"Apabila masih ada prajurit TNI yang melukai hati rakyat, dalam kesempatan ini saya meminta maaf yang sebesar-besarnya, kami akan selalu mengevaluasi agar itu tidak terjadi lagi". Kalimat itu diucapkan oleh Jenderal Gatot Nurmantyo. Dia sekarang Panglima TNI. Kalimat serupa juga pernah diucapkan Jenderal kelahiran Tegal itu, kala ia masih menjabat Kepala Staf TNI Angkatan Darat. Begitu yang saya baca dari portal-portal berita.
Salut saya mendengar itu. Seorang Jenderal, dan juga komandan bagi seluruh angkatan perang di Indonesia, meminta maaf. Memang harus begitu sikap seorang Panglima. Dan, memang benar apa kata Jenderal Gatot, tanpa rakyat, tanpa dicintai rakyat, TNI adalah bangkai. Saya terus terang suka perumpamaan itu.
Tentara Indonesia, memang tak seperti tentara di negara lain. Sejarahnya berkelindan bersama rakyat. Bahkan tak terpisahkan. Antara rakyat dengan TNI, adalah satu manunggaling. Tak terpisahkan.
Tentara nasional lahir dari rahim rakyat. Ia besar bersama rakyat. Tidak terbentuk oleh sebuah keputusan politik, tanpa terikat dengan rakyat. Jejak sejarah TNI, adalah bukti, bagaimana rakyat tak bisa dipisahkan. Karena embrio TNI berasal dari rakyat. Bukan hasil sebuah produk sekolah. Tapi lahir dari sebuah pergulatan sejarah membentuk republik ini.
Jadi, kalau ada tentara yang menyakiti rakyat, artinya ia tak paham akar sejarah. Dia tak tahu, siapa pembentuknya. Tak tahu, siapa yang melahirkannya. Karena TNI, adalah anak kandung rakyat. Dan, sebagai anak kandung, tak pantas 'durhaka' pada orang tua.
Maka tepat, ketika sang jenderal, orang nomor satu di TNI, meminta maaf. Dan memang seharusnya begitu sikap anak yang berbakti pada orang tuanya. Kepada yang melahirkannya.
Selamat HUT TNI, semoga terus jaya dan jadi penjaga republik yang tangguh serta dicintai rakyat...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H