Mohon tunggu...
Muhammad Adib Mawardi
Muhammad Adib Mawardi Mohon Tunggu... Lainnya - Sinau Urip. Nguripi Sinau.

Profesiku adalah apa yang dapat kukerjakan saat ini. 😊

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Mencintai dan Membenci Secara Proporsional

25 Februari 2021   08:19 Diperbarui: 25 Februari 2021   14:09 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi proporsi cinta dan benci (cutewallpaper.org)

Dengan demikian, akan terbuka ruang-ruang sekaligus peluang bagi kita untuk terus mempelajari dan meneliti apa saja yang kita senangi dan kita benci itu, sehingga kita pun menjadi semakin paham dengan hakikat keberadaan dari perkara itu berikut dampaknya bagi kehidupan kita.

Dan barulah, setelah kita semakin paham dari hasil pengamatan kita itu, maka kita pun kiranya akan dapat memutuskan apakah kita akan tetap bersikap pada pendirian yang semula atau harus berubah haluan dari cara pandang yang sebelumnya.

Di satu sisi, mungkin saja hal ini akan dinilai baik oleh lingkungan kita, sebab kita dianggap peka terhadap perubahan. Namun di sisi yang lain, bisa jadi kita juga akan dicap sebagai seorang yang plin-plan alias tak berpendirian lantaran sikap kita yang mudah berubah itu.

Namun, apapun reaksi yang akan timbul dari mereka nanti, sepatutnya kita semakin memantapkan hati dan keyakinan kita bahwa perubahan sikap yang kita alami itu tujuannya adalah bagian dari berproses untuk menuju pada keadaan yang lebih baik. Sehingga kebaikan yang kita jadikan sandaran saat ini bukan berarti sebuah kebaikan final yang tak mungkin disempurnakan lagi di kemudian hari.

Dan tentunya perubahan menuju arah kebaikan ini sebaiknya juga kita landasi dengan ketulusan dan kesadaran yang sepenuhnya bahwa barang siapa yang keadaannya saat ini lebih baik daripada keadaannya di masa lalu, maka ia termasuk golongan orang yang beruntung.

Sementara itu, jika keadaan seseorang itu stagnan alias masih sama pencapaiannya dengan hari kemarin, maka ia pun harus bersiap akan berada pada keadaan yang merugi.

Dan apalagi jika seseorang itu berada pada kondisi yang lebih buruk dibandingkan waktu sebelumnya, sudah pasti ia pun harus menyiapkan diri untuk terjerembap dalam duka penderitaan dan penyesalan.

Jika memang alasan kita untuk berubah itu adalah karena harapan untuk menjadikan keadaan kita semakin baik dari waktu ke waktu, dengan disertai ketulusan sekaligus kesabaran untuk menjalaninya, besar kemungkinan perubahan-perubahan itu akan semakin mengantar kita pada tangga-tangga perbaikan.

Dengan demikian, sekali lagi, marilah kita mencintai dan membenci sebuah perkara itu dengan sikap yang sewajarnya saja demi menghindari rasa kecewa dan rasa malu ketika kita harus mengalami perubahan di kemudian hari. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun