Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dwi Fungsi Akan Dihidupkan Lagi di Era Jokowi? Inisiator Garbi: Jangan Hancurkan Jatidiri TNI

5 Maret 2019   19:08 Diperbarui: 5 Maret 2019   19:19 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diskusi dengan tajuk Topic of the Week kembali digelar Sekretariat Nasional Prabowo-Sandi. Diskusi Topic of the Week merupakan agenda rutin Seknas Prabowo -Sandi yang digelar setiap hari Selasa tiap minggunya. Beragam isu dibahas dan dijadikan tema diskusi. Sejumlah pakar, praktisi dan politisi  dihadirkan sebagai narasumber. Diskusi Topic of the Week bisa dikatakan adalah cara dari kubu Prabowo dalam mengkritisi pemerintah dengan cara intelektual.

Kali ini, diskusi Topic of the Week yang digelar pada hari Selasa, 5 Februari 2019, tema yang diangkat adalah, " Rezim Jokowi Mau Hidupkan Dwifungsi TNI?". Seperti diketahui, isu tentang bakal dihidupkannya lagi dwi fungsi TNI mencuat seiring wacana penempatan perwira militer aktif di pos-pos sipil. Wacana itu pun dapat tentangan keras. Dianggap sebagai bibit dihidupkannya lagi dwifungsi TNI.

Ada pula yang mengaitkan wacana itu dengan kepentingan politik petahana di Pilpres. Petahana coba menggaet kalangan TNI dengan wacana penempatan perwira militer di pos-pos sipil. Lalu seperti apa pandangan para  narasumber yang dihadirkan dalam diskusi Topic of the Week bertema, " Rezim Jokowi Mau Hidupkan Dwifungsi TNI?". Ada empat narasumber yang dihadirkan untuk membedah isu dwifungsi TNI di tahun politik. Empat narasumber itu adalah Mahfudz Siddiq, mantan Ketua Komisi I DPR yang membidangi masalah pertahanan, Letjen (Purn) Suryo Prabowo, mantan Kepala Staf Umum TNI, Eggi Sudjana, politisi PAN dan Ubedilah Badrun, dosen ilmu politik dari Universitas Negeri Jakarta.

Mahfudz Siddiq menjadi pembicara pertama yang membedah isu dwifungsi TNI. Kata Mahfudz, kalau  bicara dwifungsi TNI, pertanyaannya apakah ini sebuah ancaman? Bagi Mahfudz, itu bukan ancaman. Mahfudz yakin,  dalam pikiran semua prajurit dan perwira TNI sudah tidak ada lagi pikiran yang  terlintas untuk kembali ke dwifungsi.

" Kalaupun ada orang yang punya pengaruh, untuk tarik gerbong TNI ke politik, saya yakin para prajurit dan perwira akan lebih dulu teriak," kata Mahfudz yang juga inisiator Gerakan Arah Baru Indonesia (Garbi) tersebut.

Bahkan menurut Mahfudz, era reformasi yang sekarang sudah berusia 20 tahun lebih, tak akan tetapi bila TNI tak memberi jalan. Bisa dikatakan TNI punya peran dan kontribusi sejarah, hingga kran reformasi dan demokrasi bisa terbuka dan dinikmati sekarang ini. Padahal,  dalam sejarah demokrasi di banyak negara berkembang, demokratisasi mengalami kegagalan karena dihadang, diganjal atau dihalangi kekuatan militer. Tapi di Indonesia, itu tidak terjadi. Justru TNI memberi ruang dan jalan bagi proses transisi demokrasi di Indonesia.

" Reformasi TNI, ini sudah bejalan 15 tahun. Dalam 15 tahun ini, kita lihat konsistensi TNI untuk melaksanakan agenda reformasi. Mewujudkan TNI sebagai institusi profesional dan demokratis. Selama 15 tahun kita tidak mencatat ada masalah serius yang tekrait pelanggaran serius yang dilakukan TNI," katanya.

Tak hanya itu, kata Mahfudz, TNI justru menunjukan kelegawaannya dengan bersedia dibawah Kementerian Pertahanan. Menurutnya, ini  membawa perubahan besar dalam kultur dan perilaku tentara. TNI juga berpisah dengan polisi. Tapi yang terjadi, UU Nomor 2/2002 tentang Polri, institusi Polri ditempatkan tidak di bawah kementerian apapun. Namun  langsung di bawah presiden. Dalam konteks reformasi, ini ada ketidakseimbangan.

" Tapi kita lihat 15 tahun TNI jalani itu dengan penuh kelegawaan. Tidak protes, ribut, apalagi berontak. Jadi sekarang TNI dan Polri secara UU dalam posisi yang tidak imbang," kata Mahfudz.

Karenanya kata Mahfudz, ia tertarik ide Suryo Prabowo, mantan Kasum TNI tentang perlunya dibangun keseimbangan antara dua aktor keamanan. Maka, jika sekarang TNI dibawah koordinasi Kemenhan, mestinya Polri juga  berada dibawah salah satu kementerian teknis. " Apa pilihannya? Itu nanti. Tapi ide ini sudah semestinya," ujarnya.

Namun memang lanjut Mahfudz, sekarang ini ada problem di tubuh TNI, dimana ada  hampir 1000 perwira TNI dan perwira menengah yang non job. Menurut dia, ada  dua cara mengatasi itu. Pertama, menerapkan Perpres Nomor 62 Tahun 2016. Perpres ini  disusun di era Panglima Gatot Nurmantyo.  Dalam Perpres ini, ada 60 jabatan baru secara klasifikasi akan ditempati 60 perwira tinggi baru. Namun Mahfud sedikit menyentil langkah Jokowi yang mengumumkan adanya 60 pos baru di TNI yang akan ditempati para perwira tinggi. Kata dia, mestinya Panglima TNI yang umumkan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun