Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Bursa Capres Dibuka, Siapa Mau Daftar?

15 Februari 2012   18:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:36 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13293449901750469044

[caption id="attachment_171381" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Pemilu legislastif memang masih jauh, baru akan digelar pada 2014. Pun pemilihan presiden, digelar ditahun yang sama. Pada 2014, Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY tak lagi bisa maju. Konstitusi hanya membolehkan seseorang jadi presiden dua periode saja. Saat ini, adalah kali kedua SBY, menjadi presiden. Tapi kini ruang publik sudah diramaikan dengan nama-nama, yang katanya oleh yang mendukungnya dianggap layak jadi calon presiden. Bursa calon RI-1 pun ramai. Panggungnya telah didirikan. Arena telah dibuka. Beberapa nama di dorong-dorong agar naik panggung. Siapa mereka? Nama yang rasanya paling kencang disebut-sebut layak jadi calon RI-1 adalah Aburizal Bakrie. Saat ini pria yang akrab di panggil Ical itu adalah Ketua Umum Partai Golkar, pemenang pemilu 2009, nomor dua. Pemenang pertamanya, Partai Demokrat, partai yang didirikan SBY, presiden RI saat ini. Ical di sorong-sorong oleh para elit Golkar sebagai calon RI-1. Dalam setiap rapat pimpinan Golkar, Ical for presiden selalu di dengungkan para pengurus partai beringin itu. Ical sendiri masih diplomatis, katanya penentuan siapa capres beringin di putuskan oleh sebuah survei yang akan dilakukan Golkar jelang Pilpres, dan juga kalau Golkar meraih suara signifikan di pemilu 2014. Ical memang punya peluang. Ia ketua partai besar yang punya kans jadi jawara pemilihan. Ical juga kaya raya, bahkan pernah tercatat sebagai orang terkaya di tanah air versi majalah Forbes, kendati kemudian melorot urutannya. Artinya modal politik dan finansial sudah digenggam Ical. Ical juga punya beberapa media, yakni tiga media, yakni TV One, An TV dan vivanews.com. Itu pun bisa jadi modal Ical untuk pecitraannya menuju RI-1. Tapi bukan berarti mulus-mulus saja, sebab beberapa pengamat politik mengatakan, Ical bakal terhadang kasus Lapindo. Kasus lumpur itu, diperkirakan oleh para pengamat bakal dijadikan senjata oleh para pesaingnya dalam pemilihan presiden. Kasus Lapindo, memang sampai saat ini masih kontroversial. Lumpur yang terus menyembur, dan banyak korban dari semburan lumpur yang belum tertalangi, seakan terus menjadi beban yang mengejar-ngejar Ical dalam mengejar ambisinya menjadi RI-1. Tapi juga, bukan berarti hanya Ical dari kandang beringin yang punya ambisi menuju istana. Mantan Ketua Umum Golkar, Jusuf Kalla juga sepertinya belum redup ambisinya untuk jadi RI-1. Kalla, dalam Pilpres 2009, maju gelanggang menantang SBY, duetnya ketika Pilpres 2004. Sayang, Kalla jeblok. Berpasangan dengan Wiranto, Kalla ada di urutan buncit hasil Pilpres 2009, di bawah SBY-Boediono dan Megawati-Prabowo. Wiranto sendiri, pada Pilpres 2004, adalah calon presiden dari Golkar, setelah menang konvensi penjaringan capres. Berpasangan dengan Salahuddin Wahid, Wiranto bersaing memperebutkan kursi RI-1. Penantangnya adalah duet Megawati- Hasyim Muzadi dan SBY-Jusuf Kalla. Sejarah kemudian mencatatkan, SBY-Jusuf Kalla menang. Wiranto-Salahuddin, bahkan gugur di putaran satu. Di 2009, Wiranto maju lagi ke gelanggang Pilpres, kali ini berpasangan dengan Kalla, pesaingnya di Pilpres 2014. Kalla, yang saat ini menjadi Ketua Umum PMI, ternyata masih menyimpan hasrat menuju Istana Merdeka. Walau samar-samar, tapi Kalla tak menolak bila memang ada yang mencalonkan. Setidaknya itu yang dicatat media dari pernyataan saudagar asal Bugis itu. Nama lainnya, yang juga kencang di sebut adalah Hatta Rajasa. Hatta saat ini di kabinet SBY-Boediono adalah Menko Perekonomian. Selain sebagai Menko, Hatta