Telah lama bibirku menyebut kata itu, karena engkau terdepan dalam jajaran nusantaraku, engkaulah penunggu pantai kita yang setia, engkaulah penjaga musim nan abadi, engkaulah yang selalu mengibarkan merah putih menjulang ke angkasa
Pulau Miangas, yang dikepung hamparan biru samudera Pasifik, menjadi latar bait ketiga puisinya. Gamawan, seakan ingin menegaskan, meski terpisah oleh bentangan lautan, Miangas adalah tapal kedaulatan negeri. Milik ibu pertiwi dan bagian sah dari tanah air.
Kini...di redup batas yang biru, Aku hadir disini dalam pangkuanmu, dibawah terik matahari yang membakar semangatku, dibawah nyiur yang melambai dan dalam bathinku yang haru biru.
Di bait berikutnya, Gamawan dengan penuh gelora, menegaskan, apapun yang terjadi Miangas, harga mati kedaulatan. Tanah sah Indonesia, tumpah darah yang harus dipertahankan dengan jiwa dan raga.
Miangas...
Takkan lama aku disini, karena senja makin temaram dan bahtera telah berlayar menjemputku.
Tapi, jangan engkau hapus rinduku karena waktu, abadikan namaku disini, diantara deru angin yang selalu berganti, diantara musim yang terus berubah dan dicelah celah karang yang setia menanti.