Musim kampanye ternyata tak semata menghasilkan keriuhan semata. Tapi, musim kampanye juga menjadi berkah rejeki bagi beberapa orang. Salah satunya Wanto, seorang supir angkot. Saya pernah berbincang dengannya, saat Wanto tengah menunggu massa yang akan pergi ikut kampanye terbuka seorang caleg DPRD dari Gerindra, di daerah Sawangan, Depok Jawa Barat. Angkotnya disewa untuk mengangkut peserta kampanye.
“ Lumayan pak, saya dapat sewaan 250 ribu angkut yang mau kampanye,” kata Wanto.
Di tempat itu juga saya sempat berbincang dengan Effendi, seorang warga Sawangan. Kepada saya ia mengaku mau ikut meramaikan kampanye caleg, karena tergiur bayarannya. Effendi, saat itu sudah berbaju Gerindra, dengan gambar caleg dari partai tersebut. Menurut Effendi, bila tak ada bayaran, ia pun enggan ikut.
“Banyak yang nawarin ikut, tapi kalau dikasih kaos doang mah, ngapain ikut. Tapi kalau dikasih duit, ya ayo saja ikut," katanya.
Kawannya, Ahmad Yanuardi, mengamini. Ia mau ikut kampanye karena iming-iming bayaran. Dari pada suntuk dirumah, kebetulan pula ia masuk kerja malam, maka ia memutuskan ikut kampanye. Sama seperti Effendi, dia juga tak akan berangkat kampanye bila tak ada ongkosnya.
“ Lumayan mas, dapat 50 ribu. Lumayan buat beli rokok dan bensin. Ini disediakan angkot pula, jadi bersih he.he.he,” kata Ahmad Yanuardi.
Saat ditanya, apakah dengan diberi uang, lantas pilihannya pun akan dijatuhkan kepada caleg bersangkutan, keduanya tertawa. " Enggak tahu, lihat saja nanti deh," kata Effendi. Jawaban senada juga di ungkapkan Ahmad. Ia mengatakan, meski diberi uang, belum tentu ia akan memilihnya. “ Kan kalau milih rahasia, enggak ada yang tahu, “ katanya.
Jadi, jangan kadalin rakyat, karena kerap kali mereka lebih cerdas dan pintar. Mereka terima uangnya, tapi mencoblos, mohon maaf itu rahasia. Namun yang pasti, menggaet minat pemilih dengan rupiah, bukanlah sikap yang elok. Justru itu yang makin melanggengkan praktek politik transaksional. Itu tak mendidik sama sekali. Tapi, kalau memang mau pilih cara itu silahkan saja, namun jangan menyesal, bila kemudian dikadalin pemilih. Yang terjadi, bisa-bisa fulus habis, tapi kursi tak jadi terbeli. Nyesek kan kalau begitu. Apalagi, bila uang politik itu, sebagian datang dari utangan. Bisa-bisa masuk rumah sakit jiwa.....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H