Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau biasa di sapa Ahok, melempar wacana yang lumayan mengagetkan, mengusulkan kepada Presiden Jokowi, sebaiknya IPDN atau Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) dibubarkan saja. Begitu kira-kira inti dari sohibul berita yang saya baca di sebuah media online.Â
Â
Alasan Ahok, rekrutmen calon praja IPDN tak jelas. Pun pendidikannya pun tak jelas. Maka, ia pun mengusulkan IPDN dibubarkan saja. Saya perkirakan pasti usulan Ahok bakal memantik reaksi. Dan, saya pun sudah perkirakan, Ahok juga tak peduli dengan reaksi yang bakal diterima buah dari pernyataannya, seperti yang terjadi selama ini.Â
Â
Benar saja, reaksi mulai bermunculan dari mana-mana terutama dari para alumni sekolah calon birokrat tersebut. Ada yang begitu emosi, menanggapi usulan Ahok. Tapi, ada juga reaksi yang tak begitu berlebihan, namun mengena. Ya, siapa pun pasti akan tersinggung bila almamaternya diusulkan untuk dilikuidasi. Kemarahan dan rasa tersinggung para alumni IPDN, saya kira adalah reaksi yang wajar.Â
Â
Saya yang bekerja jadi wartawan, dan kebetulan ngepos liputan di Kemendagri, banyak menerima SMS maupun pesan berisi tanggapan dari para alumni IPDN yang kebetulan juga bekerja di Kemendagri. Rata-rata semua merasa tersinggung. Dan menyayangkan, kenapa sampai ada usulan seperti itu yang datang dari mulut seorang gubernur.Â
Â
Namun ada salah satu reaksi yang saya suka dari seorang alumni IPDN yang bekerja di Kemendagri. Dia berkata, " Ya mas, setiap orang di era demokrasi yang terbuka ini, sah-sah saja bicara apa saja. Wong, mencaci Presiden pun banyak yang melakukannya," katanya, menanggapi usulan Ahok.Â
Â
Tapi kata dia, ia sebagai pegawai, tugasnya hanya dua, laksanakan dan amankan kebijakan. Selain taat pada aturan. Artinya, tak usah banyak cuap. Mendengar itu, saya teringat pendapat Jenderal Purnawirawan Luhut Pandjaitan, Menkopolhukam, saat menanggapi reaksi Brigjen Victor Simanjuntak terhadap isu pencopotan Komjen Budi Waseso.Â