Mohon tunggu...
Amri Sanjaya
Amri Sanjaya Mohon Tunggu... -

orang bodoh yang tak kunjung pandai\r\nmenulis, sudah baca saja jangan dipikir dalam - dalam

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

Tanah

5 Maret 2014   23:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:12 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13940116071795909666

hingga masa saat mendung begitu tebal menghitam berlarut dengan warna abu vulkanik, menyeringai kasar dan memeka warna yang kontras dengan hijau daun yang basah tergerus hujan. nuansa kelam hanya segelitir orang meyeruak dijalanan saat seorang lelaki berdiri sendiri mematung di tengah lapang. ketika semua yang ada di tanggalkan semua harapan datang seperti berkah kaum Cherokee menabuh kendang melingkar di tengah bara api. puja puji untuk dewa hujan hingga tunas gandum adalah berkah untuk ibu bumi melestarikan hikayat manusia tentang peradaban dalam sebongkah roti untuk imperalis bersenapan bengis dengan selosong peluru tiap kepala yang tak berdosa.

jika sayap icarus dapat terwujud untuk keduakalinya, maka lukisan mendung akan terubah dengan warna biru bersaput putih di musim semi ini. bukanlah segelas teh dan remahan brownies sangat enak untuk dinikmati diberanda rumah menatap halaman dengan lambaian oak yang menghayutkan. adalah waktu ketika kami adalah bangsa dari turunan raja diraja penguasa batuan emas dari Georgia hingga Tennessee berlembar - lembar manuskrip tentang sejarah yang hilang dan dihilangkan. membabi buta menggerus peradaban dalam sebuah kemajuan yang bernama lokomotif menerjang ribuan hektar tanah ulayat dan onggokan batu dari serpihan jiwa nenek moyang yang hanya bisa mengutuk keserakahan dan ketamakan para pencari tanah harapan. hingga peradaban bernama daratan aspal dan bangunan pencakar berevolusi seperti ribuan cerobong reaktor menghidupi pemanas ruangan, televisi hingga rajaman rakitan bermesin yang mempledoi produk untuk para konsumer.

hingga sedikit dari kami telah berubah menjadi para penjajah dan ribuan manipulasi tentang tragedi dan percintaan. dan meneguhkan sebuah buku sejarah tentang  washington, Franklin dan Lincoln. dan polaroid abu - abu siap menantang semua kebisingan hidup dalam kerangka modernitas dan adidaya. dan bergaung hingga menjamah tiap daratan dan lautan membangun vendor untuk ragam teralis dalam kerangka kerjasama menjadi pusat dari semua manifesto demokrasi dan tehnologi. peran vital dalam percaturan politik dengan sejuta pujian dan cacian. dan mendung di padang ini seperti menumbuhkan derai kemudahan dalam bentang masa hingga terakulturasi menjadi ultra kosmo untuk kaum petualang dari ribuan kulit berwarna dalam satu koloni. dalam kebisingan dan kemacetan manusia di jalanan  Manhattan tak dapat menyihir seorang tua yang asyik memancing di sungai kecil dalam keheningan ozarks bersenandung menyapa para leluhur..Ah-ni-ga-to-ge-wi,..Ah-ni-gi-lo(la)-hi ,..Ah-ni-(k)a-wi,..Ah-ni-tsi-sk-wa,..Ah-ni-sa-ho-ni,..Ah-ni-wo-di,..Ani'-Wah' Ya,..

photos: http://www.allposters.com/

Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun