mantan putri kontes kecantikan. Tapi, Risma tenar karena kinerjanya yang kinclong dalam memoles kota buaya. Lewat tangan dinginnya, Surabaya, kota yang dulu dikenal keras, panas, kini menjadi kota yang hijau dan nyaman. Kota ini pun terasa ramah bagi siapa saja. Hadirnya taman-taman nan rimbun serta elok, membuat kota buaya menarik untuk disinggahi.

Warga pun betah. Pendatang yang sempat singgah juga mengangeninya. Kerja Risma memoles Surabaya pun, banyak berbuah penghargaan. Bahkan, Risma tercatat, sebagai salah satu Wali Kota perempuan, terbaik di dunia. Pujian tak hanya datang dari negeri sendiri. Tapi, aplaus pun datang dunia internasional. Beberapa penghargaan pun diraihnya.

Mengutip Wikipedia.org, di era Risma, Kota Surabaya meraih sederet penghargaan internasional. Pada 2012 misalnya, Surabaya dinobatkan sebagai kota terbaik dari sisi partisipasi se-Asia Pasifik  pada 2012 versi Citynet. Dalam ajang itu, Pemkot di bawah Risma dianggap berhasil memberdayakan partisipasi rakyat dalam mengelola lingkungan.  Lalu, pada Oktober 2013, Kota Surabaya  juga diganjar penghargaan tingkat Asia-Pasifik yaitu Future Government Awards 2013 di dua bidang sekaligus yaitu data center dan inklusi digital. Dalam ajang itu, Surabaya berhasil menyisihkan 800 kota di seluruh Asia-Pasifik.

Penghargaan lainnya adalah The 2013 Asian Townscape Award dari Perserikatan Bangsa-Bangsa yang didapat setelah Taman bungkul yang dipoles Risma dinobatkan sebagai taman terbaik se-Asia-Pasifik.  Pada Februari 2014,  Risma dinobatkan sebagai Mayor of the Month atau wali kota terbaik di dunia versi Citymayors.com.

Kinerja Risma pun, berbuah cinta dari warganya. Saat ibu Wali Kota itu, didera masalah, bahkan sempat mencuat gonjang-ganjing yang membuatnya hendak undur diri dari kursi Wali Kota Surabaya, sontak reaksi datang dari warga Surabaya. Mereka tak rela Risma mundur. Gelombang dukungan pun datang silih berganti, meminta Ibu Wali Kota itu, mengurungkan niatnya mundur dari jabatan sebagai orang nomor satu di Surabaya. Tidak hanya itu, di dunia maya pun, dukungan serupa muncul. Lewat jejaring sosial, para netter, menggalang dukungan untuk Risma. Hastag #SaveRisma pun begitu populer dituliskan para netter di dunia maya, terutama di jejaring media sosial. Tidak hanya netter dari Surabaya, tapi juga para netter dari belahan negeri. Risma pun menjelma menjadi sosok yang mengindonesia. Ia tak hanya milik warga Surabaya, tapi milik Indonesia. Itu semua, tak ujug-ujug datang, tapi lahir dari sebuah prestasi nyatanya sebagai Wali Kota Surabaya.

Kini, menjelang pemilu 2014, panggung politik sudah kian gaduh. Ruang-ruang publik pun sudah penuh sesak oleh ragam atribut partai dan calon legislatif, yang akan bertarung memperebutkan tiket ke Senayan, ataupun tiket ke parlemen-parlemen lokal di Provinsi, Kabupaten dan Kota. Serta tiket menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Ribuan caleg tercatat akan bertarung dengan berbagai bendera partai. Sebagian diantaranya adalah caleg-caleg perempuan. Pasca reformasi, ruang berpolitik bagi perempuan memang kian terbuka. Diterapkannya kebijakan affirmative action yang termuat dalam regulasi pemilu, memberi jalan bagi perempuan untuk bisa lebih eksis di panggung politik. Kini buahnya sudah mulai dipetik. Beberapa nama politisi perempuan, berhasil merebut tiket ke Senayan. Sebut saja, Rieke Dyah Pitaloka, Nurul Arifin, Eva Kusuma Sundari, Nurhayati Alie Assegaf, Nova Riyanti Yusuf, dan sederet nama politisi perempuan lainnya.

Dari sederet nama politisi perempuan di Senayan itu, ada yang mencorong, tapi ada juga yang biasa saja. Rieke 'Oneng' misalnya, dikenal sebagai politisi perempuan yang vokal. Bahkan, oleh partainya, PDI-P, Rieke sempat dipercaya untuk maju sebagai calon Gubernur Jawa Barat dalam Pilgub kemarin. Berduet dengan aktivis anti korupsi, Teten Masduki,  Rieke maju bersaing menjadi orang nomor satu di tatar Sunda. Andai  saja dia menang, Rieke akan menjadi Gubernur perempuan pertama di bumi parahiyangan. Sayang, ia kalah oleh duet Ahmad Heryawan dan Deddy Mizwar.

Tapi, majunya Rieke, adalah bukti kaum perempuan punya nilai jual politik. Sementara Nurul Arifin, politisi perempuan dari partai beringin, karir politiknya kian moncer. Nurul kini memegang jabatan cukup prestius, sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar. Nama politisi perempuan lain, yang cukup mencorong, adalah Nurhayati. Nurhayati, kini memegang jabatan kunci di parlemen, sebagai Ketua Fraksi Partai Demokrat, partai yang memenangi Pemilu 2009.

Namun pertanyaan yang menggelitik saya, adakah mereka punya daya magnet seperti Risma?  Adakah mereka, sudah memberi bukti kinerja yang membuat konstituennya 'jatuh cinta'? Sehingga, para pendukungnya akan berbondong-bondong membela, ketika mereka didzolimi. Mungkin, tak pantas membandingkan mereka yang di Senayan dengan Risma di Surabaya. Dari posisi saja memang berbeda. Risma adalah Wali Kota. Sementara mereka, adalah politisi Senayan. Meski begitu, kewajiban mereka sama saja dengan Risma, berjuang untuk rakyat. Risma lewat kebijakannya sebagai kepala daerah. Dan, mereka yang di Senayan, lewat ragam regulasi yang dihasilkan parlemen.

Tapi, mencatat Risma, seperti mencatat jejak perempuan yang mampu menggetarkan khalayak. Ia dibela, dirindukan, ditangisi, dipertahankan, karena hasil kerjanya. Para politisi perempuan di Senayan pun, mestinya seperti itu. Mereka akan dibela, kembali di dukung, bukan karena mereka petinggi partai, tapi karena konstituen merasa di tangan mereka, aspirasi bisa diperjuangkan.

Terlepas dari itu semua, semakin banyaknya politisi perempuan menghuni Senayan, patut disyukuri. Setidaknya akan semakin banyak pula para penyambung lidah bagi jutaan perempuan di negeri ini. Karena harus diakui, nasib perempuan di negeri ini masih berwajah suram. Sederet masalah masih melilitnya, mulai dari tingkat kematian ibu yang masih tinggi, jutaan perempuan juga masih berkubang dalam jeratan kemiskinan, diskriminasi di ruang publik, akses yang minim terhadap modal, persoalan tenaga kerja wanita Indonesia di luar negeri yang masih mengenaskan, dan sederet masalah lainnya.

Setidaknya lewat wakil rakyat perempuan, persoalan itu akan diperjuangkan untuk dicarikan solusinya. Karena perempuan  pastinya yang lebih mengerti nasib kaumnya. Karena perempuan pula, yang akan lebih  sensitif terhadap  kesulitan serta nasib muram sesama kaumnya. Dan perempuan, lebih bisa diharapkan bekerja dengan hati, apalagi menyangkut aspirasi sesama kaumnya. Semoga, dari Senayan akan lahir Risma-Risma yang lain. Semoga, lewat pemilu pula, lahir Risma van Senayan, yang bekerja dan berjuang dengan hati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun