Hari ini, Rabu, 4 April 2018, saya hendak pergi ke Bandung, tepatnya ke Jatinangor. Bukan mau jalan-jalan, tapi ini tunaikan tugas kantor, memenuhi undangan meliput kegiatan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo yang akan menghadiri acara reuni akbar alumni Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat. Â Dari kemarin, Pak Acho Maddaremmeng Kepala Bagian Humas Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri (Humas Kemendagri) sudah memberitahu,bahwa pergi ke Bandung tak naik bis. " Kang kita ke Bandung, naik kereta,kelas ekonomi tapi. Enggak apa-apa ya," katanya.
Soal ke Jatinangor, Rangga Staf Pak Acho, kembali mengingatkan, agar sudah sampai di Kemendagri, paling lambat pukul satu siang. "Kita berangkat bareng ke stasiunnya Kang," kata Rangga mewanti-wanti.
Rabu, 4 April, pukul 10 pagi, Â saya sudah siap berangkat. Mampir dulu ke warung burjo (bubur kacang ijo) langganan saya, yang letaknya tak jauh dari kompleks perumahan tempat saya tinggal. Pesan kopi, lalu ngobrol sebentar dengan si akang pelayan warung. Sempat ngobrol soal Persib. Si akang pelayan warung, memang Bobotoh sejati.
Segelas kopi habis sudah. Di luar hawa sudah menyengat,padahal baru pukul 10 pagi lewat. Hawa Jakarta dan sekitarnya akhir-akhir ini memang tak bersahabat. Jika siang, panasnya seperti sedang marah. Begitu menyengat. Menjelang tengah hari, saya sudah tiba di kantor Kemendagri di Jalan Mereka Utara, tak jauh dari komplek Monumen Nasional (Monas).
Di antar mobil milik Kemendagri, saya dengan tujuh wartawan meluncur ke stasiun Gambir yang memang jaraknya tak begitu jauh. Hanya beberapa menit, kami sudah tiba di Stasiun Gambir. Waktu sudah menunjukan pukul 15.00 lebih saat kami tiba di Gambir. Setelah tiket sudah di tangan, kami segera masuk ke dalam stasiun. Kereta Parahyangan yang akan mengantar kami ke Bandung telah siap di jalur relnya. Setelah itu langsung masuk  ke gerbong kelas ekonomi.
Suasana dalam gerbong,sudah ramai dengan penumpang. Kondisi ruang penumpang dalam gerbong cukup bersih. Kursinya juga lumayan empuk, meski sedikit keras. Hanya saja, sandaran kursi tak bisa diatur alias statis. Jadi, kurang begitu nyaman, karena tak bisa rebahan sedikit pun.
Di dekat kursi, menempel dengan dinding gerbong ada dua colokan listrik yang sangat berguna bagi yang butuh menambah daya baterai handphone. Maka, begitu duduk, saya langsung mencolokkan kabel charger dengan maksud menambah daya baterai handphone. Duduk disebelah saya, Carlos, salah seorang wartawan yang juga ikut ke Bandung. Ia, wartawan koran Suara Pembaruan, salah satu koran yang usianya cukup tua di Indonesia. Carlos juga, begitu duduk langsung mencolokkan kabel charger dan mengecas handphonenya. " Biar bisa main mobile legend kang," kata Carlos.
Mobile Legend sendiri adalah nama game online yang memang tengah banyak digandrungi. Carlos salah satu orang yang gandrung dengan game tersebut. Hampir tiada hari tanpa main mobile legend. Wartawan lain yang juga ikut, duduknya saling berdekatan.
Sambil menunggu kereta berangkat, saya sempat membuka berita dari handphone. Berita tentang puisi Sukmawati Soekarnoputri yang dinilai menghina umat Islam, masih ramai diberitakan berbagai portal berita. Sukmawati sendiri sudah minta maaf. Beberapa kelompok masyarakat berniat mengadukan Sukmawati ke Mabes Polri karena dianggap telah melakukan penistaan agama dengan puisinya yang kontroversial itu.
Sambil duduk menyandar ke kursi penumpang, saya berharap, kegaduhan puisi Sukmawati bisa cepat reda. Sukmawati sudah minta maaf. Sebaiknya dimaafkan saja dan permasalahan tak diperpanjang. Apalagi jika kemudian diikuti oleh aksi demonstrasi, sama saja itu menambah gaduh. Terlalu banyak energi yang terbuang, jika terus larut dalam permasalahan itu. Toh, yang membuat puisi sudah minta maaf.
Tidak beberapa lama, sekitar pukul 15.30, badan kereta terasa bergoyang, lalu terdengar bunyi roda kereta gemeretak melindas rel, tanda kereta hendak berangkat. Dan, kereta pun berangkat meninggalkan Stasiun Gambir. Di dalam kereta, saya sempat menyantap menu nasi rames yang ditawarkan pramugari kereta yang cantik dengan seragam birunya.