juga saat ini adalah Ketua Umum PAN, partai yang kelahirannya di bidani oleh Amien Rais. Amien sendiri, pernah maju gelanggang Pilpres pada 2004. Sayang, berpasangan dengan Siswono Yudhohusodo, Amien kurang mujur, gugur di putaran pertama. Nama Hatta kini oleh para pengurus partainya, di gadang-gadang cocok jadi RI-1. Peluang untuk maju memang cukup besar. Bila PAN bisa menangguk suara signifikan, apalagi raupannya bisa memenuhi syarat pencalonan, tentu Hatta bisa maju. Apalagi PAN tak kenal konvensi. Jadi siapa jadi ketua umum, itu yang bakal dimajukan. Bila PAN, raupan suaranya kurang mengkilap, masih ada harapan bagi Hatta. Misalnya dicalonkan Demokrat-PAN. Posisi Hatta selain sebagai Menko, yang artinya tangan kanan SBY, juga Hatta adalah besan dari Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu, setelah putrinya Rubiya Rajasa di persunting Edhie Baskoro Yudhoyono, putra bungsu dari SBY. Kemungkinan itu bisa saja terjadi dan rasanya masuk logika hitung-hitungan matematika politik. Tapi Hatta pun sepertinya punya masalah yang bisa dijadikan alat serang pesaingnya. Namanya di sebut-sebut dalam kasus hibah kereta listrik dari Jepang. Kasus kereta itu menyeret anak buah Hatta, ketika menjadi Menteri Perhubungan. Kasus itu baru menyentuh eks dirjen di kementerian perhubungan. Sampai saat ini, Hatta masih aman. Nama lainnya, adalah Prabowo Subianto. Mantan Pangkostrad itu kini menjadi Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra. Ambisi Prabowo menjadi RI-1 memang cukup besar. Dan dirintis tak hanya ketika ia sekarang punya partai sendiri. Dulu, kala Prabowo masih di Golkar, purnawirawan Jenderal bintang tiga itu pernah mencoba membuka jalan ke istana merdeka, dengan ikut konvensi. Sayang ia tak menang dan pemenangnya adalah Wiranto. Kemudian pada Pilpres 2009, Prabowo menjadi teman duet Megawati, Ketua Umum PDI-P. Sebelum berpasangan dengan Mega, putra dari begawan ekonomi Soemitro Djodjohadikusumo itu begitu berambisi maju sebagai capres. Sayang, Partai Gerindra yang didirikannya tak bisa memajukan Prabowo, karena raihan suaranya tak sesuai harapan. Maka, opsi berkoalisi dengan partai lain tak bisa dihindari. Dan dengan PDI-P, Prabowo sepakat maju sebagai calon RI-2, berpasangan dengan Mega yang diplot jadi calon RI-1. Prabowo pun punya catatan yang cukup menjadi masalah bagi jejak rekamnya. Ia pernah tersangkut kasus penculikan aktivis, kala Soeharto, masih berkuasa sebagai presiden. Kala itu Prabowo, adalah menantu penguasa rezim orde baru tersebut dan menjadi Danjen Kopassus, satuan elit TNI-AD. Karena kasus itu, Prabowo diberhentikan sebagai Pangkostrad oleh sebuah sidang Dewan Kehormatan Militer, dimana salah satu anggotanya ketika itu adalah SBY. Atau dalam kata lain Prabowo dipensiunkan dini. Saat itu, Soeharto sudah lengser, dan digantikan Habibie, wakilnya. Padahal, kalau melihat tradisi, jalur Pangkostrad adalah loncatan ke posisi Kasad. Bisa jadi setelah itu menjadi panglima. Kini, usai kalah di Pilpres 2009, Prabowo lewat Gerindra kembali lagi meretas asa di 2014. Iklannya kini sudah banyak terlihat tayang di stasiun-stasiun televisi. Wiranto, mantan Panglima TNI juga masih punya ambisi. Kalah di 2004, dan di 2009, tak lantas melarungkan keinginan Wiranto menuju Istana. Lewat Partai Hanura yang ia dirikan dan pimpin hingga saat ini, asa politik itu terus diretas. Di Hanura, Wiranto adalah ketua umum. Artinya bila Hanura menang besar di pemilu legislatif 2014, dipastikan Wiranto yang bakal di sorong. Apakah Wiranto bakal melirik Kalla dan bertukar posisi? Hasil pemilu 2014 yang akan menjawabnya. Nama lainnya, kendati samar-samar tapi juga isyaratnya sudah mengarah, adalah Sutiyoso. Mantan Gubernur DKI itu, kini memimpin PKPI, partai yang didirikan Edi Sudrajat. Sebelum Pilpres 2009 digelar, jauh-jauh hari Sutiyoso sudah