Tentunya, inipun masih akan memicu paradoks tertentu. Seperti, siapa yang sedang dighibah? Kenapa ia harus dighibah? Apa sebenarnya kepentingan di balik ghibah itu?
Hal demikianlah yang acap kali menjadi perilaku pembacaan yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar kita, baik itu melalui diskusi maupun lewat obrolan yang sifatnya lebih santai.
Sudah barang tentu, dengan adanya pola pembacaan tersebut akan memiliki konsekuensi masing-masing berkait akurasi data yang disajikan.
Kemudian, masalah lain yang berpotensi akan timbul adalah manakala seseorang telah mengalami kesalahan dalam proses memahami bacaan. Dengan adanya kesalahan dalam pembacaan ini kemungkinan akan berpotensi dua hal: Pertama, tidak dapat memahami data; Kedua, salah dalam menafsirkan data.
Dan permasalahan itu bisa saja akan semakin pelik manakala ketakpahaman terhadap data ini tidak disadari si pembacanya sehingga kemudian dengan begitu mudahnya ia menyebarluaskan informasi yang diterima, dimana di tengah canggihnya akses untuk berbagi informasi saat ini, peluang untuk terjadinya hal itu menjadi semakin mudah. Sehingga jadilah ia sebagai penyebar kabar yang sesat dan menyesatkan--dhallu wa adhallu.
Berikutnya, kesalahan dalam membaca inipun juga bisa saja disebabkan oleh faktor lain, seperti kesalahan dalam memilih dan menggali data yang benar. Keberadaan data yang tak valid yang tetap dipaksakan sebagai rujukan, sudah barang tentu hal ini akan berimbas pada pengambilan kesimpulan dan keputusan yang salah.
Apalagi di tengah timbul tenggelamnya potensi kesalahan itu, siapa saja saat ini begitu mudahnya diming-imingi oleh kesempatan untuk menabur dan mengakses data-data baru.
Ini sejatinya merupakan sebuah ironi, dimana hampir semua pihak begitu rakus untuk melahap kebaruan informasi tanpa ada indikasi kepastian dari mereka untuk memilih dan menyaring kabar apa saja yang benar adanya.
Pola konsumsi informasi yang demikian ini biasa terjadi sebab mereka cenderung menyenangi perkembangan kabar cepat saji yang kapan saja dapat mereka reguk sambil rebahan melalui gadget yang ada dalam genggaman mereka, tanpa perlu harus bertungkus lumus untuk menggali kembali kebenaran data itu dengan terjun langsung ke lapangan yang cenderung melelahkan, membuang waktu sekaligus uang.
Alhasil, informasi baru dari hasil bacaan mereka pun tetap tersaji dengan begitu derasnya, sehingga bisa saja ia akan mencerahkan, membingungkan, dan tidak jarang ia juga akan menyesatkan mereka yang membacanya. (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI