Upaya Slamat Tambunan, dalam membela kliennya, Sofian AP, yang sedang terlilit kasus dugaan korupsi, Dana Hibah Pekan Olah Raga Provinsi (Porprov) tahun 2010 senilai Rp 40 miliar bolehlah diacungi jempol. Ia tak lelah mengungkap penanganan kasus itu oleh Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung atau Babel, yang ia lihat janggal. Pasalnya, laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang diminta pendapatnya oleh Kejati Babel dalam kasus itu, tak menemukan adanya indikasi kerugian negara. Ia pun terus mencari tahu, kenapa Kejati Babel ngotot.
Kerja kerasnya membuahkan hasil. Ternyata, Kejati Babel, pernah mengakui bahwa penanganan kasus yang menjerat Sofian AP itu keliru. Pengakuan keliru Kejati Babel itu diungkapkan saat mereka beraudensi dengan beberapa anggota Komisi III DPR RI yang berkunjung ke bumi Laskar Pelangi tersebut.
“BPK belum pernah menentukan ada jumlah kerugian uang negara. Sekarang ada babak baru, dari dokumen kegiatan laporan Kunjungan Kerja (Kunker) Komisi III DPR RI ke Provinsi Babel, “ kata Slamat, dalam keterangan persnya yang dikirimkan via surat elektronik yang diterima di Jakarta, kemarin.
Slamat yang juga salah satu pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) itu mengungkapkan, kunjungan kerja Komisi III itu dilakukan, pada Masa Reses Persidangan III Tahun Sidang 2011-2012. Para politisi Senayan di Komisi III itu datang ke Babel dari tanggal 1 sampai 2 Mei 2012. Dokumen yang ia pegang, setebal 46 halaman. Dalam dokumen itu terungkap hasil audensi antara Komisi III DPR RI dengan pihak Kejati Babel, termasuk salah satunya tentang kasus yang dialami kliennya, Sofian AP.
“Kami memiliki sebuah dokumen yang sangat mengejutkan. Dimana, Komisi III DPR pernah ke Kejati Babel,” katanya.
Saat itu, Anggota Komisi III yang datang ke Babel, terdiri dari 18 anggota komisi. Mereka dipimpin oleh Benny Kabur Harman, selaku ketua tim. Diantaranya yang ikut berkunjung adalah Ruhut Poltak Sitompul, Didi Irawadi Samsudin, Indra, Setya Novanto dan lainnya. Di sana, saat itu mereka berdiskusi dengan Kepala Kejaksaaan Tinggi Babel. Dalam dokumen berjudul Rapat dengan Kejati Babel, di halaman 17 poin pertama pembahasan, lalu dipoin tiga dan dipoin 14, kata Slamat, termuat jawaban dari Kepala Kejati Babel.
“ Jawaban yang bisa dibaca dihalaman 20 pada poin 8 dan 9 mengakui ada ‘kekeliruan’ mereka menangani beberapa kasus dugaan korupsi, diantaranya dana hibah KONI tahun 2010,” ungkap Slamat.
Jawaban Kepala Kejati itu, kata Slamat, menanggapi pertanyaan yang diajukan beberapa anggota Komisi III yang menanyakan kinerja aparat kejaksaan di bumi Laskar Pelangi, khususnya soal penanganan kasus korupsi.
“ Pada poin delapan tertulis bahwa Kejaksaan di Babel tidak melakukan penetapan tersangka jika unsur-unsur tidak jelas atau belum ada kerugian negara. Itu adalah respon atas pernyataan DPR RI di halaman 19 yang berbunyi terkait penetapan tersangka sebelum adanya penghitungan BPKP. Hal ini adalah salah. Maka respon terakhir Kejati terlihat dihalaman 20 yang seluruhnya menggunakan huruf kapital itu berbunyi: pertanyaan interupsi penetapan tersangka yang belum ditingkatkan prosesnya namun sudah lebih dari satu tahun? Dijawab ada. Apakah bila ada yang ditetapkan sebelum temuan BPK, dijawab akan dilakukan investigasi lebih lanjut dan penindakan terhadap permasalahan ini,” kata Slamat menguraikan beberapa isi dalam dokumen hasil Kunker Komisi III itu ke Babel.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H