mendeklarasikan siap menjadi capres. Sayang usahanya melobi partai-partai, tak membuahkan hasil. Bang Yos pun, demikian panggilannya ketika jadi gubernur ibukota, gagal maju gelanggang. Gagal sebelum bertarung. Kini Sutiyoso, jadi Ketua Umum PKPI. Dan sepertinya hasrat menjadi presiden belumlah padam. Pendatang baru tapi muka lama yang juga terlihat berambisi ingin menjadi RI-1 adalah Surya Paloh. Mantan Ketua Dewan Penasehat Golkar di era Jusuf Kalla menjadi ketua umum, kini menjadi aktor dibalik Partai Nasional Demokrat. Di Nasdem, juga bercokol Harry Tanoesoedibjo, pemilik RCTI, MNC TV (TPI dulu-red), Global TV, Koran Seputar Indonesia, okezone.com dan radio Sindo yang dulu bernama Trijaya. Jadilah Nasdem di sokong dua emperium media, yakni MNC Grup milik Harry Tanoe dan Media Grup milik Surya Paloh. Media Grup sendiri memiliki Metro TV, Koran Media Indonesia, dan beberapa jaringan koran di daerah. Saat menjadi Ketua Dewan Penasehat Golkar, Paloh sempat bertarung di Munas Golkar memperebutkan kursi ketua umum. Sayang, Paloh gagal dikalahkan Ical. Pasca kalah, Paloh menyempal dari beringin, dan mendirikan Nasdem. Kini Nasdem sudah menjadi partai, bahkan satu-satunya partai baru yang lolos verifikasi Kementerian Hukum dan HAM. Nama mantan Menteri Keuangan, Sri Mulyani juga digadang-gadang. Kendaraan politik sudah disiapkan, yakni Partai Serikat Rakyat Independen (SRI). Saat didirikan, partai itu sudah terang-terangan mengusung Srimulyani for RI-1. Sayang Partai SRI gagal, terhadang proses verifikasi di Kementerian Hukum dan HAM. Sri Mulyani kini berkarir di Bang Dunia, sebagai salah satu directornya. Nama Sri Mulyani, pernah terseret-seret dalam kasus bailout Bank Century yang sampai sekarang masih ramai dijadikan alat saling serang para politisi. Bisa jadi, kalau Sri Mulyani maju, Century jadi alat serang lawan politiknya. Sedangkan Megawati, sepertinya masih figur harga mati bagi PDI-P sebagai calon presidennya. Meski sempat digoyang pernyataan Taufik Kiemas, suaminya sendiri, yang menyarankan, sebaiknya Mega tak lagi nyalon, tapi arus suara banteng masih setia pada Mega. Mega sendiri pernah jadi presiden menggantikan Gus Dur yang dimundurkan di tengah jalan. Lalu maju bersaing dalam Pilpres 2004, berpasangan dengan Hasyim Muzadi, tapi kemudian kalah oleh duet SBY-Jusuf Kalla. Di Pilpres 2009, Mega kembali mencoba peruntungannya. Berpasangan dengan Prabowo, Mega kembali menantang SBY yang kali ini berduet dengan Boediono. Lagi-lagi Mega harus menelan pil pahit, gagal membalas kekalahannya dari SBY. Lainnya, mencuat nama Mahfud MD, Puan Maharani dan Djoko Suyanto, namun masih timbul tenggelam. Muncul juga nama Jenderal Pramono Edhie Wibowo, adik ipar SBY yang kini menjadi Kasad TNI. Tapi itu juga masih samar-samar. Banyak juga ternyata yang berambisi menggantikan SBY, dan ingin masuk Istana. SBY sendiri bahkan menyebut ada 26 orang yang ia catat ingin menggantikan dirinya. Sayang ia tak membebernama. Padahal istrinya, Ani Yudhoyono juga pernah disebut-sebut bakal nyalon di Pilpres. Tapi dibantah oleh SBY sendiri. Apakah dari 26 nama yang ia catat, istrinya adalah salah satunya? Hanya SBY yang tahu. Saya sendiri punya jagoan. Dan ingin mendaftarkannya di kompasiana. Awalnya ingin Faisal Basri yang jadi capres, tapi ekonom UI itu sudah maju ke Pilkada DKI. Tinggal satu nama lagi, yang ingin saya daftarkan ke bursa, yaitu Djoko Widodo alias Jokowi. Menurut saya, ia layak jadi presiden. Punya karakter kuat sebagai pemimpin. Tapi bila Jokowi tak mau, saya mau daftarkan Dahlan Iskan. Itu menurut saya, bagaimana dengan anda? Silahkan daftarkan juga jagoannya, biar ramai. Daftar dari kompasiana dulu, biar tak hanya partai yang terus berkoar tentang siapa yang pantas jadi capres. Monggo ditunggu...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun