Kehidupan yang semakin semerawut, menyebabkan orang melanggar norna kehidupan menjadi hal yang wajar. Karena itu setiap ada kesempatan, saya selalu menanamkan norma-norma kehidupan kepada anak-anak saya. Saya lebih suka menyampaikannya ketika ada kejadian yang bisa dijadikan contoh nyata.
Misalnya ketika kami di terjebak di kemacetan lalu-lintas Bogor-Sukabumi, jalur rutin kami mudik mengunjungi mertua, tiba-tiba beberapa mobil menyerobot dari kiri melalui bahu jalan, saya mengatakan bahwa itu adalah salah satu perbuatan dzalim yang hampir tidak terasa. Dan seperti biasa, saya selanjutnya akan mengaitkan dengan kaidah-kaidah agama dimana kejahatan itu sekecil apapun akan mendapat balasannya (QS Al-Zalzalah 7-8).
Dengan penjelasan itu, anak-anak saya tidak bertanya lagi mengapa harus begitu karena ada dalam tuntunannya. Dan yang pasti, saya harus menjadi orang pertama yang memberi contoh pada anak-anak kami untuk tidak melakukan hal-hal yang sebenarnya mendzalimi orang lain.
Beberapa hari lalu, kami melakukan perjalanan wisata sekeluarga selama 4 hari. Selama dalam kendaraan tentunya tanpa disadari kami memproduksi sampah, baik itu bungkus makanan maupun kertas tisu bekas menyeka anggota badan. JIka tidak ditampung, tentunya akan berceceran dalam mobil kami.
Ketika melalui sebuah jembatan sungai di area perkebunan, istri saya tampak cekcok kecil dengan anak kedua saya yang perempuan yang duduk di kelas 2 SMA. Saya yang sedang nyetir penasaran untuk bertanya, “ada apa sih rebut-ribut…?” Istri saya yang pertama menjawab “ini pak si Teteh, disuruh ngelemparin sampah aja nggak mau….”. Anak perempuan saya yang dipanggil teteh itu kemudian membela diri “nggak lah pak, teteh kan di sekolah terpilih menjadi duta lingkungan, jadi boleh dong teteh berbuat sesuatu untuk menjaga lingkungan….”.
Hahahaha.... saya baru sadar kalau dia memang di SMA nya terpilih menjadi duta lingkungan dan jika ada acara-acara di luar sekolah harus mengenakan selendang kuning bertuliskan duta lingkungan. Memang sudah seharusnya begitu, membuang sampah harus pada tempatnya meski tak menjadi duta lingkungan.
Saya hanya tersenyum melihat dua perempuan belahan jiwa itu memperebutkan sekantong kresek sampah. Si teteh sadar betul kalau akan dibela karena saya juga adalah praktisi lingkungan…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H