Mohon tunggu...
Muhammad Adib Mawardi
Muhammad Adib Mawardi Mohon Tunggu... Lainnya - Sinau Urip. Nguripi Sinau.

Profesiku adalah apa yang dapat kukerjakan saat ini. 😊

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Puasa Menulis

2 Februari 2021   06:00 Diperbarui: 2 Februari 2021   12:14 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Canva: olah pribadi 

Hari ini sebenarnya saya ingin berpuasa menulis. Dalam artian tidak menulis apa-apa untuk Kompasiana. Lantaran saya mengalami kemacetan ide sehingga bingung apa yang akan ditulis. 

Namun, rasa-rasanya alasan itu adalah hal yang tak masuk akal mengingat ide-ide liar selalu saja berseliweran dalam benak pikiran yang kemudian saya tinggal menangkapnya satu persatu untuk memenjarakannya melalui tulisan. 

Tak hanya saya penjarakan, bahkan ia saya pelihara, saya beri nutrisi dalam bentuk luapan perasaan, imajinasi maupun gagasan, sehingga tulisan itu semakin lama semakin jinak setidaknya untuk  diri saya sendiri. 

Diantara tanda bahwa tulisan itu menjadi semakin jinak adalah saya semakin mudah memahaminya dan tak harus lagi bertungkus lumus untuk berduel dengannya demi untuk memahami apa sebenarnya yang ia maksud. 

Proses untuk menjinakkan gagasan ini tentu saja membutuhkan waktu yang relatif berbeda antara satu penulis dengan penulis lainnya. 

Ada seorang penulis yang dengan sekali tulis langsung jadi. Ada yang harus membaca berulang agar gagasannya lekas bisa dipahami. Dan bahkan ada pula yang harus mengulang hingga berpuluh kali demi mendapat tulisan yang sesuai dengan harapan. 

Dan pada umumnya, lama tidaknya waktu perampungan proses menulis dan menjinakkan gagasan ini ditentukan oleh kepiawaian seseorang dalam mengolah rasa serta pengalamanya dalam menyelami rimba kata. Semakin piawai dan semakin berpengalaman ia, tentu secara potensial akan berdampak terhadap kecepatan dan kualitas tulisan yang mampu dirampungkannya. 

Bagi penulis pemula, yang saya sendiri termasuk di dalamnya ini, membaca sekali dua kali atas tulisan sendiri mungkin saja itu adalah pengulangan yang cukup bagi sebuah tulisan untuk siap diterbitkan.

Selain itu, kalau kita mengambil contoh lain dari pengalaman teman-teman pelajar maupun mahasiswa, bisa jadi banyak diantara mereka yang menganggap bahwa indikator tulisan yang baik itu adalah manakala tak ada typo atau kesalahan dalam pengetikannya. Perkara gagasan meloncat ke sana ke mari, mereka tak terlalu peduli. 

Dan barulah ketika mereka sudah mulai terjun sedikit demi sedikit dalam dunia literasi, mereka pun akan lekas sadar bahwa pengulangan membaca tulisan sendiri ini merupakan tahap yang penting untuk semakin mematangkan tulisan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun