Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pak Ahok, Kenapa Sekolah Kami Mau Dibubarkan?

13 September 2015   23:21 Diperbarui: 14 September 2015   08:17 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ibu dan ayahnya sendiri, begitu tahu dia lulus IPDN, sujud syukur, menangis bahagia tak menyangka anaknya bisa masuk ke sekolah penghasil birokrat. " Bapak dan ibu menangis begitu tahu saya lulus," kata Chalikul.

Kata Chalikul, ayah dan ibunya, ketika ia menjalani tes memang tiap malam solat tahajud. Tuhan mungkin mendengar doa ayah dan ibunya, hingga kemudian mengabulkannya. Cita-cita Chalikul sendiri sederhana. Mudahan-mudahan, katanya nanti bisa jadi camat.

Sampai sekarang, kata dia yang selalu terbayang di benaknya saat menjalani perkuliahan di IPDN, adalah wajah serta pengorbanan ayah dan ibunya. Ia tahu betul, ayahnya banting tulang untuk cari nafkah dengan memijat orang. Bahkan, ia kerap mengantar ayahnya malam-malam menyambangi orang yang mau dipijat. Karena itu, ia hanya ingin orang tuanya bahagia. Serta bisa membantu kedua adiknya. Maka, uang saku yang ia terima, sebesar 250 ribu per bulan, tak pernah ia gunakan. Ia kumpulkan. Dan, ketika ibu dan ayahnya membutuhkan, uang itulah yang ia kirimkan.

Ia pun tak mau neko-neko. Bahkan telepon genggam yang ia miliki tak pernah ganti, tetap telepon lama yang ia beli bekas kala masih SMA. " Handphone saya tak pernah ganti. Ini saya beli waktu saya SMA, harganya 150 ribu," kata Chalikul, sembari memperlihatkan telepon genggam jadulnya dari saku celananya.

Saya pun kemudian menanyakan tentang usul pembubaran IPDN yang dilontarkan Ahok, Gubernur DKI Jakarta. Sekejap wajahnya berubah. Ia terdiam sejenak. Saya pun kembali bertanya, apakah sudah tahu usul pembubaran IPDN, dan apa tanggapannya. Sampai akhirnya Chalikul menjawab dengan suara pelan.

" Ya mas saya tahu saat buka internet di kampus. Saya tentunya sedih, kenapa Pak Ahok mau bubarkan sekolah kami? Padahal saya mengagumi Pak Ahok, pemimpin yang berani," tutur Chalikul dengan suara pelan.

Ya, saya pun merasakan apa yang Chalikul rasakan. Padahal di sekolah itu ia sedang gantungkan asa. Meringankan beban ayah dan ibunya yang hanya pemijat tunanetra. Dan, lewat sekolah itu pula, Chalikul tentunya ingin mengangkat harkat dan martabat orang tuanya, yang acapkali dipandang rendah oleh orang lain.

" Saya hanya ingin buktikan, tak semuanya lulusan IPDN itu jelek," kata Chalikul. Kali ini suaranya agak terdengar tegas.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun