Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jangan Sampai Republik Ini Roboh

15 September 2015   16:05 Diperbarui: 15 September 2015   17:36 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Otonomi kita, otonomi daerah asimetris," kata Bahtiar, Kepala Bagian Perundang-Undangan Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri, saat berbincang dengan saya di suatu malam. Saya sudah lama mengenal lelaki asal Sulawesi itu. Adalah penempatan saya dari kantor untuk meliput kegiatan di Kementerian Dalam Negeri, yang mengenalkan saya dengan Bahtiar. Saya biasa memanggilnya abang.

Di temani dengan sepiring gorengan dan secangkir kopi hitam, kami pun mengobrol ngalor ngidul, membicarakan banyak hal. Ikut nimbrung dalam obrolan Carlos, seorang wartawan, Vidi juga seorang wartawan, dan Pak Acho Maddaremmeng, seorang staf di Kementerian Dalam Negeri.

Salah satu yang diobrolkan adalah tentang Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang ini, adalah regulasi pengganti UU Nomor 32 tahun 2004. Saat ini kata Bahtiar, pihaknya sedang ngebut bekerja menyelesaikan beberapa Peraturan Pemerintah, sebagai aturan turunan teknis dari UU Pemda yang baru.

Bang Bahtiar melanjutkan penjelasannya tentang bangunan otonomi daerah di Indonesia. Karena otonomi yang diterapkan asimetris, ada daerah yang kemudian diperlakukan istimewa dengan alasan-alasan tertentu. Misalnya Aceh, yang mendapat status otonomi khusus karena perjanjian Helsinki. Lalu Papua, Yogyakarta dan Jakarta.

Namun yang pasti, kata Bang Bahtiar, tetap saja semuanya dalam bangunan negara kesatuan. Tapi kemudian ia menerawang. " Coba kita bayangkan akan seperti apa republik ini 50 tahun kedepan, dengan kondisi seperti sekarang ini," katanya.

Semua terdiam. Saya coba mencari-cara bahan untuk menanggapinya. Cangkir kopi saya ambil, dan isinya saya seruput perlahan. Mungkin, setelah minum kopi, ilham bisa mampir ke otak. Sampai kemudian Bang Bahtiar berkata lagi.

" Kita ini selalu saja bongkar pasang regulasi. Regulasi dibuat, tapi tak berumur panjang setelah itu dirubah lagi. Selalu tak pasti. Memang ini untuk perbaikan, tapi kok terlalu sering," ujarnya.

Tiba-tiba Carlos ikut nimbrung. " Ya bang, setiap ganti rezim, ganti pula kebijakan. Ganti pula UU," kata Carlos.

" Ya saya setuju, kita tak pernah merasakan sebuah kontinuitas, selalu zig zag dan tak pasti," tiba-tiba saja saya nyeletuk ikut nambah ramai obrolan.

Tapi kata Bang Bahtiar, dengan UU Pemda yang baru, posisi pemerintah sangat kuat atau dalam bahasa dia, dikuatkan. Ia pun mencontohkan posisi Menteri Dalam Negeri sebagai koordinator dan pembina kepala daerah. Sebagai koordinator, Mendagri menurut UU Pemda yang baru, bisa memberi sanksi kepada kepala daerah. Sanksi itu berupa teguran, atau lebih dari itu.

" Nah, sebagai koordinator Mendagri punya kewenangan agar para kepala daerah, apakah itu gubernur atau bupati tetap dalam satu koridor NKRI. Mendagri-lah yang menjaga, atau dalam kata lain, dialah satu penjaga republik ini. Kan dia triumvirat," kata Bang Bahtiar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun