Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Meretas Jalan untuk Jenderal George

17 April 2014   23:38 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:32 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Rabu Siang, 16 April, di restoran Bunga Rampai yang terletak di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, beberapa orang lelaki duduk mengelilingi meja makan. Semua rata-rata sudah paruh baya. Makanan belum datang. Piring dan sendok pun masih tertata rapi di atas meja.
Gelak tawa terdengar nyaring, begitu saya datang ke ruangan itu. Saya di undang datang oleh mereka. Dalam undangan, mereka bermaksud mengutarakan maksud terkait konstelasi politik di tanah air, khususnya tentang pemilihan presiden. Mereka, mengatasnamakan Masyarakat Peduli Kepemimpinan Nasional (MPKN). Organisasi ini dibentuk, dan dimotori oleh tokoh-tokoh yang berasal dari kawasan Indonesia Timur. Mereka merasa, kawasan Indonesia Timur mesti terus diperjuangkan, sebab selama ini terlihat masih dinomor duakan oleh pemerintah.
Momen suksesi kepemimpinan nasional, dianggap tepat, kembali mengingatkan agar kawasan Indonesia di tengok dan diperhatikan secara khusus oleh calon pemimpin negara. Sebab itulah, Rabu siang mereka berkumpul, dan mengajak beberapa wartawan ngariung, ngobrol sembari mencicipi menu restoran.
Duduk paling ujung, lelaki paruh baya. Ia mengenalkan diri bernama John Manase T. Ia Ketua MPKN. Dulu ia pernah jadi politisi Senayan. Sekarang, ia mengaku sudah terlalu tua untuk jadi politisi. " Biar yang muda-muda yang duduk di Senayan," katanya.
Di sebelah kiri, duduk lelaki yang tak asing lagi. Wajahnya sering wara-wiri di layar televisi. Dia, Mas Ray Sahetapy, aktor film kawakan, yang sekarang maju menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Ia maju dari Sulawesi Tengah. Beberapa yang hadir, menggodanya tentang peluang Mas Ray bisa masuk Senayan.
" Berat, di sana ada tiga incumbent. Tapi lihat saja nanti," kata Mas Ray.
Makanan pun datang. Rendang sapi kering yang digoreng tipis-tipis dibalur sambal cabe merah. Ikan gurame goreng. Serta tumis toge yang segar. Plus mie goreng yang gurih menggoda. Sambil menyantap makanan, Pak Jhon Manase membuka pembicaraan tentang maksud kenapa siang itu, mereka berkumpul, dan mengundang wartawan.
"MPKN digagas karena peduli terhadap kepemimpinan nasional kedepan. Dari awal kita sudah bicara soal kepemimpinan, termasuk sederet nama yang sekarang disebut-sebut sebagai capres dan cawapres. Kita sudah proyeksikan dua tahun lalu," katanya.
Dulu, kata dia, ada nama Pak Sultan Hamengkubuwono. Juga nama-nama seperti Pak Prabowo Subianto, Joko Widodo atau Mas Jokowi, serta nama lain, seperti Pak Jusuf Kalla, Pak George Toisutta dan lainnya. Tapi, setelah pemilu legislatif, dan usai hasil hitung cepat dilansir beberapa lembaga survei, sepertinya tiga tokoh yang akan berlaga dalam kontestasi pemilihan presiden. Tiga nama itu, Pak Aburizal Bakrie, Pak Prabowo Subianto dan Mas Jokowi.
"MPKN merupakan himpunan dari berbagai latar profesi, lintas agama, akademisi, aktivis, dan juga kalangan profesional. Semua punya komitmen memperjuangkan Indonesia, khususnya kawasan Indonesia Timur," kata Pak John.
Ia dan organisasinya sangat mengharapkan, ada tokoh dari Indonesia Timur yang bisa dirangkul. Banyak tokoh dari Indonesia Timur yang layak masuk radar. Terutama bagi posisi cawapres, atau posisi strategis lainnya. Salah satunya, Pak John menyebut nama George Toisutta, pensiunan Jenderal bintang empat asal tanah Makassar.
