Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Selamat Datang Generasi 'Tinju'

19 September 2011   18:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:49 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peristiwa penyerangan wartawan yang melakukan aksi damai oleh sekelompok pelajar SMU Negeri 6 memang patut disayangkan. Namun peristiwa itu hanya kian mengkonfirmasi, bahwa generasi sekarang tengah dijangkiti virus menyelesaikan masalah dengan tinju.

Negeri yang sudah penat dengan tontonan elit yang terus berkelahi di pentas politik, makin penat lagi dengan makin merasuknya budaya 'tinju' di kalangan generasi penerus bangsa. Entah sudah beberapa nyawa melayang karena budaya itu lewat tawuran dimana-mana.

Pada akhirnya, kita pantas mengurut dada, dengan makin banyaknya generasi yang tak siap dengan budaya dialog. Kepalan tangan lebih dianggap cara tepat menuntaskan masalah. Generasi kepala panas, telah datang, dan lahir. Intensitasnya bahkan kian mengkhawatirkan.

Generasi jawara telah datang. Generasi yang dikemudian hari akan menerima estafet sejarah. Maka tak terbayangkan, bila generasi yang terbiasa mengayun tinju menjadi pemimpin. Mungkin bangsa ini akan menjadi bangsa tempramental. Bangsa yang emosional.

Sekolah, yang diharapkan bisa menjadi kawah candradimuka akan lahirnya generasi 'beradab' dalam beberapa sisi bisa dikatakan gagal. Sekolah, hanya melahirkan angka-angka. Tapi bukan karakter. Nilai kelulusan lebih banyak dikejar. Namun pembentukan karakter dilupakan.

Maka tak heran, bila tawuran anak berpendidikan nyaris ada disemua level jenjang. Dari mulai anak SMP sampai mahasiswa, banyak yang terbiasa bangga dengan adu jotos sebagai cara menunjukan eksistensi. Mereka adalah generasi tekt box, bukan generasi perenung. Mereka menganggap proses pendidikan hanya sebatas lulus lalu mendapat ijasah. Tak lebih. Pun para pengajarnya, lebih mengejar prestasi prosentase kelulusan, ketimbang berupaya ikut membantu anak didiknya menjadi manusia yang manusia.

Media pun sebenarnya sami mawon, mau diakui atau tidak, ikut andil membuat kondisi sosial yang sakit. Ikut menambah pupuk budaya kekerasan. Nyaris sedikit media, terutama televisi yang memproduksi tayangan yang mendidik. Atau tayangan yang menggugah inspirasi.

Kebanyakan mengejar sensasi, bukan esensi atau subtansi. Dan itu diserap alam bawah sadar generasi belia. Mengkarat, lalu menjadi penyakit yang akut.

Bila seperti ini, kisah Munir bisa jadi akan kembali terulang. Karena mereka yang belia, terbiasa nyaman dengan cara pintas menyelesaikan masalah. Sayangnya, itu tak dengan otak, tapi dengan otot dan dengkul.

Ironis memang, Indonesia yang katanya bangsa yang santun dan ramah, kini begitu banyak menampilkan sisi beringasnya. Sungguh sangat ironis memang....

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun