Kuwarnai anak ayam itu satu persatu.
Piyik.. Piyik.. Piyik..
Suaranya keras memelas padaku.
Teramat sayang, rintihnya tak membelenggu tanganku,
Yang juga terimpit gaya hidup lingkunganku.
Mari tuan, mari nyonya,
Sepuluh ribu dapat satu.
Sayang anak, sayang anak,
Boronglah daganganku tuk sayangi anakmu.
Kuning, merah, hijau, ungu
Lihatlah, betapa lucu
Di balik duka hidup mereka yang teramat pilu.
Sayang cucu, sayang cucu,
Duhai opa, wahai oma,
Alirilah kantongku dengan uangmu,
Niscaya kan kuukir senyuman
di wajah cucumu.
Wahai penguasa,
siapa lebih menderita,
Ayam kami atau nasib kami?
Kami menitip nasib di tanganmu,
Agar tak jadi komoditas industri,
Supaya tak alami keburaman hidup,
Seperti yang menimpa ayam kami.