Posisi cawapres, kata Pak John, adalah posisi yang sekarang banyak diperebutkan. Beberapa tokoh punya ambisi, dan itu menurut dia sah-sah saja. Ia berharap, cawapres yang nanti dipilih oleh masing-masing capres, dan kemudian terpilih, adalah orang yang benar-benar bisa diharapkan rakyat. Bila tidak, mungkin rakyat akan kembali kecewa. Sebab itu, ia pun berharap, para capres, terutama Mas Jokowi yang punya kans besar untuk menang dalam Pilpres, memilih pendamping yang tepat. Nasib bangsa lima tahun kedepan dipertaruhkan, bila salah pilih pendamping.
"Kami memprediksi bakal ada tiga partai besar, PDI-P, Gerindra dan Golkar yang bakal bertarung di Pilpres 9 juli mendatang. Namun pertarungan sengit bakal terjadi pada Jokowi dan Prabowo. Siapapun pemimpinnya yang harus diperhatikan adalah perekonomi stabil dan maju, keamanan juga harus aman, "kata Pak John.
Menurut dia, ekonomi maju kalau situasi keamanan tidak aman bisa berdampak buruk. Maka dari itu keamanan menjadi skala prioritas. Baru setelah itu bicara masalah ekonomi. Ia melihat, ada tiga nama cawapres potensial yang berasal dari militer.
"Ada Jenderal Riyamicard, dan Jenderal George Toisutta, sementara yang masih aktif ada nama Jenderal Moeldoko," katanya.
Organisasinya sendiri, menyorong Pak George, Jenderal dari timur Indonesia sebagai tokoh yang layak untuk ditimang sebagai cawapres. Namun menurut dia, bila Pak George digandengkan dengan Pak Prabowo, mungkin tidak tepat, sebab Prabowo juga adalah mantan tentara. Maka, kepada Mas Jokowi, ia berharap Jenderal Goerge di pertimbangkan sebagai cawapresnya.
"Pak George memang kurang begitu populer dikalangan masyarakat, tapi dia jenderal karir yang kami nilai cukup baik," katanya.
Ia menilai, kondisi keamanan kedepan harus dijaga. Dalam pandangannya itu hanya mampu dilakukan oleh cawapres yang berasal dari kalangan militer.
"Kita tidak ingin ada kerusuhan atau
terjadi pristiwa 65 versi baru. Maka dari itu Jokowi harus didampingi cawapres dari kalangan militer," katanya.
Dalam waktu dekat, ia dan organisasinya, MPKN bakal mengusulkan Jenderal George ke kubu PDI-P. Komunikasi akan dibuka dari berbagai saluran. Secepatnya, ia juga akan bicara dengan Jenderal George. Menurutnya, Jenderal George, adalah tokoh yang tak diragukan. Ia tegas, dan seorang Jenderal bintang empat.
"Bahkan pengalaman luas. Berbagai posisi strategis, ia pernah duduki," katanya.
Seperti diketahui, Jenderal kelahiran Makassar, Sulawesi Selatan, 1 Juni 1953 itu, pernah mengisi pos-pos strategis di TNI. Salah satunya, George pernah menjadi Panglima Kostrad. Setelah itu, ia naik kelas menjadi orang nomor satu di TNI-AD, alias menjadi Kepala Staf Angkatan Darat.
Sederet medan tugas juga pernah dilalui Pak George. Sebelum menjadi Pangkostrad, Pak George pernah menjadi Panglima Kodam Trikora, lalu pindah ke Bandung, menjadi Panglima Kodam Siliwangi, sebelum akhirnya diangkat menjadi Pangkostrad dan terakhir di daulat menjadi Kasad. Pak George pensiun pada tahun 2011, dengan pangkat terakhir Jenderal bintang empat alias Jenderal penuh.
"Orangnya juga low profile, kita ingin dorong beliau. Pak George juga cukup mumpuni di bidang kemiliteran dan pertahanan. Prestasinya ditunjukan saat bertugas di Papua dan Aceh," kata dia.
Karenanya, kata Pak John, sudah selayaknya Jenderal George mendapatkan tempat strategis untuk memimpin negeri ini. Jenderal George dimata dia, sosok penuh potensi.
" Dia tokoh yang dimiliki Indonesia Timur, yang dapat menyuarakan kehendak rakyat, pembangunan dan kemajuan Indonesia," ujarnya.
Tidak lama kemudian, muncul sosok lelaki agak jangkung. Tidak terlalu gembuk. Ia pun mengenalkan nama " Tajudin," katanya.
Pak John Manase yang duduk di ujung meja, langsung menyela. " Pak Tajudin ini, nama lengkapnya, Tajudin Noor Boli Malakalu, dia mantan Dubes Indonesia di Sudan," katanya.
Pak Tajudin sendiri hanya tersenyum begitu mendengar Pak John Manase mengenalkan profil lengkap dirinya. Ia pun langsung duduk dan menyendok nasi, serta mengambil oseng toge dan rendang goreng sapi. Sambil makan ia asyik menyimak paparan Pak John Manase.
" Jadi itulah maksud kita berkumpul. Kita ingin, ada orang atau tokoh dari Indonesia Timur, ikut tampil juga di pentas kepemimpinan nasional. Dan dalam pandangan kita, Pak George layak dipilih, misal sebagai cawapres dari Pak Jokowi. Atau ia juga bisa mengisi pos strategis lainnya," kata Pak John Manase.
Setelah Pak John Manase selesai bicara, giliran Pak Tajudin yang angkat suara. Menurut dia, saat ini Indonesia, mengalami ketidakseimbangan wilayah. Barat lebih maju. Sementara kawasan timur tertinggal. Ketidakseimbangan ini, mesti diakhiri dan dicari akar penyebabnya.
"Kalau Timur Indonesia sekarang belum maju, apa karena sistemnya. Apa karena pelakunyaa yang tidak menjangkau kesana, atau kurang perhatian, kurang memahami," katanya.
Maka kalau pemimpin di tingkat nasional tidak memahami kondisi di Indonesia Timur, solusinya, menurut Pak Tajudin, adalah dengan mengangkat orang yang paham tentang Indonesia Timur. Tidak sekedar paham, dia juga punya kapasitas, dan berpengalaman.
" Saya kira Pak George pantas diajukan. Dia mantan tentara. Kenyang dengan pengalaman tugas dimana-mana. Nasionalismenya juga tak diragukan, apa salahnya kita dukung dia. Ini bukan soal primordialisme, tapi kita ingin Indonesia ini lengkap. Kebhinekaan juga ada dalam duet kepemimpinan nasional," tuturnya.
Yang lain, mengangguk-angguk. Acara santap siang pun berlanjut. Sementara di luar hujan turun deras. Saya lihat handphone dan membuka salah satu situs berita. Dalam situs berita itu, diberitakan, Pak Jusuf Kalla menyambangi kantor PBNU. Mantan Wapres itu, hendak bertemu dengan Kyai Said Aqil Siradj, Ketua Umum PBNU. Entah apa yang dibicarakan keduanya, sebab pertemuan dilakukan tertutup.
Sepekan terakhir ini, jagad politik di Jakarta memang ramai dengan acara sowan para tokoh partai dan non partai. Pak Jusuf Kalla sendiri, sebelum sowan ke Kyai Said, ia juga telah bertemu empat mata dengan Pak Surya Paloh, Ketua Umum NasDem. Partainya Pak Surya Paloh sendiri, telah memutuskan akan berkoalisi dengan PDI-P yang telah menyorong Mas Jokowi sebagai capresnya. Hingga kini, belum ada keputusan apapun dari kandang banteng, tentang siapa yang akan dipilih mendampingi Mas Jokowi nanti dalam Pilpres.
Selasa kemarin, di sebuah cafe dideklarasikan sebuah organisasi relawan bernama Sahabat Pemuda dan Mahasiswa Ryamizard Ryacudu. Mereka mendeklarasikan juga dukungan kepada menantu mantan Wapres Pak Try Sutrisno itu untuk jadi pendamping Jokowi.
Hujan makin deras. Semua asyik bersantap. Sampai kemudian Pak John Manase kembali angkat bicara.
" Kita harus segera bergerak, jangan sampai ketinggalan kereta," katanya.
Semua yang hadir, menganggukan kepalanya, mengamini apa yang dikatakan Pak John Manase. Petang sebentar lagi dijelang. Hujan sepertinya sudah berhenti. Acara kumpul-kumpul sembari makan pun diakhiri, dengan kesimpulan segera bergerak mengenalkan nama Jenderal George ke kubu PDI-P, dengan harapan Jenderal asal Makassar itu masuk hitungan cawapres bagi Mas Jokowi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun