Mohon tunggu...
Maman Imanulhaq
Maman Imanulhaq Mohon Tunggu... Anggota DPR RI -

Ketua Lembaga Dakwah PBNU, Anggota DPR RI Periode 2014-2019, pengasuh Pondok Pesantren Al-Mizan Jatiwangi Majalengka, penulis buku "Fatwa dan Canda Gus Dur" dan Antologi Puisi "Kupilih Sepi".Email:kang_maman32@yahoo.com, Twitter; @kang_maman72. Ketik: Kyai Maman>kangmaman100’s chanel www.youtube.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pentingnya Regulasi Pendidikan Diniyah di Indonesia

17 Oktober 2016   11:21 Diperbarui: 17 Oktober 2016   11:31 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam perkembangannya, eksistensi pendidikan agama dan keagamaan semakin hari semakin diakui oleh Negara. Terlepas karena pertimbangan historis sebagai model pendidikan tertua, pendidikan agama dan keagamaan di Indonesia juga mempunyai peran dan posisi yang sangat strategis dalam membangun karakter bangsa. Penulis sengaja menggunakan term “pendidikan agama dan keagamaan” karena merujuk pada beberapa regulasi yang sampai saat ini ada dan diinisiasi dalam rangka memberikan pengakuan terhadap pendidikan keagamaan yang diselenggarakan oleh masyarakat Indonesia. Sebut saja regulasi “babon” nya pendidikan nasional yakni UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional atau yang lebih akrab disebut UU Sisdiknas. Lalu ada PP Nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan.  Lahirnya PP 55 tahun 2007 jelas merupakan momentum penting bagi dunia pendidikan, khususnya umat beragama dan lebih khusus lagi umat Islam Indonesia (meski sangat terlambat) karena pendidikan agama dan keagamaan semakin mendapatkan ruang dan tempat di bumi pertiwi ini.

Bagi kalangan umat Islam, pendidikan agama dan keagamaan ini lebih familiar dengan sebutan madrasah diniyah dan pondok pesantren.  Pendidikan madrasah diniyah dan pondok pesantren yang dikelola oleh masyarakat sampai saat ini berjumlah kurang lebih ratusan ribu (mulai dari RA-Aliyah, Pondok Pesantren dan  Madrasah Diniyah) dan dalam perjalanannya terus memberikan ruh bagi perkembangan kualitas pendidikan nasional. Madrasah diniyah dan Pondok pesantren merupakan bagian integral dari Sistem Pendidikan Nasional. Ini secara jelas disebutkan dalam beberapa pasal di UU Sisdiknas. Namun dalam praktik dan pengelolaannya, regulasi tersebut masih belum efektif untuk dilaksanakan secara konsekuen dan proporsionalitas.

Negara masih sering absen (untuk tak mengatakan abai sama sekali) dalam memperhatikan nasib dan kemajuan madrasah diniyah dan pesantren ini. Secara empiris, di kalangan masyarakat sampai saat ini masih terjadi dikotomi (bahkan gap) antara pendidikan madrasah dan pondok pesantren dengan pendidikan umum atau sekolah formal. Dari sisi alokasi anggaran (baca: APBN dan APBD), masih terjadi kesenjangan yang terlalu jauh antara alokasi untuk sekolah umum dengan madrasah dan pondok pesantren. Negara masih setengah hati dalam melaksanakan UU Sisdiknas dan PP 55 2007, khususnya dalam mengalokasikan budget untuk pengembangan dan peningkatan kualitas madrasah dan pondok pesantren.

Perlu diketahui bahwa dari data yang ada yakni 84.000 madrasah di Indonesia, 94, 93 persen-nya dikelola oleh masyarakat. Sedangkan 27.230 pondok pesantren yang terdaftar, 100 persen juga dikelola oleh masyarakat. Namun sekali lagi, saya ingin katakan masih terjadi gap dan ketimpangan yang besar dari segi alokasi budget Negara. Mestinya dengan adanya regulasi sebagaimana saya sebutkan diatas tadi, ada mandat wajib yang harus dilaksanakan Negara untuk membiayai pendidikan madrasah dan pondok pesantren. Dari jumlah madrasah dan pesantren tersebut, ada kurang lebih 12 juta anak bangsa dengan segala keterbatasannya yang mengenyam pendidikan di dalamnya. Ini jelas menjadi kewajiban mutlak Negara untuk membiayai pendidikan mereka. Apalagi kalau dikaitkan dengan program wajib belajar 12 tahun yang dicanangkan oleh pemerintah dan hal tersebut juga tercantum secara jelas dalam nawacitanya Presiden Jokowi.      

Oleh karena itu, menyikapi berbagai ketimpangan terkait pendidikan madrasah dan pesantren tersebut, kami di DPR RI, khususnya di Fraksi kami FPKB saat ini sedang mendorong sebuah regulasi penting yakni RUU Pendidikan Madrasah dan Pondok Pesantren. Kenapa kami merasa sangat mendesak untuk mendorong regulasi ini? Karena kami melihat ketimpangan alokasi anggaran untuk pendidikan madrasah dan pondok pesantren yang memiliki sekitar 12 juta siswa dan santri tadi dalam kurun waktu 2014-2016 sekarang ini rata-rata di kisaran angka 11 persen atau 44,5 triliun dari total budget untuk pendidikan sebagaimana dimandatkan oleh UUD 1945 sebesar 20 persen yakni 403,1 triliun. Dan kalau dilihat lebih detail lagi, seperti anggaran peningkatan akses, mutu dan relevansi madrasah dalam kurun waktu yang sama, angkanya akan lebih kecil lagi yakni hanya mencapai 4 persen atau sekitar 15,5 triliun. Fakta ini jelas membuktikan bahwa keberpihakan Negara terhadap peningkatan kualitas pendidikan agama dan keagamaan melalui pendidikan madrasah dan pesantren masih sangat rendah.

Pentingnya melahirkan regulasi untuk memberikan jaminan dan mandat kepada Negara  terhadap peningkatan kualitas pendidikan madrasah dan pondok pesantren menjadi sebuah keniscayaan. Hanya regulasi-lah yang saya pikir bisa secara efektif memandatkan pentingnya memperhatikan keberadaan madrasah dan pondok pesantren dalam membangun karakter dan kepribadian bangsa. Bahkan Saya sangat optimis, madrasah dan pondok pesantren lah tempat yang paling tepat dalam melestarikan warisan budaya Islam Nusantara dan menyemai nilai-nilai universalisme Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Problem radikalisme dan terorisme yang menjadi ujian bangsa Indonesia akhir-akhir ini hanya bisa terjawab dan terselesaikan apabila anak-anak  bangsa ini mau kembali ke pesantren dan belajar di madrasah. Apabila Negara memberikan perhatian secara sungguh-sungguh kepada pondok pesantren dan madrasah, sungguh ini merupakan investasi modal sosial (social capital) bangsa yang luar biasa ke depan.

Kita semua pasti ingat bahwa pondok pesantren di Indonesia dalam sejarahnya memiliki peran yang sangat besar dalam melahirkan tokoh-tokoh bangsa dalam usaha pergerakan kemerdekaan Indonesia. Sebut saja tokoh seperti KH Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dahlan, KH Mas Mansur, Ki Bagus Hadikusumo, HOS Tjokroaminoto, KH Wahid Hasyim dan lain sebagainya merupakan tokoh pendiri bangsa ini dan peletak Dasar Negara Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Dari beliau-beliau-lah kita bisa belajar soal toleransi, keterbukaan dan keragaman sebuah bangsa yang kemudian dengan spirit bersama bersepakat membangun sebuah Negara bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mereka semua rata-rata adalah seorang santri yang telah paripurna pemahaman keagamaannya dan selalu menghargai sebuah perbedaan serta santun dan jauh dari karakter radikal.

Sekarang ini, saya melihat masyarakat dari Sabang sampai Merauke semakin antusias untuk memutuskan memilih pesantren dan madrasah bagi anak-anaknya dengan argumentasi karena madrasah dan pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang masih teruji mampu mengkombinasikan antara penempaan kebutuhan jasmani dan rohani secara seimbang. Sehingga anak-anak bangsa yang mengenyam pendidikan di dalamnya mampu bersikap dewasa, terbuka, santun dan jauh dari nilai-nilai radikalisme. Semoga bermanfaat (MIH)

Wallahu a’lam bish-shawwab          

Jakarta, 15 Oktober 2016

KH. MAMAN IMANULHAQ

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun