Mohon tunggu...
Taryadi Sum
Taryadi Sum Mohon Tunggu... Insinyur - Taryadi Saja

Asal dari Sumedang, sekolah di Bandung, tinggal di Bogor dan kerja di Jakarta. Sampai sekarang masih penggemar Tahu Sumedang

Selanjutnya

Tutup

Nature

Bentrokan Bima : masalah aspirasi dan kecerdasan warga

25 Desember 2011   20:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:46 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Bentrok antar warga kembali mencuat, kali ini terjadi di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, karena adanya penolakan perizinan tambang emas dan ikutannya oleh PT Sumber Mineral Nusantara yang berbuntut pada pendudukan Pelabuhan Penyeberangan Sape.

Berdasarkan Undang-undang, kegiatan-kegiatan itu seharusnya sudah mengantongi Dokumen AMDAL, yang salah satu butir di dalamnya adalah tidak mendapat penolakan dari masyarakat. Berdasarkan PP 27/1999, masyarakat yang dimaksud adalah masyarakat yang berpotensi terkena dampak, masyarakat yang berkepentingan dan masyarakat pemerhati seperi yang telah dijelaskan di sini.

Dalam penyusunan Dokumen AMDAL, tahap awal yang dilakukan adalah pengumpulan aspirasi masyarakat, yang diawali dengan pengumuman di media, di kantor Instansi Lingkungan Hidup setempat dan di lokasi proyek kemudian paling cepat sebulan berikutnya dilanjutkan dengan acara dengar pendapat, dimana Investor (dalam Amdal disebut Pemrakarsa) harus menjelaskanmengenai rencana kegiatannya apa, apa dampaknya, bagaimana rencana pengelolaan dampak negatifnya dan apa manfaat yang akan diterima masyarakat, sampai diperoleh kesepakatan antara Pemrakarsa, Pemerintah dan Masyarakat.

Kasus penolakan di atas mengindikasikan ada yang kurang beres mengenai pemenuhan aspirasi masyarakat terhadap kegiatan tersebut. Karena jika tidak dalam sosialisasi itu tidak diperoleh kesepakatan, proses AMDAL akan stagnan sehingga ijin operasipun tidak keluar. Perusahaan-perusahaan di atas tampaknya sudah memiliki ijin tersebut sehingga otomatis Dokumen AMDALnyapun sudah mendapat persetujuan komisi AMDAL.

Di luar kemungkinan adanya manipulasi suara/aspirasi masyarakat (saya tidak ingin menuduh dan akan mengesampingkan peluang itu) kemungkinannya adalah kurang beresnya proses pemenuhan aspirasi masyarakat tersebut. Akibatnya masyarakat yang memberi aspirasi tidak mewakili semua elemen sehingga gejolak penolakan tersebut tidak terdeteksi. Jika sudah terdeteksi dan tersampaikan dalam Dokumen AMDAL, tentunya penanganannya pun pasti akan sistematis dan sesuai dengan hak-hak masyarakat yang juga dilindungi Undang-undang.

Meski ada isu masyarakat ada yang memperalat, saya berharap komisi penilai AMDAL yang berada di bawah supervisi KLH (kementerian Lingkungan Hidup), yang menilai kelayakan lingkungan perusahaan-perusahaan itu sudah memastikan bahwa aspirasi masyarakat itu terwakili sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Di luar itu, saya juga berharap masyarakat dapat segera dicerdaskan sehingga tidak bisa diperalat oleh siapa saja….

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun