Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jokowi versus Ajudannya

4 Maret 2012   14:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:30 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Walikota, tentu bukan jabatan sembarangan. Ada wibawa dalam jabatan itu yang berasal dari beragam kewenangannya. Diberi banyak fasilitas, mobil dinas, rumah resmi, dan ajudan.


Datang dan pergi selalu dikawal. Di hormat banyak bawahan. Intinya seabrek keistimewaan dimiliki seorang walikota yang berbeda jauh dengan seorang ketua RT atau RW.


Namun di negeri ini jarang seorang pemimpin yang penuh dengan humor. Jarang ada kepala pemerintahan dimana pun tingkatannya pandai guyon dan punya banyak koleksi lelucon. Karena mungkin jika banyak melucu, bisa-bisa disamakan dengan pemain ketropak.


Negeri ini memang pernah memiliki pemimpin yang tak pernah lepas dari humor. Gus Dur salah satunya yang tetap bisa melucu kendati menjadi presiden. Sayang, ia sudah mendiang. Sisanya kaku, dan birokratis. Bahasa yang diucap pun memang tertata, namun begitu protokoler. Normatif dan standar khas bahasa para pejabat yang merasa sebagai priyayi kekuasaan.


Tapi, ternyata masih ada juga yang seperti Gus Dur. Ia adalah Joko Widodo, atau akrab di panggil Jokowi. Ki Jokowi ini, bukan pemain ludruk atau ketropak. Tapi ia adalah walikota Solo. Jadi jabatannya tak sembarangan.


Di acara Charta Politika Award, Jokowi melucu. Ia datang dan diminta naik panggung karena mendapatkan salah satu award untuk kategori kepala daerah. Di panggung Jokowi melucu dan melemparkan humor.


Saya hadir di acara itu. Dan beruntung, bisa merekam lelucon ala Jokowi. Di podium dengan suara berat seraknya, Jokowi mulai berpidato.


Ia memulai pidatonya dengan menceritakan sebuah kisah awal ia menjadi Walikota Solo. Katanya, cerita itu terjadi tujuh tahun silam. Sekitar itulah.


" Tujuh tahun lalu saya masuk balaikota. Saya dapat ajudan yang gagah, jauh lebih ganteng dari saya," katanya.


Ia berhenti sejenak. Lalu kembali menutur kisah.


" Tapi yang jadi problem, setiap ada tamu datang yang disalami selalu ajudan saya. Saya kadang terlewati," katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun