Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Drama Rebutan Tiket Pilkada

20 Maret 2012   10:36 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:42 1082
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13322432691464009314

[caption id="attachment_177410" align="aligncenter" width="620" caption="Pejalan kaki melintas di depan baliho berukuran besar yang berisi jadwal Pemilu Kepala Daerah DKI Jakarta 2012 di pinggir Jalan Budi Kemulyaan, Jakarta Pusat, Rabu (14/3/2012). Saat ini, Pilkada DKI Jakarta memasuki tahap pendaftaran pasangan calon gubernur dan wakil gubernur. (KOMPAS/WISNU WIDIANTORO)"][/caption] Senin (19/3) tengah hari, seorang konsultan politik yang enggan disebut namanya pada saya, mengeluh tentang kelimpungannya partai di Pilkada DKI. " Gila ini," katanya. Calon gubernur sudah didapat, tapi wakil sampai tiba waktu pendaftaran belum dipastikan. Semua kelimpungan, kata dia, menceritakan suasana di sebuah partai besar yang akan maju ke gelanggang Pilkada DKI. " ‎​Semua orang masih pusing masalah pendaftaran," ujarnya. Sementara itu, di Jalan Tebet, kantor DPD PDI-P Jakarta, suasananya dari pagi hingga siang nampak ramai dan hiruk pikuk. Kader partai berlambang banteng gemuk itu nampak sudah berkerumun sejak pagi. Mereka menunggu kepastian pendaftaran duet calon gubernur dan wakil gubernur ibukota yang diakan di usung koalisi PDI-P dan Gerindra. Wajah-wajah lelah dan bingung mendominasi kerumunan kader di kantor DPD PDI-P. Mereka wajar bingung, sebab 9 Maret 2012, adalah tenggat terakhir pendaftaran calon DKI-1 dan DKI-2 ke KPU. Maka wajar ada kecemasan, karena hingga menjelang tenggat, calon pendamping Joko Widodo atau akrab di panggil Jowoki  yang sudah diputuskan sebagai calon gubernur belum di dapatkan. Robert, simpatisan PDI-P, mengaku datang sejak pagi hari. Ia mengaku ingin ikut mengantar pasangan calon yang akan di usung partainya. " Tapi wakilnya belum ada katanya," ujar Robert. Tapi penantian Robert dan simpatisan PDI-P lainnya yang sudah menunggu di kantor PDI-P, akhirnya berbuah jawaban. Sore hari sekitar pukul 15.00 Wib, didapat kepastian bahwa Joko Widodo akan dipasangkan dengan Basuki Tjahja Purnama alias Ahok. " Ir Joko Widodo dan cawagub Basuki Tjahja Purnama sudah kita umumkan di DPD PDI-P oleh Sekjen PDI-P dan Gerindra," kata Sekjen PDI-P, Tjahjo Purnama, di Jakarta, Senin (19/3). Dipilihnya Ahok mengakhiri drama rebutan tiket calon DKI-2 dari koalisi PDI-P dan Gerindra yang sempat alot dan berlarut-larut sejak kemarin. Sebelumnya nama Ahok sempat ditolak, karena Ahok masih tercatat sebagai kader Golkar, bahkan di DPR, Ahok menduduki posisi di Komisi II Fraksi Partai Golkar. Sempat dimunculkan nama alternatif, Adang Ruchiatna dan Boy Sadikin untuk mengganti Ahok. Namun, Gerindra ngotot untuk tetap mencalonkan Ahok. Akhirnya sore hari, kompromi disepakati, Jokowi berduet dengan Ahok. Ahok sendiri mengaku sudah hijrah ke Gerindra, dan telah melayangkan surat pengunduran diri pada Partai Golkar, baik sebagai kader maupun anggota DPR. " Saya sudah pegang KTA Gerindra," tegas Ahok via layanan blackberry messenger. Wasekjen Partai Golkar, Nurul Arifin, sendiri menegaskan, pasti akan ada sanksi bagi Ahok yang loncat perahu. Pemecatan bagi Ahok tinggal di ketok palu. Petang sekitar pukul 17.00 Wib, pasangan Jokowi-Ahok, dengan diantar ratusan simpatisannya mendaftar ke KPUD DKI Jakarta. Keduanya dengan berjalan kaki  mendaftar ke kantor KPUD Jakarta. Tak pelak, iring-iringan jawara PDI-P-Gerindra, membuat macet arus lalu lintas. Bahkan Prabowo Subianto, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, sampai menyempatkan datang ke kantor KPUD DKI Jakarta, di jalan Budi Kemulyaan. Panasnya rebutan tiket juga terjadi di kubu koalisi Golkar, PPP dan PDS yang mengusung Alex Noerdin-Nono Sampono.  Sempat muncul riak dari kawan koalisinya yakni PPP yang kurang begitu menerima dipilihnya Nono Sampono sebagai teman duet Alex. Awalnya memang PPP menyodorkan nama Ketua DPW PPP Jakarta, Lulung Lunggana, sebagai calon pendamping Alex. Namun akhirnya yang dipilih adalah Nono. Internal Golkar sendiri memang seusai rapat di kediaman Aburizal Bakrie, Ketua Umum Golkar, yang memastikan nama Alex sebagai calon gubernur, mengisyaratkan wakil Alex dari kalangan tentara. Ketua Bappilu Golkar, Ade Komaruddin yang mengungkapkan keinginan menduetkan Alex dengan tentara. Maka dapatlah nama Nono. Tapi dipilihnya Nono, pensiunan bintang tiga marinir sempat memicu kekecewaan politisi PPP, karena dengan begitu nama Lulung Lunggana, yang awalnya di ajukan sebagai calon pendamping Alex di coret dari bursa. Beberapa elit PPP sempat meradang. Nono bukan kader PPP, tegas Wakil Sekjen PPP, Joko Purwanto. Dan PPP, tegas Joko mencalonkan Lulung sebagai pendamping Alex. Tapi sepertinya kompromi disepakati, Alex tetap maju bersama Nono. Meski resistensi tak begitu saja padam sempurna. Tak hanya itu, diduetkannya Alex-Nono, bahkan sudah memakan korban. Ketua PDS Jakarta, Syahrianta Tarigan, di copot tiba-tiba, karena lebih mendukung Fauzi Bowo. Sementara pengurus pusat PDS, bulat mendukung Alex-Nono. Denny Tewu, Ketua Umum PDS, mengumumkan posisi Ketua PDS Jakarta kini di jabat, Gideon Mamahe. Sepertinya petinggi PDS terbelah, karena tak hanya Syahrianta yang mendukung Foke, tapi juga Sekjen PDS. Tapi pencopotan tak bisa dihindari, karena bila tak dicopot, tentu ancaman bagi keabsahan duet Alex dan Nono. Sebab pencalonan mesti ada tanda tangan dari ketua partai setempat. Jika PDS Jakarta mendukung Foke, tentu pencalonan Alex-Nono bisa bubar. Karena kursi PDS adalah pelengkap syarat untuk  bisa memajukan pasangan calon.  Alex dan Nono sendiri sudah mendaftar resmi ke KPUD DKI Jakarta, pada Minggu (18/3). Suasana serba gamang juga menimpa PKS. Partai kader itu sebenarnya punya modal politik yang sama dengan Demokrat, bisa maju gelanggang Pilkada tanpa harus berkoalisi dengan partai lain. Namun sampai tenggat terakhir pendaftaran, belum juga memutuskan siapa yang akan di usung. Bahkan lebih parah lagi, calon gubernur yang belum dipastikan. Sempat mencuat nama Triwisaksana atau biasa dipanggil Bang Sani. Bahkan Bang Sani, sudah mendeklarasikan diri siap jadi calon DKI-1 dari PKS. Tapi