Ogah ah, kurang kerjaan apa?
Mas Adib sehat?
Masak iya sih, harus sebanyak itu?
Mungkin saja itulah daftar tanya yang akan mewakili tanggapan seseorang setelah membaca judul tulisan ini. Yang mana munculnya respons atas pertanyaan tersebut bisa berasal dari sudut pandang dan pengalaman pribadi dari orang yang menyampaikannya.
Orang yang bersikap ogah-ogahan untuk banyak menyunting itu bisa jadi ia beranggapan bahwa proses itu memang tidak perlu dilakukan, alasannya: 1) mereka memandang masih belum jelasnya jumlah calon pembaca yang akan menikmati karyanya; 2) sudah siapnya karya mereka untuk diterbitkan meski dengan beberapa penyuntingan saja.Â
Bagi pihak yang berada di posisi ini, bisa saja juga akan berdalih, jika calon pembaca saja belum jelas, bagaimana mungkin seorang penulis itu akan paham seberapa banyak penyuntingan itu harus dilakukan. Masak untuk menulis saja harus meneliti jumlah calon pembacanya segala? Ada-ada saja Mas Adib ini. Clickbait ya? Begitulah mungkin saja mereka akan menyerang saya secara bertubi-tubi. Hehe.Â
Baik. Begini. Sebenarnya kita memang tidak tahu persis seberapa banyak orang yang akan membaca tulisan kita. Tapi, setidaknya kita pasti punya keinginan dalam hati mengenai jumlah calon pembaca yang akan menikmati tulisan kita tadi. Apakah itu berjumlah puluhan orang, ratusan, ribuan, hingga berapapun jumlahnya. Dari sinilah, setidaknya, setiap kita hendak mengeposkan sebuah karya, tentu ada harapan yang terbersit kalau tulisan kita itu akan dijamah oleh sekian banyak pembaca.
Bagi penulis pemula yang baru saja terjun dalam dunia penulisan, mungkin saja, manakala tulisannya tersebut dibaca oleh puluhan orang saja, ia sudah merasa sangat bersyukur. Apalagi jika jumlah pembaca itu sudah menyentuh pada angka ratusan, tentu bertambahlah rasa gembira itu di dalam hatinya. Dan satu diantara penulis pemula itu adalah, ya, saya sendiri.Â
Saya sangat merasa senang manakala tulisan-tulisan saya ternyata ada pembacanya. Baik itu yang berjumlah banyak maupun sedikit, bagi saya tetap saja, menyuguhkan tulisan itu adalah perihal yang mengasyikkan.Â
Mengapa demikian? Sebab dengan adanya pembaca ini seakan menegaskan pada diri saya bahwa ternyata tulisan saya itu tidak menguap begitu saja. Keberadaan mereka telah menyadarkan saya bahwa jerih payah saat menyusun tulisan ini ternyata mengundang minat dari pihak lainnya.Â
Sehingga karena merasa ada hal yang dapat saya berikan pada khalayak lain ini, maka saya pun merasa bahwa pertapaan saya di depan media ketik ini seakan telah terbayar lunas.Â
Selain itu, tingginya tingkat keterbacaan tulisan itulah yang menjadi keuntungan tersendiri bagi para penulis manakala ia mengeposkan tulisannya pada media, baik itu cetak maupun digital. Dan tentunya, untuk sampai pada tahap tulisan yang diminati oleh banyak pembaca ini terlebih dahulu harus melewati beberapa tahap penyuntingan.
Berapa lamakah proses itu? Ya, kembali pada kesiapan naskah itu sendiri, seberapa lama ia siap untuk diterbitkan.Â