Akhir-akhir ini, republik seperti kehilangan selera humor. Tegang. Gaduh. Fenomena unfriend terjadi dimana-mana. Terlebih, setelah terjadi demo besar-besaran pada 4 November 2016. Demo tersebut buntut dari ucapan Basuki Tjahaja Purnama soal surat Al Maidah yang dituding para pendemo telah menistakan agama. Kasus itu sendiri sudah bergulir di kepolisian.
Yang dukung Ahok, mati-matian membela. Yang kontra tak kalah sengit. Media sosial seperti Facebook pun jadi ajang 'perang' berikutnya. Makian dan caci maki, bertebaran dimana-mana. Bahkan saling putus pertemanan jadi hal yang biasa. Yang dukung Ahok unfriend mereka yang anti Ahok. Begitu juga sebaliknya. Tak ada lagi guyon. Tak ada lagi humor. Semua tegang. Semua seperti siap 'berperang'.
Tidak ada lagi humor. Guyon pun menghilang. Padahal, lewat humor dan guyon, hidup terasa lebih menyegarkan. Bahkan lewat humor, kita akan lebih bisa karib. Humor, adalah senjata paling ampuh mengusir ketegangan. Sayang, akhir-akhir ini, humor seperti raib. Menghilang ditelan gemuruh tawuran kata karena beda sikap dan pandangan.
Tapi untungnya selalu saja ada yang 'waras', coba mengusir ketegangan lewat humor. Dan yang mengagetkan orang 'waras' itu adalah seorang menteri, yang harusnya ikut-ikutan tegang akhir-akhir ini. Siapa menteri yang waras itu? Dia adalah Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo.
Kenapa saya sebut 'waras'? Sebab dia tak kehilangan selera humor di saat semua sedang tegang. Via Whatsapp, di saat lagi panas-panasnya semua orang bicarakan demo 4 November, tiba-tiba Menteri Tjahjo mengirimkan pesan. Pesan itu dikirimkan ke grup WA para wartawan yang biasa meliput di Kementerian Dalam Negeri. Isi WA-nya tentang bahaya makan ikan nila setelah itu minum susu. Kata Tjahjo dalam pesannya, bagi yang suka makan ikan nila, hati-hati. Jangan sampai setelah makan ikan nila, kemudian minum susu. Bahaya, katanya.
Lho dimana bahayanya? Ternyata itu adalah cara Tjahjo untuk mencairkan suasana. Bahayanya kata dia, seperti pepatah, karena nila seekor rusak susu sebelanga. Ya, pepatah yang diplesetkan. Benarnya, karena nila setitik, rusa susu sebelanga. Tapi, terima kasih Pak Tjahjo, di saat semua tegang, bapak masih sempat melempar guyon. Republik memerlukan itu sekarang. Sepeninggal Gus Dur, jarang ditemui pemimpin atau elit yang suka humor. Di era SBY misalnya, nyaris tak ada humor. Sekarang di zaman Jokowi agak mendingan. Mantan Wali Kota Solo ini masih suka melempar joke.
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H