Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Nature

Jawa yang Rapuh

9 Maret 2012   11:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:18 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Pulau Jawa, adalah salah satu pulau utama di negeri khatulistiwa. Ukuran kemajuan dan keberhasilan pembangunan, selalu dilekatkan pada pulau Jawa. Jawa pun sesak. Penduduk dari segala penjuru tanah air berjubelan. Pada akhirnya Pulau Jawa pun penuh beban.

Beban itulah yang membuat Jawa kian rapuh. Meski paling megah dan mewah diantara pulau-pulau besar lainnya di Indonesia, tapi daya dukung Jawa sebagai sebuah pulau makin melemah, terutama lingkungannya. Tak heran bila bencana datang, Jawa seperti tak berdaya.

Suatu sore, ada pesan masuk ke blackberry messenger saya. Pengirimnya, Kepala Bidang Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho. Bapak satu ini memang rajin mengirimkan info tentang bencana. Maklum sebagai kepala humas di badan yang mengurusi penanggulangan bencana, harus gesit mengabarkan pada khalayak segala hal ihwal tentang bencana di tanah air.

Pesan lewat BBM yang saya terima sore itu, bukan info kejadian bencana yang kerapkali Pak Sutopo kabarkan. Tapi inin tentang Pulau Jawa. Kata dia,

mungkin Jawa adalah pulau yang paling rawan bencana. Karena faktanya, kata dia, dari bencana-bencana yang terjadidi Indonesia nyaris semua terkonsentrasi di Jawa. Ia pun menyebut angka rata-rata kejadiab bencana di tanah Jawa. Rata-rata, kata dia,dari tahun 2002 hingga sekarang, lebih 50% kejadian bencana terjadi di Jawa.

“Pada tahun 2011, dari 2.066 kejadian bencana, sekitar 827 bencana (40%) terjadi di Jawa,” katanya.

Bahkan hasil teropongannya, trend bencana dan dampaknya di masa mendatangmakin besar. Dan Jawa yang paling rawan terkena dampaknya.Namun ancaman itu harus disikapi dengan dingin, kata dia. Karena harus ada solusi, minimal untuk tak membuat dampak begitu mendera dashyat. Sekaligus itu tentu saja menjadi tantangan seperti apa model pembangunan yang tepat bagi Jawa yang sudah sesak itu.

“Karena bencana dapat menjadi faktor penghambat pembangunan,” ujar dia.

Bencana bisa menyusutkan kapasitas produktif dalam skala besar yang berakibat kerugian finansial. Karena, bencana membutuhkan pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi agar kehidupan ekonomi kembali normal. Tegasnya, bencana memiliki dampak negative-sum game.

Rumusan sederhananya, jika suatu wilayah yang terkena bencana, maka pasti akanmengalami kemunduran ekonomi. Ada beberapa faktor mengapa Jawa makin rentan terhadap bencana, kata Pak Sutopo. Salah satunya dan mungkin yang utama adalah terjadinya disparitas pembangunan ekonomi antar daerah di Jawa dan luar Jawa. Disparitas ituperbedaannya demikian besar.

" Disparitas ini dapat dilihat dari indikator makro pulau, yakni kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa terhadap nasional, yaitu dengan minyak dan gas (60,12%) dan tanpa minyak dan gas (64,78%).Sedangkan 40%tersebar di luar Jawa," ujarnya.

Halini pada akhirnyamenyebabkan urbanisasi terus meningkat. Sekitar 129 juta jiwa atau 59% penduduk Indonesia tinggal berjubelandi Jawa. Akibatnya terjadi ekstraktif pembangunan yang menyebabkan kerusakan lingkungan. Pendek kata pembangunan di tanah Jawa kurang ramah lingkungan. Setidaknya itu bisa dilacak dari ruang hijau di Jawa yang kian terpangkas habis oleh derap pembangunan.

" Tutupan hutan diperkirakan hanya 13% dari luas Jawa. Jauh dari idealnya 30%,” ujar Pak Sutopo.

Tak pelak, kecenderungan tersebut akan mengancam daya dukung lingkungan. Ujungnya dalam jangka panjang bakalmemicu terjadinya tiga macam krisis, yaitu krisis air, pangan dan energi. Terbukti, daya dukung lingkungan Jawa sudah terlampaui saat ini. Akibatnya watak hidrologi sungai-sungai di Jawa telah berubah dan mudah terjadi banjir dan kekeringan.

“Analisis risiko bencana menjadi faktor penting dalam perencanaan pembangunan,” ujarnya. Semoga belum ada kata terlambat untuk menyadari itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun