Rumah pribadi Ibu Megawati Soekarnoputri yang terletak di Jalan Teuku Umar, suasanya begitu asri. Pepohonan yang rimbun menaunginya. Pada 2009, saya cukup rutin menyambangi rumah itu. Saat itu, saya memang ditugaskan kantor, sebuah perusahaan media cetak yang terbit di Jakarta, untuk meliput di sana. Atau bahasa gaul wartawannya 'ngepos' di sana. Saat itu, hiruk pikuk menjelang Pilpres, cukup terasa. Pemilu legislatif, baru saja usai. Partai Demokrat, baik dalam hitung cepat, maupun rekap suara KPU, dinyatakan pemenang. Golkar berada diurutan dua, lalu PDI-P. Pilpres akan dijelang. Dinamika menjelang Pilpres inilah, salah satunya terasa di Teuku Umar.Â
Rumah Ibu Mega, menjadi salah satu yang banyak dirubung para petinggi partai, selain tentunya markas kubu Cikeas (Partai Demokrat) yang letaknya tak jauh dari Teuku Umar. Silih berganti petinggi partai datang, pagi, siang, sore atau malam. Mereka datang, menjajaki kemungkinan untuk berkoalisi. Sekarang, menjelang Pilpres 2014, PDI-P sudah punya calon untuk dimajukan, yakni Joko Widodo atau Jokowi.
Tapi, bukan itu yang ingin saya ceritakan. Yang akan ceritakan adalah soal makanan. Makanan, yang selalu saya dan wartawan lain santap di rumah Ibu Megawati. Kala itu pihak tuang rumah, menyediakan semacam dapur umum yang menyediakan makanan dan minuman. Letaknya, di samping rumah utama, di sebuah garasi yang disulap menjadi tempat makan dadakan.Â
Di dalam garasi, diletakan meja panjang. Satu di sisi kiri. Satu meja lainnya, di letakan di ujung garasi. Sisa ruang garasi, dipakai untuk menaruh kursi-kursi lipat. Jadilah, garasi tempat menaruh mobil itu, disulap jadi 'arena' makan. Padahal, garasi luas dan lebarnya tak terlalu besar.Â
Di meja panjang itu, mulai dari minuman mineral dalam ukuran gelas, piring, nasi, dan lauk pauk serta sayurnya ditaruh. Nasinya menggunakan wadah plastik ukuran besar. Saya ingat, warnanya merah. Jadi, wartawan atau siapapun yang kebetulan sedang ada di rumah Ibu Mega, bila sudah tibanya waktu makan, dan makanan pun sudah terhidang, dipersilahkan untuk menyerbunya.
Saya termasuk salah satu yang sering menyerbu makanan yang terhidang di garasi rumah Bu Mega. Lumayan, makan gratis. Tapi, makan di rumah Ibu Mega, terasa lebih nikmat. Padahal menunya sederhana saja. Seringnya sop. Sop isinya wortel, kentang, kadang ditambahi dengan macaroni.Â
Menu tambahan lainnya, goreng tempe, tahu, sambal plus lalapan dan kerupuk yang ditaruh ditoples besar. Kadang suka ada goreng ayam dan ikan asin. Pokoknya maknyuss, nikmatnya sampai berkeringat. Sederhana, tapi tidak tahu, serasa makan di rumah sendiri.
Biasanya, kalau makan di markas tim sukses lain, seringnya nasi kotakan. Kurang afdol. Beberapa kali bahkan sempat mencicipi menu fast food, ayam goreng asal Paman Sam. Tapi, menurut lidah saya, makan di rumah Ibu Mega yang paling berkesan, meski menunya cuma sop, tempe goreng, kerupuk dan sambel ditambah lalapan.Â
Entah untuk Pilpres 2014, apakah rumah Ibu Mega kembali jadi markas pemenangan capres? Jika pun menjadi markas, semoga menu seperti yang lalu yang dihidangkan. Atau jangan-jangan, tak ada lagi menu terhidang di garasinya itu alias tak lagi menyediakan makan gratis. Bila seperti itu, terpaksa kembali lagi ke Warteg.he.he.he.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H