Peneliti senior Indonesian Audit Watch (IAW), Slamat Tambunan, meminta Jaksa Agung Basrief Arief diminta memerika Asisten Tindak Pidana Khusus (Apidsus) Kejaksaan Tinggi Kepulauan Bangka Belitung, Ariefsyah Mulia Siregar. Ia merasa heran, kenapa Ariesyah ngeyel terus memeriksa kasus pengelolaan dana hibah kepada KONI Kabupaten Bangka Selatan tahun anggaran 2010, untuk pelaksanaan Pekan Olahraga III Provinsi Babel. Padahal, hasil laporan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), menyatakan tak ada kerugian negara.
"Ariefsyah Mulia Siregar diduga telah melawan hukum terhadap laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK. Kami sudah melayangkan surat kepada Jaksa Agung,” kata Slamat dalam keterangan persnya yang dikirimkan via surat elektronik di Jakarta, Kamis, 20 Februari 2014.
Sikap ngeyel Apidsus Kejati Babel itu dimata Slamat, adalah bentuk perbuatan yang telah melawan Undang-Undang BPK No 15 tahun 2006. Slamat mengaku, sudah mendapat surat kuasa dari Ketua KONI Kabupaten Bangka Selatan, Sofian, AP, untuk meminta Jaksa Agung memeriksa Ariefsyah. Menurut dia, BPK sendiri yang diminta Kejati Babel untuk melakukan penghitungan kerugian negara sudah menyatakan tak ada bukti dalam kasus dana hibah untuk KONI Kabupaten Babel. Laporan BPK itu tertuang dalam surat nomor 22/S/XVIII/03/2013 yang menyatakan tidak terdapat hal atau bukti baru atas temuan pemeriksaan yang diangkat oleh BPK.
“Dengan tegas BPK menyatakan bahwa Kejati Babel belum dapat menunjukkan terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana korupsi didalam tuduhannya itu," ujar Slamat.
Ia pun meminta Jaksa Agung untuk tegas, menghentikan seluruh penyelidikan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam 4 tahun ini terhadap satu mata anggaran yang sudah diaudit BPK. Ia heran, tuduhan dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan dana hibah KONI 2010 dilakukan berulang-ulang. Sebelumnya kata Slamat, Kejati Babel pernah mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan nomor PRINT-02/N.9/Fd.1/09/2011 tanggal 16 September 2011 lalu Surat Perintah Penyidikan nomor PRINT 01/N.9/Fd.1/01/2011 tanggal 4 Januari 2011.
"Mereka meminta meminta BPK mengaudit ada atau tidak kerugian negara. Ternyata hasilnya BPK tidak menemukan adanya kerugian negara. Tapi meski BPK sudah menyatakan itu dalam laporannya, Kejati tetap ngeyel. Faktanya Surat Perintah Penyidikan nomor PRINT 01/N.9/Fd.1/01/2011 tanggal 4 Januari 2011 justru masih diperbaharui dengan keluarnya Surat Perintah Penyidikan Kejati Babel nomor: PRINT 03/N.9/Fd.1/06/2013 tanggal 10 Juni 2013 dan dengan surat nomor PRINT-03A/N.9/Fd.1/09/2013 tanggal 23 September 2013 dalam kaitan perkara yang sama. Itu kan namanya ngeyel,” urai Slamat.
Slamat menegaskan, Kejaksaan tak punya kewenangan untuk menghitung, apalagi menyatakan ada kerugian negara dalam penyidikan yang mereka lakukan. Sebab menurut UU, kewenangan itu ada ditangan BPK.
" Jangan sampai ini ada penyalahgunaan wewenang," kata Slamat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H