Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Berdalih Sakit, Melarikan Diri Kemudian

15 Maret 2012   08:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:01 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13318017781493251246

[caption id="attachment_176561" align="aligncenter" width="620" caption="Mantan Anggota DPR dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Ali Mudhori, tiba di kantor KPK Jakarta Selatan untuk menjalani pemeriksaan, Kamis (15/9/2011). Ali Mudhori diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan suap proyek infrastruktur transmigrasi untuk tersangka Dharnawati./Admin (Tribunnews/Herudin))"][/caption] Ali Mudhori, adalah salah satu saksi kunci dalam kasus proyek Dana Pembangunan Percepatan Infrastruktur Daerah (PPID), di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Beberapa pejabat di kementerian itu sudah terseret kasus tersebut. Termasuk Dhanarwati, pengusaha yang mengerjakan proyek itu. Bahkan nama Muhaimin Iskandar, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi ikut disebut-sebut. Tapi Muhaimin membantahnya dan mengaku namanya dicatut. Ali Mudhori, mantan Anggota DPR dari PKB itu, diharapkan bisa membuka kotak pandora kasus PPID di Kemenakertrans. Tapi Ali coba berkelit, beberapa kali mangkir dari panggilan untuk bersaksi di pengadilan dengan alasan sakit. Bahkan petugas KPK sampai harus menjemputnya paksa ke tempat tinggal Ali. Namun memang, dalih sakit, acapkali yang paling digemari oleh orang yang tersangkut kasus korupsi. Cerita tentang pemberantasan korupsi di Indonesia, selalu dibumbui kisah sakit para tersangka dan terdakwanya. Salah satunya adalah Ali Mudhori, kendati Ali bukanlah satu-satunya, karena banyak juga pelaku lainnya yang menggunakan dalih sakit. Entah mereka sedang memainkan drama atau bersinetron ria dengan menggunakan alasan sakit untuk mengulur proses hukum yang menjeratnya. Atau benar-benar didera penyakit. " Mereka sedang memainkan sinetron, " kata Peneliti Korupsi dari Indonesian Corruption Watch (ICW), Abdullah Dahlan, saat berbincang dengan saya, kemarin. Abdullah tak yakin mereka yang terjerat korupsi dan mengaku sakit, benar-benar sakit. Itu hanya dalih, kata Abdullah. Dan dalih sakit adalah senjata klasik pelaku korupsi. Sudah banyak cerita rumus sakit dalam sejarah pemberantasan korupsi di negeri ini. Setengah berkelakar, Abdullah mengatakan sakit adalah kata yang paling favorit dalam kamus korupsi. Bukan hanya Ali Mudhori yang mempraktekan rumus itu untuk berkelit, tapi banyak pelaku korupsi lainnya yang sudah terlebih dulu memakainya. Bahkan tak sekedar siasat untuk mangkir, namun cara menuju jalan buron. " Dalih sakit seringkali menjadi jurus para pihak baik saksi maupun tersangka jika akan di proses," kata Abdullah. Sakit setidaknya efektif untuk mengulur waktu. Atau menghindar dari proses penyidikan. Dan itu pula yang dipakai Ali Mudhori, untuk mangkir berkali-kali, bahkan sampai harus dijemput paksa. Mudhori, kata Abdullah, sepertinya sudah berguru pada pelaku lain, menggunakan jurus sakit untuk berkelit. " Ini trik mereka untuk menghindar dan mengulur-ulur proses penyidikan," katanya. Jurus sakit pelaku korupsi, harus disiasati, ujar Abdullah. Penegak hukum harus punya jurus tandingannya, agar dalih sakit tak terus jadi siasat berkelit pelaku korupsi. Caranya, bila perlu begitu si pelaku atau terduga sudah melayangkan surat sakti keterangan sakit, penegak hukum harus segera memastikan, apakah ia benar-benar sakit, atau hanya sebuah dalih. " Caranya pihak penegak hukum maupun peradilan harus memiliki tim medis independen dalam menilai, misal KPK harus ada tim dokter khusus yang di tunjuk untuk menilai kondisi para pihak yang mendalihkan mereka