Beberapa saat lagi, kerajaan rimba akan menggelar sebuah hajatan. Sebuah perayaan yang cukup besar untuk menghormati dua sosok yang dianggap sangat berjasa untuk kerajaan itu. Dua sosok tersebut ialah Badak dan Koala.
Keduanya selama ini dianggap cukup mampu mewadahi dan menyampaikan aspirasi dari masyarakat belantara. Bahkan, tidak jarang, dua sosok tersebut menyampaikan pendapatnya secara pedas dan seakan tanpa tedheng aling-aling demi menyampaikan suara rintihan dan jeritan rakyat hutan secara apa adanya pada sang Maharaja Singa dan para punggawanya.Â
Sebab dedikasi itulah, maka pihak kerajaan pun hendak menghargainya dengan sebuah tanda jasa, meskipun mereka seringkali menjadi sasaran kritik dari keduanya.
Pihak kerajaan tampaknya lekas memahami bahwa kritikan itu memang penting demi membangun kerajaan rimba menjadi lebih maju. Dan kritikan semacam itulah yang telah dipraktikkan oleh Badak dan Koala.Â
Sebelum proses penganugerahan jasa itu diberikan, banyak masyarakat rimba yang mengkhawatirkan, jangan-jangan itu semua adalah upaya diplomasi dari pihak kerajaan agar keduanya menjadi lebih longgar dalam menyampaikan kritikan. Dan rakyat hutan pun menyarankan, sebaiknya penghargaan itu tidak diterima, demi menjaga sportivitas keduanya dalam memandang pihak kerajaan.Â
Dalam ajaran masyarakat rimba terdapat sebuah kepercayaan, bahwa jika siapa saja ingin disegani oleh pihak lain, maka sebaiknya ia pun banyak memberi pada orang lainnya, terutama untuk pihak yang ia ingini untuk lekas menyeganinya itu. Etis tidak etis, demikianlah yang kerap terjadi.Â
Hal inilah yang sangat dikhawatirkan oleh seluruh penghuni rimba pada dua sosok vokal itu, yakni kekhawatiran mereka akan hilangnya taji pada keduanya, begitu menerima penghargaan jasa itu. Namun, itu semua hanyalah sebuah kekhawatiran yang kemungkinan terjadi atau tidaknya tetap tergantung pada diri keduanya dan kehendak Tuhan yang Maha Menentukan.Â
Setelah mendengarkan keluh kesah dan saran dari kelompok masyarakat rimba, Badak dan Koala menjadi bimbang, akankah penghargaan itu mereka terima dengan segala konsekuensinya?Â
Rasa bimbang keduanya kian mengembang sebab suara masyarakat rimba yang kritis kian santer terdengar. Apalagi, di zaman yang maju ini, masyarakat semakin gemar bersuara melalui media sosial.Â
Isi kepala mereka seakan mau keluar semuanya sebab mendengar riuh rendahnya suara itu. Dan di detik-detik penerimaan itu, supaya lebih yakin dalam melangkah, mereka pun hendak meminta wejangan dari sang Mahaguru Tupai, yang selama ini dipercayai sebagai pamong bagi masyarakat maupun para elit kerajaan.Â
Dengan mendapat wejangan dari Mahaguru Tupai itu mereka berharap akan mendapat pencerahan mengenai langkah apa yang paling tepat untuk mereka lakukan.Â