Dalam sebuah artikel berjudul Pemberantasan Korupsi : Upaya Pelemahan Terjadi Sejak Awal...yang ditulis wartawan harian Kompas, Mas Tri Agung Kristanto yang juga dimuat, Koran Kompas edisi Senin 26 Januari 2015, tekanan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak hanya terjadi di Indonesia. Di negara lain, lembaga serupa seperti KPK di Indonesia juga pernah dapat cobaan, di tekanan dari segala penjuru. Bahkan ada yang sampai dibubarkan.
Dalam artikelnya, Mas Tri menuliskan, Hongkong juga pernah mengalami kejadian yang mirip dengan Indonesia, dimana lembaga anti korupsinya dapat 'perlawanan hebat' dari institusi kepolisian. Namun di sana, kisruh lembaga anti korupsi dengan kepolisian, tak ada istilahnya seperti di Indonesia yang dikenal dengan istilah Cicak lawan Buaya.
Lembaga anti korupsi Hongkong sendiri, mengutip artikel Mas Tri bernama Independent Commission Against Corruption (ICAC). Lembaga ICAC ini bisa dikatakan KPK-nya Hongkong, karena dari sisi fungsi dan kewenangan tak jauh berbeda, jadi lembaga pemberantas tindak korupsi.
Kiprah ICAC banyak membuat beberapa pihak tak senang. Terutama mereka yang dibidik oleh ICAC. Sama seperti KPK di Indonesia, lembaga anti korupsi di Hongkong juga pernah mengalami 'serangan' dari pihak lain. Lembaga anti korupsi Hongkong pernah berhadap-hadapan dengan institusi kepolisian. Pada 1997, KPK Hongkong didemo ribuan polisi. Saat itu, lembaga tersebut memang tengah gencar-gencarnya membersihkan lembaga-lembaga penyelenggara dari praktek korupsi yang telah kuat mengakar. Tercatat 247 orang yang dijadikan tersangka oleh KPK Hongkong. Sebanyak 143 diantaranya adalah mereka yang berasal dari kepolisian. Langkah ICAC ini menuai amarah personil kepolisian Hongkong. Maka, ribuan polisi mengepung markas ICAC.
Cerita serupa juga terjadi di Negeri Ginseng Korea Selatan. Bahkan di Korea Selatan lebih parah lagi. Mengutip artikelnya Mas Tri, lembaga anti korupsinya Korea Selatan, yakni Korea Independent Commision Against Corruption (KICAC) pernah dibubarkan. Yang bubarkan tak tanggung-tanggung, Presiden Korea Selatan sendiri yang saat itu dijabat oleh Lee Myung-bak. Presiden Lee Myung sendiri adalah Presiden berlatar pengusaha. Sang Presiden membubarkan KICAC pada 2008. Kala itu sang Presiden berdalih KPK-nya Korsel itu jadi duri dalam hubungan pemerintah dengan para pemodal atau pengusaha. Bahkan KPK Korea Selatan tak hanya dibubarkan. Salah satu komisioner KICAC, Kim Geo-sung ditetapkan jadi tersangka.
Yang lebih parah lagi terjadi di Nigeria. Ketua KPK Nigeria, Nuhu Ribadu, terpaksa harus kabur ke Amerika Serikat setelah dapat tekanan dan ancaman dari pemerintah, ketika sedang gencar-gencarnya melaksanakan tugas 'membasmi' korupsi di Nigeria. KPK Nigeria sendiri bernama Economic and Financial Crime Commision. Nasib pahit juga dialami oleh KPK Kenya, yang bernama Kenya Anti Corruption Commission (KACC). Penabuh genderang perang terhadap korupsi di Kenya, pernah dipreteli kewenangannya sampai jadi lembaga 'macan ompong'. Siapa yang memangkas kewenangan KACC, tak lain adalah parlemen Kenya sendiri yang merasa gerah dengan sepak terjang KACC.
Negeri serumpun, Malaysia juga pernah terjadi cerita tekanan kepada lembaga anti korupsi di negara tersebut. Bahkan, tekanan kepada KPK-nya Malaysia yang saat itu masih bernama Badan Pencegah Rasuah (BPR) lebih seram. Salah seorang penyidik BPR, ditembak polisi Diraja Malaysia. Kala itu, memang lembaga tersebut sedang menyidik kasus dugaan korupsi yang melibatkan oknum pejabat kepolisian Diraja Malaysia. Kini, BPR telah berganti nama menjadi The Malaysian Anti Corruption Commission (MACC).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H