petinggi PKS belum mengiyakan, bahkan masih mencoba mendekati Fauzi Bowo, tapi sepertinya buntu juga. Lalu muncul nama Hidayat Nurwahid, mantan Ketua MPR dan juga bekas Presiden PKS. Tapi Hidayat sendiri mengisyaratkan kurang berminat maju Pilkada. Partai kader pun gamang. Bahkan, sampai petang, 9 Maret 2012, ketidakpastian tetap melanda PKS. Partai kader itu sampai petang terlewat, masih belum memutuskan siapa yang bakal di usung, padahal PKS sebenarnya bisa maju sendiri tanpa perlu berkoalisi. Namun kekalahan pada Pilkada 2007, saat PKS maju sendiri mencalonkan Adang Daradjatun-Dani Anwar mungkin menjadi pelajaran berharga. Maka, di Pilkada 2012 ini, PKS getol mencari kawan koalisi. Sempat mendekati Foke, tapi kemudian mentah. Para elit PKS pun mulai kelimpungan, dengan kian mepetnya waktu. Sampai menjelang magrib, 9 Maret 2012, partai kader itu masih mengkotak-katik beberapa skenario, salah satunya menduetkan Hidayat Nurwahid dengan Didik J Rachbini kader PAN. Artinya PKS coba merangkul PAN. Tapi itu pun masih skenario mentah. Setidaknya itu yang diungkapkan Yudi Yudiana, salah seorang petinggi PKS. " Pasangan ini masih dimatangkan," kata Yudi. Namun sepertinya, tak mudah untuk menggolkan nama Hidayat Nurwahid. Karena mantan Ketua MPR itu,  kurang begitu berminat dengan pencalonannya sebagai gubernur DKI. Kubu PAN sendiri, hingga lepas magrib masih belum memutuskan pada siapa dukungan diberikan. Apakah akan merapat ke PKS, atau mendukung Foke yang diusung Demokrat. " Ini lagi meeting dengan Bang Hatta (Hatta Rajasa, Ketua Umum PAN-red), bentar ya nanti hubungi lagi. Sebentar lagi mungkin ada kejutan," kata Ketua DPP PAN, Bima Arya Sugiarto, saat saya dihubungi lewat telepon. Pukul 19.57 Wib, Bima Arya kembali menghubungi saya. Kata Bima rapat partai yang dipimpin Hatta, memutuskan suara PAN diarahkan ke Foke-Nachrowi. Artinya PAN berkoalisi dengan Demokrat. Namun yang menarik, Bima juga menginformasikan bahwa PAN juga merestui Didik J Rachbini maju bersama Hidayat Nurwahid lewat PKS. " Mas Didik tetap maju dengan Hidayat Nurwahid," kata Bima. Suasana mendebarkan juga terjadi di Partai Demokrat. Bahkan debar politik sudah berdegub sejak jauh-jauh hari, dimana dua nama bersaing untuk mendapatkan tiket Demokrat, yakni Nachrowi Ramli (Ketua DPD Demokrat Jakarta), dan Fauzi Bowo, incumbent sekaligus anggota Dewan Pembina Partai Demokrat. Tapi di menit terakhir, menjelang pendaftaran mengerucut pada satu nama: Fauzi Bowo. Bahkan sehari menjelang pendaftaran sudah beredar kabar yang di picu oleh pernyataan Anas Urbaningrum, Ketua Umun Partai Demokrat, bahwa calon DKI-2 yang akan mendampingi Foke adalah Adang Ruchiatna. Tapi di hari itu juga pernyataan Anas dimentahkan oleh Adang sendiri yang merasa namanya di catut. Sampai tengah hari 19 Maret 2012, Demokrat belum memastikan siapa pendamping Foke. Seorang tim sukses Nachrowi, Kahfi Siregar, dalam status BBM, menuliskan Foke-Nara, sebelum janur kuning melengkung. Artinya bisa jadi duet Foke- Nachrowi (Nara) yang akhirnya di usung Demokrat. Sebelumnya Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, SBY, kemarin malam, sampai harus mengumpulkan semua petinggi partainya di Cikeas. Meski kata Anggota Dewan Pembina, Ahmad Mubarok, pertemuan Cikeas tak spesifik membahas Pilkada DKI. Tapi event politik yang paling dekat dan strategis adalah Pilkada DKI, maka tak mungkin rasanya bila Pilkada tak jadi bahasan di Cikeas. Tapi hingga pukul 19.00 Wib, Senin (9/3), belum ada kejelasan siapa yang bakal mendampingi Foke yang sudah dipastikan bakal di usung partai pemenang pemilu 2009 itu di Pilkada DKI. Beberapa nama beredar sebagai calon duet Foke, mulai dari Wanda Hamidah (Politisi PAN), Nachrowi Ramli (Ketua DPD Demokrat Jakarta), sampai Aviliani (Ekonom). Demokrat dalam Pilkada DKI bisa maju sendiri, tanpa perlu berkoalisi. Namun tak mudah ternyata untuk memutuskan siapa calon DKI-1 dan DKI-2. Bahkan untuk menentukan calon DKI-1 saja berlangsung alot. Dua nama bersaing, Foke dan Nachrowi. Tapi majelis tinggi Demokrat memutuskan Foke sebagai calon gubernur DKI. Akhirnya, siapa yang menjadi pendamping Foke, terjawab sudah. Demokrat memilih Nachrowi sebagai calon DKI-2 mendampingi Foke. Ahmad Mubarok, salah seorang petinggi Demokrat memastikan itu. Kata Mubarok, saat dihubungi, duet Foke-Nachrowi sudah mendapat restu Cikeas. Di last minute juga, PKS menjawab teka-teki skenario duet calon yang di usung partai kader tersebut. Partai kader itu akhirnya mengusung Hidayat Nurwahid-Didik J Rachbini. Dengan begitu nama Triwisaksana, Politisi PKS yang selama ini getol mempromosikan diri tersingkir dari bursa di menit terakhir. Padahal Bang Sani, demikian panggilan Triwisaksana sudah mendeklarasikan diri sebagai calon gubernur. Sayang memang di menit terakhir PKS justru mengusung orang lain. Dengan begitu ada enam pasangan calon yang akan bersaing di gelanggang Pilkada DKI. Pertama dari jalur independen ada dua pasangan calon, yakni Faisal Basri-Biem Benyamin dan Hendardji-Ahmad Riza Patria. Kedua dari jalur partai ada empat pasangan calon, yaitu Foke Nachrowi, Jokowi-Ahok, Alex-Nono dan Hidayat Nurwahid-Didik J Rachbini. Dimata Direktur Eksekutif, Seven Stretegic Studies, Mulyana W Kusumah, pencalonan di menit terakhir, hanya menggambarkan ketidaksiapan partai menghadapi Pillkada. Partai tak punya format seleksi yang baku, hingga di menit terakhir menentukan calon. " Ini menunjukkan ketidaksiapan politik dari partai dalam menyeleksi dan menentukan kandidat gubernur. Sehingga baru dapat memutuskan menjelang saat-saat akhir pendaftaran calon gubernur dan wakilnya," kata Mulyana. Ia khawatir, penentuan calon di menit terakhir dasarnya hanya spekulasi-spekulasi. Bisa jadi justru itu hanya menjadi awal dari bunuh diri politik. " Karena bertarung tanpa persiapan memadai dengan kualifikasi yang meragukan untuk memimpin pemerintahan Jakarta ke depan," kata dia. Padahal Gubernur Jakarta ke depan, katanya, selain harus memiliki kapasitas teknoratik juga memerlukan figur yang teruji secara politik. Dan diakui luas mempunyai kemampuan leadership. " Sebab Jakarta berbeda dengan kepemimpinan lokal biasa," ujar Mulyana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun