Minggu lalu, putra ketiga saya yang berusia 6 tahun dirawat di rumah sakit selama 5 hari, dari hari Sabtu sampai hari Rabu. Selama itu istri saya berada di rumah sakit menunggui si bungsu. Itu artinya saya harus mengurus kedua kakaknya yang seharusnya sudah bisa mengurus dirinya sendiri karena yang satu SMP kelas 3 dan satunya lagi SMA kelas 2.
Hari Sabtu dan Minggu tidak begiu terasa karena saya libur kerja. Sambil bolak-balik ke rumah sakit, saya hanya memasktikan kedua anak yang di rumah baik-baik saja, ketersediaan makanannya terjamin dan tidak bermain keluar rumah tanpa control orang tua. Untuk kebutuhan makan, saya hanya memasakkan nasi di rice cooker dan mereka disuruh memasak sendiri lau-pauknya karena kebetulan istri sebelum ke rumah sakit telah menyiapkan cadangan lauk-pauk yang cukup di dalam kulkas dan sudah diolah tinggal menggoreng atau memanaskan.
Namun ketika Senin sampai Rabu dimana saya harus ke kantor dan anak-anak harus sekolah, semuanya menjadi berantakan. Malam-malam sebelum sekolah anak-anak saya minta menyiapkan pakaian sekolah dan perlengkapan lain seperti kaos kaki, sabuk dan sebagainya sehingga paginya saya tidak usah repot-repot membantu seperti yang biasa dilakukan istri saya setiap hari.
Ketika anak bilang baju belum disetrika, sayapun dengan terpaksa menyetrikakan baju mereka. Padahal dulu, sejak SMP saya sudah menyetrika sendiri. Akhirnya saya ngedumel sendiri dan sedikit ngedumel “dulu perasaan bapa sudah bisa nyetrika sendiri, masa kalian belum….?” Hari pertama berjalan, mulus, anak-anak berangkat sekolah kemudian saya berangkat ke kantor.
Hari kedua, anak kedua saya yang perempuan menemani istri saya di rumah sakit dan berencana berangkat sekolah dari sana. Akhirnya saya berdua dengan si cikal yang laki-laki. Untuk kebutuhan makanan, ia sudah bisa mengurus sendiri, baik menggoreng ikan ataupun membeli dari depan kompleks.
Sebelum tidur, selain minta istri saya membangunkan Shubuh, saya juga menyetel alarm hape agar berbunyi jam setengah lima. Sebelum ditelepon, saya sudah terbangun dilanjutkan dengan Shalat Shubuh. Ke anak saya, saya pesan sebelum berangkat ke sekolah (sekitar jam 6) minta saya dibangunkan karena mau tidur lagi sebelum ke kantor.
Namun, baru setengah delapan anak saya membangunkan dengan sedikit berteriak….”pak kita kesiangan nih, aku juga kesiangan…..” Rupanya, iapun tak sengaja ketiduran di atas sajadah setelah Shalat Shubuh itu. Benar-benar kacau suasana hari itu. Namun saya tetap menyuruh anak saya sekolah meski baru akan nyampe setengah Sembilan, saya minta ia bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya. Benar-benar kacau hari itu.
Ketika mereka pulang dari rumah sakit dan sedikit kami mendiskusikan pengeluaran kami selama itu, ternyata dalam 3 hari itu pengeluaran saya dengan dua anak sama dengan belanja rumah tangga selama seminggu ketika uangnya dikelola oleh istri. Selai n itu juga idak ada cerita kesiangan, baju yang tidak disetrika, kaos kaki tidak ketemu sampai makan tanpa sayur yang bikin susah BAB.
Yaah, begitulah. Tiba-tiba saya juga jadi sadar kalau ketergantungan yang amat sangat kepada istri tercinta itu .....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H