Mohon tunggu...
Taryadi Sum
Taryadi Sum Mohon Tunggu... Insinyur - Taryadi Saja

Asal dari Sumedang, sekolah di Bandung, tinggal di Bogor dan kerja di Jakarta. Sampai sekarang masih penggemar Tahu Sumedang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menikmati Kerepotan Transportasi Akibat KRL Anjlok

4 Oktober 2012   03:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:17 1551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13493297952125323355

[caption id="attachment_216261" align="aligncenter" width="600" caption="gerbong ketiga dari depan menabrak peron belakang stasiun (Dina Sulistyaningtias)"][/caption]

Pagi tadi saya baru saja memarkir sepeda motor di tempat penitipandi Stasiun Cilebut, tiba-tiba ada SMS dari pimpinan saya yang mengabarkan ada kereta anjlok di Cilebut dan menyarankan saya naik dari stasiun Bojong Gede untuk menuju kantor di Kalibata.

Sampai di seberang stasiun, suasana memang sudah sangat ramai dan angkot 07 ke arah Bojong Gede umumnya penuh. Sayapun langsung bergabung dengan calon penumpang lain yang akan tetap pergi bekerja dengan mengupayakan naik kereta dari Stasiun Bojong Gede. Saya pikir tidak penting melihat apa yang terjadi di stasiun sana, saya lebih memikirkan bagaimana caranya bisa sampai di kantor seperti biasa.

Anjloknya kereta di stasiun tersebut membuat mobilitas KRLantara Bogong Gede dan Bogor terhenti. Padahal ribuan manuasia biasanya menuju Bogor setiap pagi dan puluhan ribu lainnya bergerak kea rah Jakarta. Makanya tidak heran jika pagi itu jalan raya Cilebut-Bojong Gede jadi sangat ramai, bahkan hampir macet total.

Tadi pagi, selain sulitnya mendapat angkot, saya harus berhenti sekitar 1 km sebelum stasiun dan dilanjutkan berjalan kaki karena angkotnya sudah tidak bergerak lagi. Demikian juga dengan puluhan atau mungkin ratusan orang lain yang memang perlu naik kereta dengan segera. Jika tetap dalam angkot, tidak mustahil baru akan sampai di stasiun itu satu jam kemudian.

Tiba di stasiun Bojong Gede suasana bertambah meriah.Penumpang dua stasiun potensial yang disatukan menghasilkan kerumunan orang seperti di panggung hiburan, padat dan penuh sesak. Dengan kondisi itu saya biasanya mengalah untuk tidak naik kereta yang pertama datang yang sudah pasti diserbu ribuan orang. Maka sayapun keluar dulu dari kerumunan itu sampai datangnya kereta kedua.

Setelah datang kereta kedua, saya memaksakan diri untuk naik agar tidak terlalu kesiangan sampai di kantor. Meskipun tidak sepadat kereta pertama, pintu KRL Commuterline yang berAC itu ternyata masih terbuka yang menunjukkan bahwa penumpangnya masih berjubel sampai pintu.

Di tengah perjalanan, semua penumpang memperbincangkan kereta yang anjlok itu yang ternyata KRL Commuterline. “Untunglah Commuterline…..”. Kita memang sering kali memandang sebuah kecelakaan dari sisi baiknya, yaitu untunglah tidak menimpa diri kita atau untuk tidak lebih parah. Saya bayangkan jika yang anjlok itu kereta ekonomi, sudah pasti ratusan penumpang yang naik diatap akan terpental kemana-mana. Yaaa… untunglah tidak menimpa mereka.

Dalam dua artikel saya sebelumnya, saya menceritakan tentang sulitnya transportasi di wilayah pedalaman. Kerepotan perjalanan Bogor-Jakarta karena adanya kereta anjlok ini tidak ada artinya apa-apa dibanding mereka yang kesulitan transportasi di pedalaman Papua dan Kalimantan. Karena itu, saya nikmati saja kerepotan perjalanan itu…..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun