Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Politik

"Silahkan Tangkap, Tapi Jangan Bikin Gaduh"

31 Agustus 2015   15:42 Diperbarui: 31 Agustus 2015   18:34 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tingkat penyerapan anggaran di daerah menjadi perhatian pemerintah pusat. Pasalnya, tingkat penyerapan anggaran cukup rendah. Dan itu terjadi di banyak daerah. Bahkan, DKI Jakarta, ibukota negara yang selalu jadi barometer, menjadi salah satu daerah yang tingkat penyerapan anggarannya rendah. Hanya 19 persenan seran anggaran di provinsi yang sekarang di pimpin oleh Basuki Tjahaja  Purnama atau biasa di sebut Ahok.Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo sendiri menegaskan penyerapan anggaran yang rendah tak bisa dibiarkan. Karena ketika ekonomi global lesu, lalu ekspor juga menurun, maka yang jadi salah satu harapan untuk menggerakkan roda ekonomi adalah belanja daerah. Tapi faktanya, serapan anggaran di daerah rendah.Terobosan mengatasi itu pun dilakukan.

Pemerintah pusat untuk tahun anggaran kedepan, bakal lebih tegas kepada daerah yang tingkat serapan anggarannya rendah. Sanksi bakal diberlakukan. Sanksi bisa berupa 'korting' Dana Alokasi Khusus. Tapi, tak hanya sanksi, reward pun bakal diberikan bagi daerah yang serapan anggarannya optimal. " Akan diberikan reward bagi daerah yang penyerapannya optimal, berupa tambahan dana," kata Menteri Tjahjo dalam sebuah acara di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Kabarnya, dana tambahan untuk daerah yang optimal menyerap anggaran mencapai 100 milyar per daerah. Namun Mendagri pun tak memungkiri, ada semacam 'rasa ketakutan' dari para kepala daerah atau kementerian dalam melakukan belanja anggarannya. Banyak yang cemas dikemudian hari karena kebijakan yang salah, jerat hukum menanti mereka.Menteri Tjahjo sadar betul kondisi psikologis para pemangku kebijakan di daerah. Tentu hal ini tak bisa dibiarkan. Karena kalau anggaran terus ngendon tak dibelanjakan, bukan hanya roda pembangunan yang bergerak lamban, tapi juga itu berimbas pada melambatnya putaran roda ekonomi. Padahal, belanja daerah adalah salah satu stimulan yang bisa menggerakkan roda ekonomi, juga menumbuhkan optimisme pasar.Pemerintah pun coba mengatasi kecemasan itu. Kementerian Dalam Negeri yang dipimpinnya, coba mengurai sengkarut kecemasan tersebut.

Dan, Menteri Tjahjo pun mengungkapkan bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum baik itu kepolisian, kejaksaan atau KPK. Intinya Menteri Tjahjo meminta, agar aparat penegak hukum jangan terlalu gampang menetapkan pejabat sebagai tersangka sebuah kasus. Apalagi bila itu terkait dengan kebijakan. Kebijakan mestinya tak bisa diproses secara hukum.Namun kata dia, bukan berarti pemerintah mencoba mencampuri sebuah proses hukum.

Ia tetap mempersilahkan, aparat penegak hukum memproses pejabat bila ditemukan indikasi kuat yang mengarah pada tindakan suap atau korupsi. " Silahkan menangkap atau memproses kalau ketangkap menyalahgunakan uang negara atau rakyat," katanya.Hanya saja, kata Menteri Tjahjo, bila misalnya dalam audit BPK ditemukan ada laporan keuangan sebuah daerah kurang lengkap pertanggungjawabannya, jangan cepat itu diproses secara hukum. Aturan menggariskan, ada waktu 60 hari untuk melakukan klarifikasi." Jangan sampai belum 60 hari, kepolisian masuk memanggil kepala daerah. Kita minta berikan klarifikasi, setelah 60 hari ya silakan masuk KPK, kejaksaan atau kepolisian" katanya.Jika pun aparat penegak hukum hendak menangkap seorang pejabat, ia mewanti-wanti, agar tak memicu kegaduhan.

Jangan sampai penangkapan itu kemudian ditabuh nyaring, sehingga memancing media terus memblow up-nya yang acapkali tak proporsional." Misal ada TV yang memutar terus. Intinya ada waktu 60 hari untuk klarifikasi. Setelah itu ya silakan, tapi hargai hak-hak, bahwa perlu penyesuaian anggaran melalui klarifikasi," katanya.Ia juga memahami, bila para kepala daerah 'takut-takut' membelanjakan anggarannya. Karena itu, rasa ketakutan itu harus dihilangkan.

Aparat penegak hukum berperan mengurangi kecemasan para kepala daerah. Jadi, jangan sampai ketakutan para kepala daerah terus terpelihara. Karena bila ketakutan dan kecemasan itu terus ada, inovasi sulit lahir. Akibatnya, akselerasi pembangunan berjalan tak maksimal." Jangan sampai setelah pensiun 10 atau 20 tahun, dia digugat,"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun