Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mendagri Jadi 'Bintang' di Stasiun Cirebon

31 Agustus 2015   22:37 Diperbarui: 21 September 2015   23:53 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senin, 31 Agustus 2015, saya berkesempatan datang ke Kota Udang, Cirebon. Datang berkunjung ke Cirebon bagi saya seperti menarik kemali masa lalu. Ya, di kota ini saya pernah menimba ilmu. Di STM Negeri Cirebon yang ada di Jalan Perjuangan, adalah salah satu sekolah yang memuat banyak kenangan. Tiga tahun, saya menghabiskan waktu 'menuntut ilmu' tentang teknik bangunan. Walau kemudian ilmu yang saya dapatkan di STM bisa dikatakan tak dipakai lagi, karena profesi yang saya geluti jauh dari ilmu yang saya pelajari di Cirebon.

Kedatangan saya di Cirebon, karena dapat undangan meliput kegiatan Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo yang hendak berkunjung ke Kabupaten Kuningan. Menteri Tjahjo, datang ke kuningan untuk menghadiri sebuah acara di kabupaten paling timur di Provinsi Jawa Barat.

Dari Jakarta saya naik kereta api Argo Jati yang berhenti terakhir di stasiun Cirebon. Sekitar pukul 17.00 lebih beberapa belas menit, kereta yang saya tumpangi bergerak meninggalkan Stasiun Gambir, Jakarta Pusat. Di tiket yang saya pegang tertera jadwal keberangkatan pukul 17.17 Wib.

Terus terang, saya sendiri lama tak menginjakan kaki di Stasiun Gambir. Terakhir menginjakan kaki di Stasiun Gambir saat saya diajak untuk meliput kegiatan Helmy Faishal Zaini, yang saat itu masih menjadi Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal. Mas Helmy, saat itu hendak menghadiri acara haul di Pesantren Buntet, Cirebon, tempat dulu dia nyantri. Dan, itu terakhir saya naik kereta. Pergi pulang, saya naik kereta dari Jakarta ke Cirebon hingga kembali lagi ke ibukota.

Sekarang kembali saya menikmati suasana naik kereta. Kabin kereta Argo Jati sendiri cukup bersih. Di kursi 8A, saya duduk, tepat di sebelah jendela kereta. Saya berangkat sendirian. Sementara Mendagri dan rombongan berangkat di kereta lain, kereta Gajayana jurusan Malang yang memang singgah di stasiun Cirebon.

Magrib terlewati saat kereta kian jauh meninggal keramaian kota Jakarta. Karena ada kewajiban mengetik berita, maka saya pun lebih sibuk menyelesaikan tugas kantor. Jadi tak sempat tengak-tengok ke luar jendela. Kursi penumpang yang empuk, serta jarak yang lapang, dan pendingin ruangan yang lumayan menggigit, membuat kantuk perlahan datang. Tapi, karena tugas belum juga kelar, saya usir jauh-jauh sekedar untuk memejamkan mata. Bila terlelap bisa gawat, redaktur di kantor bisa murka.

Berita yang saya kerjakan tentang cerita Ibu Tri Rismaharini, Wali Kota yang juga calon Wali Kota Surabaya yang terancam tak bisa maju gelanggang Pilkada pada tahun ini. Bu Risma yang berpasangan dengan Pak Whisnu Sakti Buana, terancam tak dapat pesaing. Sebab penantang dari pasangan yang diusung PDIP itu oleh KPU Surabaya dinyatakan tak memenuhi syarat. Calon penantang Bu Risma dan Pak Whisnu sendiri datang dari Demokrat yang berkoalisi dengan PAN. Dua partai itu mengusung pasangan Pak Rasiyo dan Mas Dhimam Abror.

Sebelumnya, Mas Dhimam Abror yang mantan wartawan ini, adalah calon Wali Kota. Kala itu, Mas Dhimam hendak berduet dengan Mas Haries Purwoko. Tapi saat hendak mendaftar, tiba-tiba terjadi kisah yang menggegerkan, Mas Haries 'ngabur' menghilang, sampai waktu pendaftaran di tutup. Padahal waktu itu tinggal Mas Haries tinggal meneken berkas pendaftaran. Entah kenapa Mas Haries 'ngabur'. Sampai sekarang tak ada penjelasan gamblang tentang itu. Hanya ada alasan dari Mas Haries, bahwa ia tak mau disebut calon boneka dan alasan lain, tak dapat restu dari sang ibu.

Kemudian Mas Dhimam dapat pasangan baru, Pak Rasiyo. Tapi dengan pasangan baru ini, Mas Dhimam, terpaksa harus tukar posisi. Dia jadi calon Wakil Wali Kota, sementara Pak Rasiyo jadi calon Wali Kota. Tapi lagi-lagi langkah Mas Dhimam bersama pasangan barunya itu tersendat. Dia dinyatakan tak memenuhi syarat oleh KPU. Syarat yang tak dipenuhi diantaranya surat rekomendasi dari DPP PAN yang diragukan keabsahannya oleh KPU Surabaya, serta surat bebas pajak Mas Dhimam sendiri.

Padahal, ketika Mas Haries Purwoko ngabur dari gelanggang pendaftaran, ketika itu Ketua Umum PAN, Pak Zulkifli Hasan sempat meradang. Pak Zulkifli, marah karena merasa dipermainkan. Sekarang kegagalan Mas Dhimam jilid II, justru karena surat rekomendasi dari DPP PAN yang dianggap KPU Surabaya meragukan.

Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo sendiri saat itu merasa heran, ada calon yang 'kabur' menghilang disaat mendaftar. Ia pun merasa, ada semacam upaya menyabotase pencalonan Bu Risma dan Pak Whisnu yang diusung PDIP.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun