Mohon tunggu...
Taryadi Sum
Taryadi Sum Mohon Tunggu... Insinyur - Taryadi Saja

Asal dari Sumedang, sekolah di Bandung, tinggal di Bogor dan kerja di Jakarta. Sampai sekarang masih penggemar Tahu Sumedang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Antara Musibah dan Akal Sehat pada Ritual Mudik

26 Agustus 2012   17:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:17 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lebaran baru saja berlalu. Sebagian orang mungkin tengah menikmati  berlalunya hari kemenangan dengan saling membukakan pintu maaf sehingga dapat memulai hari-hari ke depan dengan suasana harmonis.

Tapi lebaran tahun ini juga menyisakan duka buat sebagian orang. Menurut pemberitaan, setidaknya tercatat 820 tewas pada saat mudik lebaran pada 4700 insiden cekelakaan. Tentunya ini bukan duka yang biasa-biasa saja bagi keluarganya. Semoga mereka tabah menerima cobaan ini.

Namun di luar keprihatinan tersebut, sepertinya budaya mudik kelihatannya sudah mengalahkan akal sehat.  Pemudik-pemudik bermotor seringkali menantang maut hanya sebuah alasan yaitu melaksanakan ritual“mudik”. Salah satu kejadian memilukan yang diberitakan media adalah ketika satu pasangan suami-istri nekat membawa bayinya mudik dengan sepeda motor , ketika sampai ditujuan ternyata bayinya sudah meninggal dalam gendongan ibunya.

Selain itu, di Jakarta juga terjadi 166 kebakaran dimana sebagian penghuninya tengah mudik. Pada pemberitaan di televisi malam tadi, beberapa pemudik tiba di Jakarta dengan isak tangis karena rumah yang mereka tinggalkan ketika mudik sudah ludes dilahap sijago merah. Sungguh prihatin melihat pemberitaan tersebut.

Pada sebuah wawancara singkat di berita tersebut, seorang reporter menanyakan “Apakah ia tahu kalau ketika mudik rumahnya kebakaran.?”, Mereka bilang “tahu”. Dalam akal sehat saya, seharusnya suami-suami atau penanggung jawab keluarga  itu kembali dulu ke Jakarta saat rumahnya kebakaran dan mempersiapkan kembali tempat tinggal untuk keluarga.Jika tidak sanggup, alangkah baiknya jika menunda dulu boyongan keluarganya ditunda dulu, tidak memaksakan terus menangis dan meratap pada saat kedatangan pertamanya di Jakarta. Apa yang terlihat di TV itu mengesankan bahwa mereka lebih mengutamakan “ritual mudik” daripada memikirkan  “kelanjutan hidup pasca mudik”.

Memang, yang namanya musibah bisa menimpa siapaun dan dimanapun. Tetapi jika akal sehat tetap digunakan, bukan mustahil sebagian musibah dan kesusahan itu dapat dihindarkan….

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun