Kerja sama yang dilakukan antara Kementerian Pariwisata (Kemenpar) dengan AirAsia dalam rangka promosi penerbangan ke Indonesia melalui kampanye pemasaran di Australia dipertanyakan.Â
Pihak Kemenpar sendiri berdalih kerja sama dengan Air Asia lebih murah dibandingkan memasang iklan di luar negeri maupun media. Tapi  yang jadi pertanyaan, kenapa menggandeng Air Asia yang notabene adalah maskapai atau perusahaan swasta asing. Kenapa tidak menggandeng perusahaan milik negara atau perusahaan swasta nasional.
Adalah Clance Teddy, Sekretaris Jenderal DPP Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) yang mempertanyakan itu dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Minggu (9/6).Â
Clance mengaku agak heran dengan langkah yang ditempuh Kemenpar menggandeng perusahaan swasta asing untuk mempromosikan pariwisata Indonesia. Padahal, banyak perusahaan nasional, terutama BUMN yang bisa digandeng dan punya kemampuan yang sama. Karena itu Clance mendesak model kerja sama seperti ini harus ditinjau kembali oleh Menteri Pariwisata Arief Yahya.
"Kemenpar semestinya memaksimalkan peranan perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor pariwisata, penerbangan dan lainnya untuk mempromosikan wisata Wonderful Indonesia," katanya.
Di tengah spirit untuk bisa mandiri dengan tangan sendiri, dan lebih mengutamakan potensi anak bangsa, Clance agak heran dengan langkah Kemenpar menggandeng pihak swasta asing. Padahal, Kemenpar sendiri sudah menjalin kerja sama dengan BUMN. Ia pun bertanya-tanya, kenapa sekarang justru merangkul pihak asing.
"Yang jadi pertanyaan kenapa justru menggandeng perusahaan swasta asing? Kita tahu sudah ada BUMN yang diajak kerja sama Kemenpar," kata Clance.
Clance menambahkan mestinya kerja sama dengan perusahaan nasional, terutama BUMN lebih diintensifkan dan ditingkatkan. Tidak kemudian mencari jalan instan dengan menggandeng pihak swasta asing. Memang kerja sama dengan pihak asing tak diharamkan. Tapi kalau bisa bekerjasama dengan sesama anak bangsa itu lebih baik. Sebab kalau menggandeng BUMN, ini bukan semata bicara bisnis saja, tapi jauh lebih dari itu.Â
Ini bicara soal spirit nasionalisme. Apalagi yang dipromosikan adalah potensi atau daya tarik pariwisata negeri sendiri. Kalau pihak anak negeri yang melakukannya, mereka secara psikologis, merasa memiliki  dan punya ikatan emosional. Jadi kalkulasi tak semata bisnis saja.
"Ini yang mestinya lebih ditingkatkan dan diperhatikan. Apalagi peran perusahaan BUMN Penerbangan dalam menjalankan penugasan pemerintah sudah teruji, seperti membuka rute ke Saumlaki, Labuan Bajo, Sibolga, Belitung dan lain-lain yang tidak dibayar pemerintah," katanya.
Tidak hanya itu, Clance juga berpendapat kerja sama Kemenpar dan AirAsia sepertinya juga  perlu ditinjau dari aspek hukum. Ini sangat penting agar tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari.  Jadi tak ada salahnya untuk diantisipasi. Sehingga kedepan bisa dicegah  kemungkinan terjadinya kerugian yang muncul akibat kerja sama tersebut.