Selama kata sepakat ini belum didapat, maka sepatutnya tidak boleh ada pemaksaan dari satu pihak manapun untuk lekas mengesahkannya. Sebab, jika hal itu tetap saja diteruskan, saya khawatir akan berpotensi menuai 'badai ombak' yang situasinya bisa saja akan merugikan semua pihak.Â
Untuk mencapai kata sepakat dari masing-masing pihak itu, maka dapat dimulai dengan langkah pemahaman bersama. Baik itu dari pihak perumus undang-undang maupun pihak yang akan melaksanakannya. Â
Semua pihak hendaknya sama-sama paham dengan nilai manfaat dan konsekuensi dari terbentuknya undang-undang yang baru itu. Dan selama belum ada titik temu pemahaman diantara masing-masing pihak, maka hampir mustahil akan tercapai sebuah persetujuan.
Pemahaman yang hendak dicapai oleh kedua belah pihak itu kiranya akan tercapai manakala telah mampu menjawab keraguan dari pihak pelaksananya tentang nasib mereka di masa depan setelah undang-undang itu diberlakukan. Apakah nasib mereka akan makin membaik setelah terbentuknya undang-undang itu ataukah justru sebaliknya?
Selama pihak pekerja belum dapat memahami kebaikan yang akan mereka terima melalui undang-undang yang baru itu, maka pastilah akan terus terjadi polemik terhadap undang-undang itu, baik sebelum atau sesudah ia digulirkan.
Inilah kiranya sebagian dari contoh 'ombak' dalam pemerintahan yang harus mendapatkan perhatian secara serius di samping 'ombak-ombak' lainnya, agar 'perahu' bangsa ini dapat menentukan kapan seharusnya mereka akan berlayar dan kapan seharusnya akan berlabuh. Kapan seharusnya peraturan itu akan dilanjutkan dan kapan seharusnya peraturan itu dihentikan.Â
Dan manakala sebuah pihak tetap bersikukuh memaksakan diri dalam menghadapi 'ombak' itu, maka ia tentu harus menyiapkan diri dengan risiko 'karam' saat ditelan dan diterjang oleh 'ombak' yang besar.Â
Sudah siapkah ia kiranya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H