sakit," urainya. Dan kata Abdullah, second opinion atas keterangan sakit itu harus dilakukan sesegera mungkin. Misalnya, dilakukan begitu surat keterangan sakit diterima. Segala celah yang biasa digunakan untuk berkelit pelaku korupsi, harus di sumbat. Bukan hanya remisi yang diketatkan, tapi juga menutup lubang diobralnya alasan sakit. Karena dalih sakit, kini kata Abdullah tak sekedar trik tapi sudah jadi modus untuk melarikan diri. " Karena dalih sakit sudah menjadi modus umum yang sering di gunakan bukan hanya untuk mangkir, tapi juga melarikan diri," katanya. Berawal dari sakit, berujung ke pelarian, memang bukan cerita aneh di Indonesia. Khususnya di panggung pemberantasan korupsi. Eddy Tansil misalnya, terpidana kasus korupsi pembobolan Bank Bappindo sebesar 1,3 trilyun lewat Golden Key Group, berdalih sakit dulu, sebelum melanggang kabur. Eddy kala itu mengaku sakit jantung, dan kemudian mendapat rekomendasi untuk di rawat di RS Harapan Kita, Jakarta. Kini, Eddy tak diketahui rimbanya. ICW sendiri mencatat sekitar 40-an lebih pelaku yang terjerat kasus korupsi kabur ke luar Indonesia. Kebanyak menggunakan jurus yang sekarang di pakai Ali Mudhori, mengaku sakit, melarikan diri kemudian. Kasus BLBI yang paling banyak mencatatkan jurus itu. Contohnya, Sjamsul Nursalim, bos Grup Gajah Tunggal, tersangka kasus korupsi BLBI, mengaku sakit kemudian di rawat di Tokyo, Jepang, lalu menghilang. Kasus Sjamsul tak main-main, kerugian negara mencapai Rp 6,9 triliun dan 96,7 juta dollar Amerika. Lainnya adalah, Bambang Sutrisno (Bank Surya), Andrian Kiki Ariawan (Bank Surya), Eko Adi Putranto (Bank Harapan Sentosa), Sherny Konjongiang (Bank Harapan Sentosa), Samadikun Hartono (Bank Modern) dan lainnya. Semuanya terlibat kasus BLBI. Cerita lain dari jurus sakit, melarikan kemudian yang masih hangat adalah kasus M Nazaruddin. Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu terlibat kasus suap Wisma Atlet. Ia sempat buron, setelah sebelumnya mengaku sakit dan hendak berobat ke Singapura. Tapi Nazar kemudian menghilang, sebelum akhirnya ditangkap di Kolumbia. Nunun Nurbaeti, istri mantan Wakapolri, Adang Daradjatun, sebelum ditangkap di Thailand juga mengaku sakit terlebih dahulu. Dengan alasan berobat dari penyakit lupa ingatannya, Nunun yang terlibat kasus cek pelawat, pergi ke Singapura, tapi kemudian tertangkap di Thailand. Mungkin yang beruntung adalah Syaukani KR, mantan Bupati Kutai Kartanegara itu yang bisa bebas dari bui, setelah mendapat grasi karena sakitnya. Syaukani bebas, pada 18 Agustus 2010, setelah Presiden SBY mengeluarkan keputusan grasinya untuk Syaukani dengan pertimbangan kemanusian yang bersangkutan sakit akut. " Aparat jangan percaya pelaku korupsi yang tiba-tiba mengaku sakit," kata Koordinator Indonesian Budgeting Center (IBC), Arif Nuralam. Kata Arif, dalih sakit adalah modus lama pelaku korupsi. Dari dulu hingga sekarang, jurus itu tetap dipakai. Aparat harus kreatif, khususnya KPK yang diberi mandat khusus memberantas korupsi. " Jangan bisa dikibulin, segera minta konfirmasi ke dokternya dan meminta dokter pembanding atas keterangan sakit itu, begitu diterima surat keterangan sakit," kata Arif. Mereka, para pelaku korupsi, kata Arif hanya mencari lengah penegak hukum. Serta mengintip celah untuk berkelit, bahkan melarikan diri. Dan jurus mengaku sakit yang sering digunakan. " Mereka itu cari lengah, dan melihat ruang mana yang bisa dipakai berkelit dan melarikan diri," ujarnya. Ia bahkan meminta, agar dalih sakit dipertimbangkan untuk memperberat hukuman. Karena ia tak percaya, sakitnya pelaku korupsi itu benar adanya. Banyaknya hanya modus. " Sakitnya koruptor banyak bohongnya," tukasnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun