Buku adalah jendela dunia, begitu perumpamaan klasik yang selalu di dengungkan untuk menggambarkan betapa buku sangat bermanfaat bagi peradaban. Namun siapapun tahu, minat baca di tanah air belum menggembirakan. Budaya baca belum menjadi keseharian masyarakat Indonesia. Alhasil dunia buku di Indonesia geliatnya tak begitu terasa merasuk dalam kehidupan masyarakat.
Tapi soal gadget, atau perangkat teknologi, jangan salah masyarakat Indonesia salah satu yang tak ketinggalan kereta. Budaya gadget, terutama perangkat telepon pintar atau smartphone, seakan jadi bagian yang tak terpisahkan dari keseharian khalayak di tanah air.
Setiap peluncuran produk gadget, entah itu handphone atau komputer jinjing atau perangkat game, selalu banjir pengunjung. Pameran gadget pun selalu membludak. Dan Indonesia pun jadi pangsa pasar menggiurkan bagi produsen gadget. Puluhan merek pun menyesaki ruang publik, dan selalu terserap.
Tingginya antusiasme publik terhadap produk gadget, bisa dicontohkan dari peristiwapeluncuran produk baru smartphone merek blackberry di Pasific Palace, yang berlangsung kisruh. Sebanyak 90 orang pingsan, dan tiga diantaranya patah tulang.Karena tergiur potongan harga 50 persen, masyarakat rela mengantri dari subuh. Sungguh sebuah fenomena yang menunjukan daya sedot magnet gadget yangbegitu kuat di Indonesia.
Jumat (2/3), saya, mendatangi kawasan Gelora Bung Karno, sebuah kompleks olahraga yang ada di jantung Jakarta. Setelah membayar karcis masuk, sayapun melajukan motor. Tiba di Balai Sidang Jakarta Convention Center (JCC), sebuah gedung megahyang kerap dipakai sebagai arena pameran, dan juga ada dalam komplek Gelora Bung Karno, nampak ramai.
Parkiran terlihat motor penuh. Umbul-umbul dan spanduk di pasang di sekeliling gedung, menginformasikan, bahwa di JCC sedang dihelat pameran besar. Yang dipamerkan adalah produk mutakhir gadget. Mega Bazaar Computer 2012, demikian tajuk pameran yang digelar di JCC.
Karena ramai, sayaputar-putar sebentar. Kali ini yang dituju adalah komplek Istora Senayan yang juga ada di komplek Gelora Bung Karno. Disana sedang digelar pameran buku: Kompas Gramedia Fair. Sampai di Istora, area parkiran sepi. Tak banyak motor di parkir.Begitu pun parkiran mobilnya, tampak lengang.
Setelah memarkirkan motor, saya masuk ke dalam area pameran. Pengunjung tak begitu ramai. Mungkin hari kerja, dan juga masih jam kantor, pengunjung tak begitu banyak. Padahal, dalam ajang pameran itu, banyak diskon diberikan. Bahkan sampai 70 persen. Hanya bermodal 50 ribu saja, pengunjung bisa menentang 5 buah buku. Karena banyak buku, yang sebenarnya bermutu seperti kumpulan tulisan Sindhunata, yang dilegodengan harga 10 ribu saja.
Setelah puas berkeliling dan melihat-lihat, serta membeli beberapa buah buku diskonan, sayapun keluar arena pameran. Tujuan berikutnya adalah pameran gadget yang dihelat di JCC. Tiba di parkiran motor, sudah makin penuh. Padahal gerimis turun merinai, namun tak menyurutkan pengunjung datang ke pameran gadget tersebut.
Benar saja, di area pameran, pengunjung begitu ramai. Beragam produsen gadget, mulai dari laptop, handphone dan produk gadget lainnya, salingberperang merayu pengunjung dengan ragam promonya. Mulai dari diskon harga, sampai bonus tambahan untuk setiap pembelian.
Karena rupiah di dompet tak terlalu memungkinkan untuk belanja, sayapun hanya berkeliling seputar area pameran. Setelah puas, pulang sambil menahan hasrat belanja.
Dua arena pameran, dengan dua suasana berbeda itu hanya makin menggambarkan dunia gadget kian mengalahkan dunia buku. Saya pun teringat mendiang Bung Hatta, salah seorang proklamator republik ini. Hatta adalah pencinta buku. Bahkan satu ungkapannya yang terkenal, dan menginspirasi juga tentang buku.
" Aku rela di penjara, asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas," demikian salah satu ungkapan Bung Hatta tentang buku yang terkenal itu.
Mungkin, jika Bung Hatta masih hidup, dan datang pada dua arena pameran itu, ia akan mengurut dada atau bahkan menangis. Karena dunia buku yang begitu ia cintai dan dianggapnya sebagai jalan kebebasan, makin tak mendapat tempat di tanah air. Tanah yang dulu dengan darah dan air mata ia perjuangkan kemerdekaannya. Kini "dunia Hatta", makin terpinggirkan, didesak oleh arus deras produk gadget. Mau apalagi, begitulah kenyataannya.
Dan kemarin sore, saya bertemu seorang kawan. Saya pun bercerita tentang sepenggal pengalaman saya mengunjungi dua arena pameran dengan pemandangan berbeda. Mendengarnya ia tertawa.
" Bos, teman yang tinggal saya di Leiden, Belanda juga cerita gitu. Di Leiden, buku apa saja yang terbit di Indonesia pasti dibeli. Di sini, handphone baru yang muncul yang dibeli. Itulah beda Indonesia dan Belanda," ujarnya.
Mungkin cerita teman kawan saya benar adanya. Setidaknya dari apa yang saya lihat di dua arena pameran itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H