Menu nasi rames sendiri terdiri dari ayam penyet, perkedel, oreg tempe kering, sambal dan nasi putih. Lumayan ada rasanya, meski tak terlalu memanjakan lidah. Saya sempat tertidur. Bangun, ketika kereta sudah masuk daerah Purwakarta. Kata pramugari kereta, selepas Purwakarta, nanti kereta akan berhenti sebentar di Cimahi, untuk menurunkan penumpang yang turun di Cimahi. Setelah itu lanjut ke Stasiun Bandung, tempat pemberhentian terakhir.
Dari jendela kereta, Â saya sempat menangkap pemandangan indah, pesawahan yang menghijau, juga bukit-bukit kecil yang masih rimbun dengan pepohonan. Pemandangan yang jarang di temui di ibukota. Dari jendela kereta juga, mata bisa menikmati secuil suasana pemukiman warga di sepanjang jalur rel kereta.
Di stasiun Cimahi, kereta berhenti sejenak untuk menurunkan penumpang. Kemudian bergerak lagi menuju stasiun pemberhentian terakhir di Bandung. Di Cimahi, saya sempat tanya Bang Ken," Jam berapa Bang?"
"Sudah jam 18.24," jawab Bang Ken.
Bang Ken, salah satu wartawan yang juga ikut ke Bandung. Ia wartawan JPNN.com, salah satu portal berita milik Grup Jawa Pos, grup media milik Dahlan Iskan yang juga mantan Menteri BUMN di era Presiden SBY.
Menjelang pukul 19.00,kereta pun tiba di stasiun Bandung. Dari stasiun, kami ngekor ikut rombongan Pak Menteri (Mendagri). Kata Pak Acho, Pak Menteri mau ngajak makan malam. " Mau ngajak makan mie babat," kata Pak Acho, saat mau naik mobil.
Suasana Bandung malam itu, ramai. Lalu lintas cukup padat. Tapi makan malam di warung mie babat batal, karena warung tutup. Acara makan malam dialihkan ke rumah makan Sunda Bi Imas. Rumah makan ini,ada di daerah Balong Gede, Bandung. Di seberangnya rumah makan Ampera, yang juga terkenal dengan menu masakan Sundanya.
Di rumah makan Bi Imas, semua menu dipajang di meja panjang. Jadi pembeli, tinggal tunjuk menu yang mau disantap. Menunya cukup lengkap, mulai dari ikan mas goreng, bermacam pepes, sayur asem, macam ragam olahan daging ayam, lalapan sambel sampai karedok, semuanya makanan khas Sunda.
Pembeli di rumah makan Sunda Bi Imas malam itu cukup ramai. Saya dan beberapa wartawan, sampai harus menunggu dulu, agar dapat tempat duduk. Menjelang pukul 9 malam,Pak Menteri berangkat duluan menuju Jatinangor. Baru setengah jam kemudian, kami menyusul, karena tadi ada yang belum selesai makan.
Tiba di Jatinangor, menjelang pukul 22.00. Suasana Jatinangor malam itu,masih ramai. Warung makanan baik yang kaki lima maupun yang rumah makan permanen masih banyak yang buka. Jatinangor  sendiri  adalah daerah pendidikan. Di Jatinangor, ada beberapa kampus  universitas besar, antara lain kampus ITB, IPDN, IKOPIN dan UNPAD, dengan ribuan mahasiswanya. Ini yang membuat Jatingor tetap hidup. Bahkan wajah Jatinangor terus berubah. Kini bermunculan hotel dan apartemen, bahkan pusat perbelanjaan.
Tadinya, kami mau menginap di Easton Park, apartemen yang bisa disewakan. Tapi batal. Kami akhirnya menginap di guest house milik Pusat Pelatihan Sumber Daya Manusia Kemendagri (PPSDM Kemendagri). Pukul 22.00 lewat kami tiba di guest house PPSDM Kemendagri. Hawa dingin langsung menyergap. Bahkan malam itu, kabut turun.
Sebelum tidur, kami sempat mengobrol sebentar. Obrolan makin seru, karena kiriman kopi Aceh dari staf guest house. Pukul 2 malam,beberapa sudah masuk kamar dan rebahkan diri di kasur menjemput mimpi. Saya sendiri tak juga bisa tidur. Mungkin karena pengaruh kopi Aceh membuat kantuk tak juga datang.
Menjelang pukul empat pagi kantuk mulai datang. Pukul empat dini hari lewat beberapa menit,saya pun memutuskan masuk kamar dan menarik selimut. Hawa subuh menelusup sampai masuk kamar. Sekitar pukul enam, Rangga staf Humas Kemendagri membangunkan kami.
Dengan malas-malasan saya bangun. Karena kamar mandi masih dipakai, saya menyempatkan untuk menghirup udara pagi. Sangat menyegarkan hawa pagi itu. Dan, pemandangan dari muka guest house sangat menarik mata. Gunung Manglayang terlihat jelas dari teras guest house.
Setelah semua selesai mandi dan ganti pakaian,kami beringsut ke kampus IPDN, hendak meliput acara apel reuni akbar alumni sekolah penghasil pamong tersebut. Rencananya akan digelar upacara yang akan dihadiri para alumni IPDN. Pak Menteri sendiri yang akan memimpin upacara.
Pukul 8 pagi, upacara dimulai. Langit cerah, tanpa awan.hawa pun hangat. Sinar matahari menyiram sempurna sekujur lapangan, tempat upacara digelar di tengah kampus IPDN. Pak Menteri saat jadi inspektur upacara, dalam arahannya sempat menyinggung soal pernyataan ngibul Amien Rais. Dengan tegas Pak menteri mengatakan, apa yang sekarang sedang dan telah dikerjakan Pak Jokowi, bukan program ngibul. Lalu, keluarlah kata-kata Pak menteri yang cukup menohok. Sepertinya ditujukan langsung ke Pak Amien Rais. Kata dia, orang yang mengatakan program Pak Jokowi ngibul, adalah orang yang sedang bermimpi jadi presiden tapi tak kesampaian. Seperti diketahui, Pak Amien sempat maju sebagai calon presiden saat pemilihan presiden tahun 2004. Sayang, berpasangan dengan Siswono Yudhohusodo, Pak Amien gagal jadi presiden alias kalah dalam pemilihan. Yang jadi pemenang ketika itu adalah pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla. Kelak, Pak SBY akan jadi presiden dua periode sebelum akhirnya digantikan Pak Jokowi, bos Pak Tjahjo sekarang.
Usai upacara saya sempat menyaksikan aksi memukau grup drumband para praja IPDN. Bahkan, ketika di arena IPDN Expo, saya juga sempat menikmati permainan rampak gendang yang dimainkan para praja IPDN. Aksi rampak gendang cukup menghibur.
Selesai acara, kami kembali ke Bandung. Rencananya pulang ke Jakarta naik kereta lagi. Sempat mampir sebentar untuk makan siang di rumah makan Sunda. Menu pepes jamur, tumis genjer tauco, sambal dan pete bakar yang saya pesan cukup memuaskan. Hanya saja layanan lumayan lama. Itu saja minusnya.
Usai makan, dengan perut kenyang kami melanjutkan perjalanan ke stasiun Bandung. Menjelang pukul 14.00, kami tiba di stasiun. Turun dari mobil langsung bergegas masuk ke dalam stasiun. Kereta Parahyangan yang akan kami tumpangi sudah siap di jalur enam. Kali ini, kami naik di gerbong eksekutif, tak lagi di gerbong kelas ekonomi. Tentu ada perbedaan. Kursinya lebih empuk. Ruang kaki juga cukup lapang. Sandaran kursi pun bisa direbahkan. Maka, ketika kereta berangkat, ngobrol sebentar,kantuk sudah menyerbu. Saya pun tertidur. Terbangun, saat kereta tiba di stasiun Bekasi. Kereta berhenti sebentar.
Setelah itu kantuk tak lagi datang. Kereta kembali berhenti di stasiun Jatinegara untuk turunkan penumpang. Setelah penumpang yang turun di Jatinegara semuanya sudah keluar, kereta kembali berderak menuju stasiun Gambir, stasiun pemberhentian terakhir. Magrib telah lewat ketika kereta memasuki stasiun Gambir. Turun dari kereta saya dan yang lainnya bergegas menuju ke kantor Kemendagri dengan jalan kaki. Jarak stasiun Gambir dengan kantor Kemendagri tak begitu jauh. Hanya terpisahkan komplek Monumen Nasional. Jadi, kami memutuskan jalan kaki saja. Ya, sekalian sembari olahraga.
Isya lewat, saat saya tiba di kantor Kemendagri. Setelah itu langsung masuk ke ruang pres room, ruangan yang biasa jadi tempat ngumpul para wartawan. Di ruang press room, ada tiga wartawan yang sedang asyik mengetik berita. Mengetik berita di ruang press room Kemendagri memang menyenangkan. Selain ruangannya yang lega, jaringan wifinya pun cukup kencang. Jadi, setelah selesai menulis berita, bisa buka YouTube. Lihat video favorit. Menjelang pukul 21.00, saya memutuskan berkemas hendak pulang ke rumah. Yang lainnya pun begitu, berniat pulang ke tempatnya masing-masing. Ah, perjalanan yang cukup berkesan. Bekerja cari berita, sembari jalan -jalan. Plus kuliner.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H