Kemudian Mas Alvi keluar lagi, dan minta saya menunggu. Tak lama dia masuk lagi, membawa Koran Kompas, lalu keluar lagi. Sambil menunggu saya baca koran dulu, sambil menyeruput secangkir teh. Kemudian masuk seorang perempuan berjilbab. Dia lalu mengenalkan diri. Sayang seribu sayang, saya lupa namanya.
Dengannya saya ngobrol sebentar. Si mbak berjilbab, banyak bertanya, nama, asal dan pekerjaan saya. Tak lama Mas Alvi masuk. Dia kotak-katik laptop. Sepertinya ada masalah jaringan internet. Ia pun panggil temannya. Tak lama masuk lagi seorang pria muda. Ia ikut kotak-katik laptop.
Oh ya lupa, siaran live di Kompas TV yang melibatkan kompasianer, formatnya pake webcam. Jadi, kompasianer yang diundang ikut nimbrung dalam talkshow, pake webcam. Ya, semacam siaran interaktif. Selain saya, yang akan nimbrung di acara talk show ada dua kompasianer lain, yakni Pak Tabrani dari Aceh, dan Mas Hendri di Jakarta.
Karena tak kunjung bisa diperbaiki, Mas Alvi kemudian memutuskan pindah gedung. Saya dan Mas Alvi pun jalan kaki berpindah gedung. Lumayan agak jauh. Tapi ternyata kemudian diputuskan, saya ikutan talkshow di gedung Kompas TV langsung yang letaknya agak jauh. Mas Alvi pun kemudian mengontak pihak Kompas TV untuk kirimkan mobil penjemput.
Hanya beberapa menit menunggu, mobil datang. Saya pun naik mobil menuju gedung Kompas TV. Menjelang pukul 8 malam, saya tiba di gedung Kompas TV dan langsung diajak ke sebuah ruangan, mirip ruangan rapat. Di meja sudah tersedia laptop merek apple. Saya pun dipersilahkan duduk. Kembali saya di tawari minum, teh atau kopi. Dan, kembali saya pilih teh.
Kemudian Mas dari Kompas TV, meminta saya pakai headset. Di layar telepon, sudah terlihat presenter Kompas TV sedang berdiskusi dengan narasumber, yakni Dede Yusuf mewakili anggota DPR, Mas Sebastian Salang, sebagai pengamat parlemen, dan satunya lagi, saya lupa namanya.
Saya pun anteng menikmati diskusi. Mas Sebastian Salang dengan menggebu mengkritik kinerja DPR yang terus jeblok. Kata Mas Sebastian, nyaris selama satu tahun ini, tak ada yang dihasilkan DPR. Ia mencontohkan, prestasi legislasi DPR misalnya, dari 39 RUU yang masuk Prolegnas 2015, baru tiga yang selesai. Artinya, masih jauh panggang dari api. Kata Mas Sebastian lagi, DPR itu masih bekerja untuk dirinya, bukan bekerja untuk rakyat. Parlemen, hanya pandai menabuh kegaduhan. Tapi, minim prestasi.
Kemudian tibalah kompasianer dimintai tanggapan. Pertama Pak Tabrani. Berikutnya Mas Hendri. Dan saya dapat giliran terakhir. Saya sendiri menanggapi, bahwa bicara kinerja DPR, minim prestasi, terlalu membosankan. Tema yang membosankan, karena dari waktu ke waktu, dari periode ke periode selalu jeblok. Padahal kritikan sudah sering dilontarkan. Tapi Senayan tak kunjung berubah. Saya pun sepakat dengan Mas Sebastian, bahwa anggota DPR belum bekerja untuk rakyat. Tapi, bekerja semata untuk dirinya sendiri, juga partainya.
Pukul sembilan malam, talk show berakhir. Saya pun bisa pulang. Terima kasih Kompasiana, terima kasih Kompas TV, atas kesempatannya jadi 'Pengamat dadakan' walau hanya tampil beberapa menit saja. Tapi, berkesan. Dan itu sejarah bagi saya, tampil pertama kali di televisi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H