Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bisnis ‘Batubara Putih’ Di Perbatasan

26 Maret 2014   03:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:28 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wilayah perbatasan Indonesia dengan negara lain, teramat luas.  Sementara personel pengamanan di perbatasan belum mampu mengcover luasnya garis batas negara. Maka, perbatasan pun menjadi wilayah yang rawan bagi praktek kejahatan, seperti penyelundupan, ilegal loging, dan kegiatan haram lainnya. Salah satu wilayah perbatasan yang rawan terhadap praktek  kejahatan adalah Kalimantan bagian Utara. Saat ini, wilayah tersebut sudah dikembangkan, menjadi dua provinsi yaitu Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.  Dibentuknya provinsi baru, Kalimantan Utara, dimaksudkan, agar pembangunan di perbatasan bisa dipercepat. Sehingga, cita-cita besar menjadikan perbatasan sebagai  beranda depan negara bisa diwujudkan.

Namun, harus diakui luasnya wilayah perbatasan yang mesti dijaga, masih menyisakan banyak celah yang acapkali dimanfaatkan ‘oknum-oknum’ memuluskan kegiatan ilegalnya. Salah satu kegiatan ilegal yang kerapkali memanfaatkan masih bolong-bolongnya  penjagaan di perbatasan, adalah penyelundupan narkotika. Sekretaris Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Triyono Budi Sasongko, mengungkap itu,  saat membuka seminar,” Penyelundupan dan Peredaran Narkoba di Kawasan Perbatasan,” di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Triyono mengakui, bila kawasan perbatasan masih menjadi wilayah yang rawan bagi berbagai bentuk tindak kejahatan, termasuk penyelundupan narkoba.Wilayah perbatasan antara  Indonesia dan Malaysia, adalah salah satunya. Jalur perbatasan di Kalimantan bagian Utara  yang panjangnya mencapai 1.038 kilometer  belum terawasi optimal.  Jumlah pos pengamanan perbatasan belum memadai. Personil keamanan pun masih terbatas. Itu yang membuat  wilayah perbatasan masih menjadi daerah yang rawan.

“Begitu pula dengan kondisi masih banyaknya jalur-jalur tikus di kawasan perbatasan, sehingga menjadi rawan menjadi jalur kejahatan transnasional, termasuk peredaran narkoba,” kata Triyono.

Bahkan, kata Triyono,  intensitas penyelundupan narkoba lewat jalur perbatasan makin mengkhawatirkan.  Faktanya peredaran narkoba di perbatasan di Kalimantan sendiri, tertinggi ketiga setelah DKI Jakarta dan Kepulauan Riau. Asisten Deputi Pengelolaan Lintas Batas Negara BNPP,  Soni Sumarsono juga menguatkan itu. Ia pun mencontohkan kasus penyelundupan narkoba yang berhasil dibongkar oleh prajurit TNI yang berjaga di Tawau, wilayah perbatasan antara Malaysia dan Indonesia. Saat ini, personel TNI berhasil menggagalkan penyelundupan 7,95 kilogram sabu yang coba diselundupan dari Tawau melalu wilayah Sebatik, Nunukan.  Soni mengakui, banyaknya jalan tikus membuat para penyelundup dengan mudahnya menyelundupkan barang-barang haram untuk dimasukan ke Indonesia. Salah satu yang kerap memanfaatkan jalan-jalan tikus itu adalah para bandar narkoba.

“ Ada juga kasus-kasus pengamanan sejumlah barang terlarang yang berhasil digagalkan melalui aparat Bea Cukai di pos-pos perlintasan, maupun oleh jajaran Polri di kawasan perbatasan,” katanya.

Para bandar juga, kata Soni, tak segan-segan memperalat para TKI yang hilir mudik keluar masuk wilayah perbatasan. Godaan uang membuat para TKI mudah terbujuk untuk menjadi kurir ‘barang haram’. “ Ini harus menjadi perhatian bersama,”katanya.

Kesaksian Aksan, seorang petugas Badan Narkotika Nasional (BNN), yang pernah ditugaskan di wilayah perbatasan Nunukan, kian menguatkan itu. Perbatasan, kata dia, sudah menjadi ‘wilayah’ yang empuk bagi para bandar narkoba meloloskan barang haram. Perbatasan, bisa dikatakan sudah menjadi jalur distribusi penting bagi peredaran narkoba dari luar menuju Indonesia.  Ia pun menceritakan sekelumit kisahnya saat ditugaskan mengumpulkan informasi tentang praktek penyelundupan narkoba di perbatasan Indonesia-Malaysia di wilayah Nunukan.

“ Saya diutus ke Nunukan. Mungkin karena di Nunukan itu pada dasarnya mayoritas Suku Bugis. Kebetulan saya orang Bugis.  Jadi saya diutus, agar bisa menyesuaikan dengan gaya hidup di sana dan cara bicara orang Nunukan,” kata Aksan.

Datang ke Nunukan, ia pun bergaya seperti orang biasa saja, bersandal jepit. Sebab bila datang perlente, jejaring para bandar akan curiga. Di Nunukan pula, ia banyak mendapatkan info tentang penyelundupan narkoba. Diantaranya berbuah penangkapan.

“ Mekanis jaringan mereka, melalui Nunukan. Mereka pakai dua tenaga, dari Malaysia, juga dari Nunukan. Tapi semua dari Suku Bugis.  Narkoba disana dikenal dengan istilah “batubara putih” yaitu sabu. Nah, kalau batubara hitam untuk bahan bakar, ‘batubara putih’ itu untuk kenikmatan,” katanya.

Menurut Aksan, kenapa para bandar mudah masuk dan memperalat warga setempat, selain karena masalah ekonomi, juga karena rata-rata SDM di sana masih rendah.  Dan yang bikin repot lagi, banyak kerabat dari masyarakat di Nunukan, sudah menjadi warga Malaysia. Selain itu banyaknya jalur tikus yang memudahkan masuknya narkoba ke Indonesia.

“ Di Sungai Nyamuk misalnya, sebuah kelurahan yang ada di Sebatik, Nunukan. Di sana banyak pelabuhan kecil. Dari sanalah keluar masuknya narkoba.  Bahkan ada dermaga di bawah rumah-rumah warga. Lewat kolong rumah itu, transaksi narkoba dilakukan. Pengamana  longgar, memang menjadi persoalan,” ujarnya.

Transaksi pun kata dia, biasanya dilakukan pagi buta, antara pukul 5 sampai 6. Atau malam hari. Jarak yang dekat antara Nunukan dan Malaysia yang bisa ditempuh hanya dengan 10 menit, membuat pergerakan para pengedar masih sulit di deteksi. “ Karena begitu kapal datang, seorang naik, lalu cepat langsung cabut,” kata dia.

Aksan juga mengkritik cara kerja bagian custom dan imigrasi Indonesia yang bertugas disana. Dari pantauannya, pemeriksaan oleh bagian custom dan imigrasi Indonesia terhadap para pelintas batas tidak ketat, bahkan terkesan asal-asalan. Padahal di Malaysia, pemeriksaan oleh bagian imigrasinya sangat ketat, dengan memakai pemeriksaan sidik jari segala rupa.

“ Tapi ketika masuk ke Indonesia, cepat selesai. Karena petugasnya pingin cepat-cepat pulang. Contoh pihak imigrasi itu kalau cek paspor ya asal cap-cap saja. Beda dengan petugas Malaysia, sampai dipelototi mukanya, apakah benar dia itu pemilik paspor. Di kita enggak ada seperti itu,” katanya.

Apalagi bila datang kapal dengan penumpang banyak, biasanya cukup satu orang bawa setumpuk paspor untuk dibawa ke petugas pemeriksa. Jadi bisa kolektif pemeriksaannya.  Di bagian Custom juga demikian, orang seenaknya keluar masuk. Padahal wilayah pabean mestinya sangat  ketat.

“Ini orang jemput barang, dia pakai helm, dibiarkan saja. Waktu saya tanya-tanya kenapa begitu, katanya udah biasa, karena dia orang sini. Jadi itu dijadikan celah bagi yang mau melakukan kejahatan misal menyelundupkan narkoba,” kata Aksan.

Di seminar yang sama, Kasubdit Interdiksi Darat dan Lintas Batas BNN,  Aan Andriana mengakui, bila Kalimantan bagian Utara merupakan kawasan perbatasan yang rawan terhadap peredaran narkotika jenis shabu dan ekstasi.   Wilayah Kalimantan bagian Utara, biasanya jalur favorit penyelundup narkoba dari Iran.

“ Masuk lewat  Kuala Lumpur lalu ke Tawau, Nunukan, sasaran akhirnya ke Pare-Pare dan beberapa daerah lainnya,” ujarnya.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun